ads1

Senin, 05 Mei 2014

Efektifitas Badan Pengelola Keuangan Daerah; Studi Kabupaten Wonosobo

EFEKTIVITAS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH (BPKD) 
DALAM MENGELOLA KEUANGAN DAERAH
(Studi di Kabupaten Wonosobo)
BPKD Effectivennes is The Function Carried Out in Controlling The Regional Finance





ABSTRACT

The Regional Finance Board (BPKD) of Wonosobo Regency is one of several new units which was formed as a merger of the Regional Secretariat’s Finance Division (Bagian Keuangan) and the Regional Revenue Service (Dinas Pendapatan Daerah), regarding the regional autonomy implementation, mainly in the field of bureaucracy reorganization and human resources management.
Within this context, this research attempts to analyze the effectiveness of this new unit in managing the finance matters in Wonosobo Regency, knowing the fact that a new unit usually has a typical problem, namely the effectiveness of its role-play in the regional bureaucracy. The actual study focuses on the managing the regional income and expenses and verifying the accountability of regional annual budget (APBD) as well. Therefore, the main issue will then be “How effective is the function carried out by BPKD in controlling the regional finance?”
Answering such question requires a descriptive-qualitative method study. All data are collected through interviews, record reviews/documentations and observations. The data are validated with a triangulation technique and qualitatively analyzed using the interactive model.
As shown by the results, there has been an ineffective role played by BPKD, knowing the fact that not all regional income items reach the target projected in the regional budget draft. Besides, the actual income slightly decreases through the years. In addition, this issue leaves several factual conditions, such as insufficient compensation for the executing units, the inadequate accomplishment of regional income that does not satisfy public and the legislative demands. There have also been surprisingly proved that the regional budget proceed the double-sourced expenses, which obviously disobeyed the regulation concerning the regional budget administration. To conclude, BPKD has not satisfactorily performed an ideal role-play as the regional finance authority.
Key words : BPKD effectiveness, the regional annual budget, regional income verifying the accountability.

PENDAHULUAN

Latar Belakang.

Sejalan dengan implementasi otonomi luas, maka Mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Wonosobo melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah, baik dengan menggabung maupun membentuk beberapa unit organisasi baru. Badan Pengelola Keuangan Daerah merupakan unit organisasi baru hasil penggabungan antara Dinas Pendapatan Daerah dan Bagian Keuangan Sekretariat Daerah. Tugas pokok Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pengelolaan keuangan daerah, yang meliputi ; pengelolaan pendapatan daerah, belanja daerah dan verifikasi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD. Dalam prakteknya langkah tersebut telah membawa berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan kelembagaan maupun individu yang menempati lembaga, seperti hambatan komunikasi antara personal, pengelompokan pegawai, adanya dominasi unit tertentu terhadap unit lain organisasi.
Dengan demikian bersatunya tiga fungsi pengelolaan keuangan yaitu pendapatan, belanja dan verifikasi, memiliki beberapa dampak negatif ; pertama, munculnya dominasi BPKD dalam pendistribusian keuangan daerah, yang juga mengurangi peran Bapeda sebagai unit perencana daerah. Kedua, munculnya rasa iri dari pegawai beberapa unit organisasi, khususnya dalam pengelolaan pendapatan. Dimana BPKD yang tidak melakukan pemungutan pendapatan tetapi secara keseluruhan mendapat bagian upah pungut yang lebih banyak. Ketiga, rendahnya kontrol terhadap BPKD dalam mengelola anggaran belanjanya, sehingga BPKD pernah mengalokasikan tunjangan kesejahteraan pegawai yang melebihi unit organisasi lain. Keempat, beberapa target pendapatan asli daerah tidak bisa tercapai sebagaimana terlihat dalam tabel dibawah ini.
Mendasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah “bagaimana efektivitas Badan Pengelola Keuangan Daerah dalam mengelola keuangan daerah ?”. Dengan mengajukan permasalahan itu, peneliti pada dasarnya ingin mengetahui efektivitas BPKD dalam mengelola pendapatan daerah, belanja daerah dan memverifikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Harapan peneliti adalah agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.  
Tinjauan Pustaka.
1.      Efektivitas Organisasi.
Pemilihan terhadap struktur dan desain organisasi secara tepat, memungkinkan terbentuknya organisasi yang efektif, sehingga dapat terwujud efektivitas organisasi. Menurut Ilham Gunawan, kata “efektif” diartikan sebagai tepat mengenai sasaran, jitu, dapat membawa hasil, mulai berlaku (Ilham Gunawan dan Frans B.S, 2003 : 112). Dalam perspektif perilaku organisasi kata “efektivitas” berasal dari kata “efek” dan istilah tersebut digunakan dalam konteks hubungan sebab akibat (Gibson, dkk, 1996 : 30). Sedangkan Abdul Halim dkk (2000 : 72), mengartikan efektivitas sebagai hubungan antara out put pusat pertanggungjawaban dan tujuannya. Makin besar kontribusi out put terhadap tujuan maka makin efektiflah satu unit tersebut. Sedangkan menurut Etzioni (Robbins, 1994 : 53) mendefinisikan keefektifan dengan sejauh mana organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Dalam definisi tersebut tersembunyi makna ganda, yaitu tujuan siapa ?,  tujuan jangka panjang atau tujuan jangka pendek ? tujuan resmi atau tujuan aktual ?. Oleh karena itu untuk mengungkap keberhasilan sebuah organisasi digunakan istilah kelangsungan hidup, karena jika ada sesuatu yang dicari sebuah organisasi untuk dikerjakan, maka itu adalah upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Menurut Gibson dkk (1996 : 28) bahwa Efektivitas dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan optimal antara produksi, kwalitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan. Terhadap efektivitas tersebut dalam studi perilaku organisasi terdapat tiga tingkat analisis, yaitu individu, kelompok dan organisasi. Dengan demikian efektivitas dalam sebuah organisasi pada dasarnya dipengaruhi oleh efektivitas individu, efektivitas kelompok dan efektivitas organisasi itu sendiri.
Mendasarkan pada uraian di atas, dalam konteks ini efektivitas organisasi akan dianalis dalam tiga tingkatan yaitu individu, kelompok dan organisasi, melalui pendekatan pencapaian tujuan serta dari dimensi waktu jangka pendek. Oleh karena itu kriteria yang digunakan untuk melihat efektivitas adalah (a) produksi (b) mutu (c) efisiensi (d) fleksibilitas dan (e) kepuasan.  
2.      Pengelolaan Keuangan Daerah.
Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan demikian dalam keuangan daerah juga terdapat unsur-unsur penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Oleh karena itu keuangan daerah perlu dikelola secara baik. Sedangkan tujuan utama pengelolaan keuangan pemerintah daerah, menurut Devas, Dkk (1989 ; 279) meliputi (1) tanggungjawab (2) memenuhi kewajiban keuangan (3) kejujuran (4) hasil guna dan daya guna serta (5) pengendalian.
Didalam sistem keuangan pemerintah daerah terdapat 2 (dua) unsur utama pengelolaan keuangan, yaitu (1) unsur berkala dan unsur hukum, (2) unsur luar dan unsur dalam (Devas, dkk, 1989 : 280). Unsur berkala mencakup unsur-unsur yang menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan berkala dalam satu tahu, yaitu ; menyusun program dan anggaran, pengeluaran dan penerimaan anggaran, urusan uang keluar dan uang masuk, mencatat dan melaporkan transaksi keuangan. Unsur hukum mencakup unsur-unsur pengaturan dan pemantauan kegiatan berkala, yaitu ; undang-undang dan peraturan keuangan, transaksi dan pemeriksaan keuangan dari dalam.
Unsur luar meliputi pengawasan yang dikenakan terhadap pemerintah daerah oleh pejabat-pejabat pengawas yang lebih tinggi, berdasarkan hukum, peraturan dan pedoman, ratifikasi mengenai anggaran dan peraturan keuangan, laporan kebutuhan dan pemeriksaan keuangan dari luar. Sedangkan unsur dalam ialah unsur pengawasan dan pelaporan yang diadakan dan dilakukan oleh Pemerintah Daerah bagi pedoman para pejabat keuangan pemerintah daerah. Unsur-unsur ini yang terpenting adalah prosedur berkala beserta peraturan-peraturan yang dirumuskan sendiri dan pemeriksaan keuangan dari dalam.
Karena pengelolaan keuangan pemerintah daerah menyangkut pertanggungjawaban kepada publik, maka harus dilakukan secara baik. Menurut Devas, dkk (1989 : 281) ciri-ciri dari pengelolaan keuangan yang baik adalah (1) sederhana (2) lengkap (3) berhasil guna (4) berdaya guna (5) mudah disesuaikan. Mendasarkan pada uraian di atas, maka pengelolaan keuangan daerah merupakan kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah dengan tujuan mencapai (1) pertanggungjawaban (2) memenuhi kewajiban keuangan (3) kejujuran (4) berhasil guna dan berdaya guna serta (5) pengendalian.
 CARA PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan penelitian di atas, maka untuk menjawabnya dilakukan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif diskriptif. Oleh karena itu, data dikumpulkan melalui wawancara, studi dokumentasi dan observasi yang diambil dari 11 orang informan utama dan 19 orang informan pendukung. Untuk memastikan validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi, dan analisa data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif, yang meliputi ; pengumpulan data, reduksi data, intepretasi data dan pengambilan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
1.      Efektivitas BPKD dalam pengelolaan pendapatan daerah.
Sumber pendapatan daerah Kabupaten Wonosobo terdiri dari ; (1) Pendapatan Asli Daerah atau PAD, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah; (2) dana perimbangan; (3) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Ketiga pendapatan daerah tersebut dikelola secara terintegrasi di Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Dalam menjalankan fungsu pengelolaan keuangan tersebut, jika ditinjau dari aspek produksi belum efektif karena tidak seluruh bagian dan pos pendapatan daerah dapat menutup target yang ditetapkan dalam APBD setiap tahunnya. Disamping itu tingkat realisasi pendapatan daerah dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Dari sisi mutu pengelolaan belum efektif karena belum sesuai dengan harapan unit pemungut pendapatan terutama yang menyangkut upah pungut. Kemudian belum sesuai dengan harapan DPRD karena laporan triwulanan pelaksanaan APBD tidak disertai target kinerja setiap bulannya. Disamping itu juga belum sesuai dengan harapan masyarakat karena lebih menekankan kewajiban daripada hak-haknya.
Dari konteks efisiensi dalam pengelolaan belum efisien, karena terdapatnya doble pembiayaan dalam pengelolaan belanja yaitu melalui rekening “upah pungut / insentif” dan melalui rekening “biaya pengelolaan keuangan daerah”. Selain itu juga belum dibuatnya jadwal kegiatan pengelolaan pendapatan secara rinci dan jelas. Dari aspek fleksibilitas belum cukup fleksibel, karena masih terdapat aturan main tentang pajak dan retribusi daerah yang mengacu pada Undang-undang yang telah dirubah. Disamping itu juga kurang peka terhadap perubahan unit kerja lain dan kecenderungan timbul konflik antar kelompok pegawai. Sedangkan dari aspek kepuasan karyawan belum semua pegawai puas terhadap realisasi pendapatan daerah dan peran yang dijalankan dalam mengelola pendapatan daerah. Hal itu disebabkan karena masih terdapat pos-pos pendapatan yang tidak dapat memenuhi target realisasi dan adanya ketidakmerataan peran dalam mengelola pendapatan daerah.  
2.      Efektivitas BPKD dalam pengelolaan belanja daerah.
Undang-undang No 32 tahun 2004 mengamanatkan bahwa belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Sedangkan belanja daerah tersebut, harus mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pengelolaan belanja daerah yang dilakukan BPKD baik dari aspek produksi, mutu, efisiensi, fleksibilitas dan kepuasan pegawai harus diarahkan dalam kerangka regulasi tersebut.
Pengelolaan belanja daerah yang dilakukan BPKD selama ini, jika dilihat dari sisi produksi belum efektif karena terdapat rekening belanja dalam APBD yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Munculnya rekening seperti itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Secara internal disamping didorong oleh keinginan untuk bisa mendapatkan insentif tambahan, juga disebabkan karena kekurangpahaman terhadap peraturan perundang-undangan. Sedangkan secara eksternal, adalah adanya tekanan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi dalam mengakomodasi kepentingannya.
Dari sisi mutu dalam mengelola belanja daerah belum efektif karena banyak usulan belanja unit organisasi yang tidak masuk dalam RAPBD. Disamping itu juga belum sesuai dengan harapan masyarakat karena usulan hasil bahasan masyarakat tidak dimanfaatkan secara optimal dalam menyusun belanja daerah. Kedua hal tersebut disebabkan karena lemahnya Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga distribusi belanja daerah lebih didasarkan atas kepentingan pemegang otoritas ataupun pihak-pihak yang dapat mendapatkan akses pada pemegang otoritas.
Dari segi efisiensi dalam mengelola belanja daerah kurang efisien karena terdapat duplikasi anggaran biaya penyusunan belanja daerah. Duplikasi tersebut karena adanya pemisahan tanggungjawab dalam menyusun draf belanja daerah, yaitu antara belanja langsung yang menjadi tanggungjawab Bapeda dan belanaja tidak langsung yang menjadi tanggungjawab BPKD. Disamping itu juga karena tidak menyusun rencana kerja yang baik sehingga tidak dapat memanfaatkan rencana waktu yang ditetapkan secara optimal.
Sedangkan dalam konteks fleksibilitas dalam mengelola belanja daerah belum fleksibel karena terlambat menerapkan Kepmendagri No 29 tahun 2002 dan masih terdapatnya perbedaan persepsi antar kelompok pegawai terhadap tugas pokok dan fungsi. Keterlambatan pemberlakuan Kepmendagri tersebut, disamping disebabkan karena faktor kekurangsiapan BPKD dalam menyusun instrumen petunjuk teknisnya juga karena ketidaksiapan lembaga DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran. Sedangkan menyangkut persepsi yang berbeda-beda mengenai tugas pokok dan fungsi karena kekurangjelasan uraian tugas dan belum adanya uraian tugas masing-masing personal. Oleh karena itu dari sisi kepuasan pegawai, belum efektif karena masih ditemukan pegawai yang kurang memiliki peran tetapi di bagian yang lain ada pegawai pegawai yang telalu dominan dalam mengelola belanja daerah.
3.      Efektifitas BPKD dalam memverifikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Fungsi lain dalam pengelolaan keuangan daerah yang dijalankan oleh BPKD adalah memverifikasi atau menguji pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Sebelum ada BPKD fungsi ini dilaksanakan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah sehingga terpisah dengan unit yang mengelola Pendapatan Daerah. Pelaksanaan fungsi verifikasi, jika ditinjau dari segi produksi belum efektif karena dalam pemeriksaan Bawasda pada unit-unit organisasi masih ditemukan kesalahan-kesalahan dalam peng-SPJ-an. Padahal seharusnya tidak demikian, karena setiap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) pengelolaan keuangan oleh masing-masing unit organisasi sudah selalu diverifikasi BPKD. Seteleh dilacak lebih jauh ternyata masih ada perbedaan intepretasi peraturan perundang-undangan antara BPKD dan Bawasda.
Dari sisi mutu dalam memverifikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD belum efektif karena kurang konsisten dalam memegang peraturan perundang-undangan yang berlaku. Inkonsistensi tersebut lebih disebabkan oleh pertimbangan kemanusiaan dan balas budi karena setiap penyerahan SPJ oleh pemegang kas hampir selalu disertai dengan “amplop”. Dari sisi efisiensi cukup efisien karena tidak ditemukan pos ganda dalam melakukan verifikasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Sedangkan dari aspek fleksibilitas belum cukup fleksibel karena masih ada kebijakan-kebijakan yang menyalahi aturan hukum, yang akhirnya menjadi temua Bawasda dan Badan Pemeriksa yang lain. Dari segi kepuasan tidak semua karyawan BPKD merasa puas dengan dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dihasilkan.
KESIMPULAN
BPKD adalah unit organisasi perangkat daerah yang diserahi tugas mengelola keuangan daerah, yang mana oleh Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan keuangan daerah diberikan kewenangan memerintahkan, menguji dan menerima serta mengeluarkan uang. Karena tiga kewenangan yang menyatu tersebut menjadikan pengelolaan keuangan yang dilakukan BPKD menjadi tidak efektif. Disamping itu juga tidak sesuai dengan semangat pasal 156 ayat (3) Undang-undang No 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa “pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima / mengeluarkan uang”.
Inefektifitas tersebut disebabkan karena faktor internal BPKD dan juga faktor eksternal BPKD. Faktor internal menyangkut kualitas sumber daya manusia terutama mengenai kapabilitas dan tanggungjawab, kualitas unsur pimpinan yang ada dalam BPKD sehingga kurang dapat menjembatani munculnya kelompok-kelompok pegawai. Sedangkan faktor eksternal menyangkut dukungan dari unit perangkat daerah yang lain dan juga keberadaan lembaga legislatif yang memegang kekuasaan anggaran. Untuk itu, dalam hal pengelolaan keuangan daerah Kepala Daerah perlu memisahkan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima / mengeluarkan uang sesuai dengan semangat Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA.
Devas, Nick dkk (1989), Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Gibson, Ivancevich, Donnely (1996), Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Alih Bahasa, Nunuk Andriarni, Jakarta Binarupa Aksara.
J. Davey, K (1988), Pembiayaan Pemerintahan Daerah Praktek-praktek Internasional dan Relevansinya bagi dunia ketiga, Jakarta, UI-Press.
Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi, Stuktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa, Jusuf Udaya, Jakarta, Arcan.
Wajong, J. (1962), Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta, Ichtiar.





[1] Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman
[2] Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar