EFEKTIVITAS
BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH (BPKD)
DALAM MENGELOLA KEUANGAN DAERAH
(Studi di Kabupaten Wonosobo)
BPKD Effectivennes is The Function Carried Out in Controlling The
Regional Finance
ABSTRACT
The Regional
Finance Board (BPKD) of Wonosobo Regency is one of several new units which was
formed as a merger of the Regional Secretariat’s Finance Division (Bagian
Keuangan) and the Regional Revenue Service (Dinas Pendapatan Daerah), regarding
the regional autonomy implementation, mainly in the field of bureaucracy
reorganization and human resources management.
Within this
context, this research attempts to analyze the effectiveness of this new unit
in managing the finance matters in Wonosobo Regency, knowing the fact that a
new unit usually has a typical problem, namely the effectiveness of its
role-play in the regional bureaucracy. The actual study focuses on the managing
the regional income and expenses and verifying the accountability of regional
annual budget (APBD) as well. Therefore, the main issue will then be “How
effective is the function carried out by BPKD in controlling the regional
finance?”
Answering such
question requires a descriptive-qualitative method study. All data are
collected through interviews, record reviews/documentations and observations.
The data are validated with a triangulation technique and qualitatively
analyzed using the interactive model.
As shown by
the results, there has been an ineffective role played by BPKD, knowing the
fact that not all regional income items reach the target projected in the
regional budget draft. Besides, the actual income slightly decreases through
the years. In addition, this issue leaves several factual conditions, such as
insufficient compensation for the executing units, the inadequate
accomplishment of regional income that does not satisfy public and the
legislative demands. There have also been surprisingly proved that the regional
budget proceed the double-sourced expenses, which obviously disobeyed the
regulation concerning the regional budget administration. To conclude, BPKD has
not satisfactorily performed an ideal role-play as the regional finance
authority.
Key words : BPKD effectiveness, the regional annual budget, regional income
verifying the accountability.
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Sejalan dengan
implementasi otonomi luas, maka Mendasarkan pada Peraturan Pemerintah
Nomor 84 tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Wonosobo melakukan penataan
kelembagaan perangkat daerah, baik dengan menggabung maupun membentuk beberapa
unit organisasi baru. Badan Pengelola Keuangan Daerah merupakan unit organisasi
baru hasil penggabungan antara Dinas Pendapatan Daerah dan Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah. Tugas pokok Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah membantu
Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pengelolaan keuangan
daerah, yang meliputi ; pengelolaan pendapatan daerah, belanja daerah dan
verifikasi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD. Dalam prakteknya langkah
tersebut telah membawa berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan kelembagaan
maupun individu yang menempati lembaga, seperti hambatan komunikasi antara
personal, pengelompokan pegawai, adanya dominasi unit tertentu terhadap unit lain organisasi.
Dengan demikian bersatunya tiga fungsi pengelolaan keuangan
yaitu pendapatan, belanja dan verifikasi, memiliki
beberapa dampak negatif ; pertama,
munculnya dominasi BPKD dalam pendistribusian keuangan daerah, yang juga
mengurangi peran Bapeda sebagai unit perencana daerah. Kedua, munculnya rasa iri dari pegawai beberapa unit organisasi,
khususnya dalam pengelolaan pendapatan. Dimana BPKD yang tidak melakukan
pemungutan pendapatan tetapi secara keseluruhan mendapat bagian upah pungut
yang lebih banyak. Ketiga, rendahnya
kontrol terhadap BPKD dalam mengelola anggaran belanjanya, sehingga BPKD pernah
mengalokasikan tunjangan kesejahteraan pegawai yang melebihi unit organisasi
lain. Keempat, beberapa target
pendapatan asli daerah tidak bisa tercapai sebagaimana terlihat dalam tabel
dibawah ini.
Mendasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah “bagaimana efektivitas Badan Pengelola Keuangan
Daerah dalam mengelola keuangan daerah ?”. Dengan mengajukan permasalahan itu,
peneliti pada dasarnya ingin mengetahui efektivitas BPKD dalam mengelola
pendapatan daerah, belanja daerah dan memverifikasi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Harapan peneliti adalah agar hasil penelitian ini dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
Tinjauan Pustaka.
1.
Efektivitas Organisasi.
Pemilihan terhadap struktur dan
desain organisasi secara tepat, memungkinkan terbentuknya organisasi yang
efektif, sehingga dapat terwujud efektivitas organisasi. Menurut Ilham Gunawan, kata “efektif” diartikan sebagai
tepat mengenai sasaran, jitu, dapat membawa hasil, mulai berlaku (Ilham Gunawan
dan Frans B.S, 2003 : 112). Dalam perspektif perilaku organisasi kata
“efektivitas” berasal dari kata “efek” dan istilah tersebut digunakan dalam
konteks hubungan sebab akibat (Gibson, dkk, 1996 : 30). Sedangkan Abdul Halim
dkk (2000 : 72), mengartikan efektivitas sebagai hubungan antara out put pusat pertanggungjawaban dan
tujuannya. Makin besar kontribusi out put
terhadap tujuan maka makin efektiflah satu unit tersebut. Sedangkan menurut
Etzioni (Robbins, 1994 : 53) mendefinisikan keefektifan dengan sejauh mana
organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Dalam definisi tersebut tersembunyi makna
ganda, yaitu tujuan siapa ?, tujuan
jangka panjang atau tujuan jangka pendek ? tujuan resmi atau tujuan aktual ?.
Oleh karena itu untuk mengungkap keberhasilan sebuah organisasi digunakan
istilah kelangsungan hidup, karena jika ada sesuatu yang dicari sebuah
organisasi untuk dikerjakan, maka itu adalah upaya mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Menurut
Gibson dkk (1996 : 28) bahwa Efektivitas dalam konteks perilaku organisasi
merupakan hubungan optimal antara produksi, kwalitas, efisiensi, fleksibilitas,
kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan. Terhadap efektivitas tersebut
dalam studi perilaku organisasi terdapat tiga tingkat analisis, yaitu individu,
kelompok dan organisasi. Dengan demikian efektivitas dalam sebuah organisasi
pada dasarnya dipengaruhi oleh efektivitas individu, efektivitas kelompok dan
efektivitas organisasi itu sendiri.
Mendasarkan
pada uraian di atas, dalam konteks ini efektivitas organisasi akan dianalis
dalam tiga tingkatan yaitu individu, kelompok dan organisasi, melalui pendekatan
pencapaian tujuan serta dari dimensi waktu jangka pendek. Oleh karena itu
kriteria yang digunakan untuk melihat efektivitas adalah (a) produksi (b) mutu
(c) efisiensi (d) fleksibilitas dan (e) kepuasan.
2.
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Menurut
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Dengan demikian dalam keuangan daerah juga terdapat unsur-unsur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Oleh karena itu keuangan daerah
perlu dikelola secara baik. Sedangkan tujuan utama pengelolaan keuangan
pemerintah daerah, menurut Devas, Dkk (1989 ; 279) meliputi (1) tanggungjawab
(2) memenuhi kewajiban keuangan (3) kejujuran (4) hasil guna dan daya guna
serta (5) pengendalian.
Didalam
sistem keuangan pemerintah daerah terdapat 2 (dua) unsur utama pengelolaan
keuangan, yaitu (1) unsur berkala dan unsur hukum, (2) unsur luar dan unsur
dalam (Devas, dkk, 1989 : 280). Unsur berkala mencakup unsur-unsur yang menjadi
bagian dari kegiatan-kegiatan berkala dalam satu tahu, yaitu ; menyusun program
dan anggaran, pengeluaran dan penerimaan anggaran, urusan uang keluar dan uang
masuk, mencatat dan melaporkan transaksi keuangan. Unsur hukum mencakup
unsur-unsur pengaturan dan pemantauan kegiatan berkala, yaitu ; undang-undang
dan peraturan keuangan, transaksi dan pemeriksaan keuangan dari dalam.
Unsur
luar meliputi pengawasan yang dikenakan terhadap pemerintah daerah oleh
pejabat-pejabat pengawas yang lebih tinggi, berdasarkan hukum, peraturan dan
pedoman, ratifikasi mengenai anggaran dan peraturan keuangan, laporan kebutuhan
dan pemeriksaan keuangan dari luar. Sedangkan unsur dalam ialah unsur
pengawasan dan pelaporan yang diadakan dan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
bagi pedoman para pejabat keuangan pemerintah daerah. Unsur-unsur ini yang
terpenting adalah prosedur berkala beserta peraturan-peraturan yang dirumuskan
sendiri dan pemeriksaan keuangan dari dalam.
Karena
pengelolaan keuangan pemerintah daerah menyangkut pertanggungjawaban kepada
publik, maka harus dilakukan secara baik. Menurut Devas, dkk (1989 : 281)
ciri-ciri dari pengelolaan keuangan yang baik adalah (1) sederhana (2) lengkap
(3) berhasil guna (4) berdaya guna (5) mudah disesuaikan. Mendasarkan pada
uraian di atas, maka pengelolaan keuangan daerah merupakan kegiatan pengelolaan
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran
pendapatan dan belanja daerah dengan tujuan mencapai (1) pertanggungjawaban (2)
memenuhi kewajiban keuangan (3) kejujuran (4) berhasil guna dan berdaya guna
serta (5) pengendalian.
CARA
PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan penelitian di atas, maka untuk
menjawabnya dilakukan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif
diskriptif. Oleh karena itu, data dikumpulkan melalui wawancara, studi
dokumentasi dan observasi yang diambil dari 11 orang informan utama dan 19
orang informan pendukung. Untuk memastikan validitas data dilakukan dengan
teknik trianggulasi, dan analisa data dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan model analisis interaktif, yang meliputi ; pengumpulan data,
reduksi data, intepretasi data dan pengambilan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
1. Efektivitas
BPKD dalam pengelolaan pendapatan daerah.
Sumber pendapatan daerah Kabupaten Wonosobo terdiri dari ; (1)
Pendapatan Asli Daerah atau PAD, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD
yang sah; (2) dana perimbangan; (3) lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Ketiga pendapatan daerah tersebut dikelola secara terintegrasi di Badan
Pengelola Keuangan Daerah.
Dalam menjalankan fungsu pengelolaan keuangan tersebut, jika ditinjau
dari aspek produksi belum efektif karena tidak seluruh bagian dan pos
pendapatan daerah dapat menutup target yang ditetapkan dalam APBD setiap
tahunnya. Disamping itu tingkat realisasi pendapatan daerah dari tahun ke tahun
cenderung mengalami penurunan. Dari sisi mutu pengelolaan belum efektif karena
belum sesuai dengan harapan unit pemungut pendapatan terutama yang menyangkut
upah pungut. Kemudian belum sesuai dengan harapan DPRD karena laporan
triwulanan pelaksanaan APBD tidak disertai target kinerja setiap bulannya.
Disamping itu juga belum sesuai dengan harapan masyarakat karena lebih
menekankan kewajiban daripada hak-haknya.
Dari konteks efisiensi dalam pengelolaan belum efisien, karena
terdapatnya doble pembiayaan dalam pengelolaan belanja yaitu melalui rekening
“upah pungut / insentif” dan melalui rekening “biaya pengelolaan keuangan
daerah”. Selain itu juga belum dibuatnya jadwal kegiatan pengelolaan pendapatan
secara rinci dan jelas. Dari aspek fleksibilitas belum cukup fleksibel, karena
masih terdapat aturan main tentang pajak dan retribusi daerah yang mengacu pada
Undang-undang yang telah dirubah. Disamping itu juga kurang peka terhadap
perubahan unit kerja lain dan kecenderungan timbul konflik antar kelompok
pegawai. Sedangkan dari aspek kepuasan karyawan belum semua pegawai puas
terhadap realisasi pendapatan daerah dan peran yang dijalankan dalam mengelola
pendapatan daerah. Hal itu disebabkan karena masih terdapat pos-pos pendapatan
yang tidak dapat memenuhi target realisasi dan adanya ketidakmerataan peran
dalam mengelola pendapatan daerah.
2. Efektivitas
BPKD dalam pengelolaan belanja daerah.
Undang-undang No 32 tahun 2004 mengamanatkan bahwa belanja daerah
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas
kehidupan tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,
pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Sedangkan
belanja daerah tersebut, harus mempertimbangkan analisis standar belanja,
standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pengelolaan
belanja daerah yang dilakukan BPKD baik dari aspek produksi, mutu, efisiensi,
fleksibilitas dan kepuasan pegawai harus diarahkan dalam kerangka regulasi
tersebut.
Pengelolaan belanja daerah yang dilakukan BPKD selama ini, jika
dilihat dari sisi produksi belum efektif karena terdapat rekening belanja dalam
APBD yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Munculnya rekening seperti itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan
eksternal. Secara internal disamping didorong oleh keinginan untuk bisa
mendapatkan insentif tambahan, juga disebabkan karena kekurangpahaman terhadap
peraturan perundang-undangan. Sedangkan secara eksternal, adalah adanya tekanan
dari pihak-pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi dalam mengakomodasi kepentingannya.
Dari sisi mutu dalam mengelola belanja daerah belum efektif karena
banyak usulan belanja unit organisasi yang tidak masuk dalam RAPBD. Disamping
itu juga belum sesuai dengan harapan masyarakat karena usulan hasil bahasan
masyarakat tidak dimanfaatkan secara optimal dalam menyusun belanja daerah.
Kedua hal tersebut disebabkan karena lemahnya Peraturan Daerah tentang
Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga distribusi belanja daerah
lebih didasarkan atas kepentingan pemegang otoritas ataupun pihak-pihak yang
dapat mendapatkan akses pada pemegang otoritas.
Dari segi efisiensi dalam mengelola belanja daerah kurang efisien
karena terdapat duplikasi anggaran biaya penyusunan belanja daerah. Duplikasi
tersebut karena adanya pemisahan tanggungjawab dalam menyusun draf belanja
daerah, yaitu antara belanja langsung yang menjadi tanggungjawab Bapeda dan
belanaja tidak langsung yang menjadi tanggungjawab BPKD. Disamping itu juga
karena tidak menyusun rencana kerja yang baik sehingga tidak dapat memanfaatkan
rencana waktu yang ditetapkan secara optimal.
Sedangkan dalam konteks fleksibilitas dalam mengelola belanja daerah
belum fleksibel karena terlambat menerapkan Kepmendagri No 29 tahun 2002 dan
masih terdapatnya perbedaan persepsi antar kelompok pegawai terhadap tugas
pokok dan fungsi. Keterlambatan pemberlakuan Kepmendagri tersebut, disamping
disebabkan karena faktor kekurangsiapan BPKD dalam menyusun instrumen petunjuk
teknisnya juga karena ketidaksiapan lembaga DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran.
Sedangkan menyangkut persepsi yang berbeda-beda mengenai tugas pokok dan fungsi
karena kekurangjelasan uraian tugas dan belum adanya uraian tugas masing-masing
personal. Oleh karena itu dari sisi kepuasan pegawai, belum efektif karena
masih ditemukan pegawai yang kurang memiliki peran tetapi di bagian yang lain
ada pegawai pegawai yang telalu dominan dalam mengelola belanja daerah.
3. Efektifitas
BPKD dalam memverifikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Fungsi lain dalam pengelolaan keuangan daerah yang dijalankan oleh
BPKD adalah memverifikasi atau menguji pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Sebelum ada BPKD fungsi ini dilaksanakan oleh Bagian Keuangan Sekretariat
Daerah sehingga terpisah dengan unit yang mengelola Pendapatan Daerah.
Pelaksanaan fungsi verifikasi, jika ditinjau dari segi produksi belum efektif
karena dalam pemeriksaan Bawasda pada unit-unit organisasi masih ditemukan
kesalahan-kesalahan dalam peng-SPJ-an. Padahal seharusnya tidak demikian,
karena setiap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) pengelolaan keuangan oleh
masing-masing unit organisasi sudah selalu diverifikasi BPKD. Seteleh dilacak
lebih jauh ternyata masih ada perbedaan intepretasi peraturan
perundang-undangan antara BPKD dan Bawasda.
Dari sisi mutu dalam memverifikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
belum efektif karena kurang konsisten dalam memegang peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Inkonsistensi tersebut lebih disebabkan oleh
pertimbangan kemanusiaan dan balas budi karena setiap penyerahan SPJ oleh
pemegang kas hampir selalu disertai dengan “amplop”. Dari sisi efisiensi cukup
efisien karena tidak ditemukan pos ganda dalam melakukan verifikasi atas
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Sedangkan dari aspek fleksibilitas belum cukup fleksibel karena masih
ada kebijakan-kebijakan yang menyalahi aturan hukum, yang akhirnya menjadi
temua Bawasda dan Badan Pemeriksa yang lain. Dari segi kepuasan tidak semua
karyawan BPKD merasa puas dengan dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
yang dihasilkan.
KESIMPULAN
BPKD adalah unit organisasi perangkat daerah yang diserahi tugas
mengelola keuangan daerah, yang mana oleh Kepala Daerah selaku pemegang
kekuasaan keuangan daerah diberikan kewenangan memerintahkan, menguji dan
menerima serta mengeluarkan uang. Karena tiga kewenangan yang menyatu tersebut
menjadikan pengelolaan keuangan yang dilakukan BPKD menjadi tidak efektif.
Disamping itu juga tidak sesuai dengan semangat pasal 156 ayat (3)
Undang-undang No 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa “pelimpahan sebagian atau
seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip
pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima /
mengeluarkan uang”.
Inefektifitas tersebut disebabkan karena faktor internal BPKD dan juga
faktor eksternal BPKD. Faktor internal menyangkut kualitas sumber daya manusia
terutama mengenai kapabilitas dan tanggungjawab, kualitas unsur pimpinan yang
ada dalam BPKD sehingga kurang dapat menjembatani munculnya kelompok-kelompok
pegawai. Sedangkan faktor eksternal menyangkut dukungan dari unit perangkat
daerah yang lain dan juga keberadaan lembaga legislatif yang memegang kekuasaan
anggaran. Untuk itu, dalam hal pengelolaan keuangan daerah Kepala Daerah perlu
memisahkan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima /
mengeluarkan uang sesuai dengan semangat Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA.
Devas, Nick dkk (1989),
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta ,
Universitas Indonesia Press.
Gibson, Ivancevich, Donnely
(1996), Organisasi, Perilaku, Struktur
dan Proses, Alih Bahasa, Nunuk Andriarni, Jakarta Binarupa Aksara.
J. Davey, K
(1988), Pembiayaan Pemerintahan Daerah
Praktek-praktek Internasional dan Relevansinya bagi dunia ketiga, Jakarta,
UI-Press.
Robbins, Stephen
P (1994), Teori Organisasi, Stuktur,
Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa, Jusuf Udaya, Jakarta, Arcan.
Wajong, J. (1962), Administrasi
Keuangan Daerah, Jakarta ,
Ichtiar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar