ads1

Senin, 05 Mei 2014

Prosesn Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007

PROSES PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI BREBES
MASA JABATAN 2002 - 2007
( Studi Kasus Implementasi Pemilihan Kepala Daerah
Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Brebes
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000)




TESIS





Oleh :
Agung Widyantoro
NIM : P2FB01004






UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PASCASARJANA
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PURWOKERTO
2005
PROSES PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI BREBES
JABATAN 2002 - 2007
( Studi Kasus Implementasi Pemilihan Kepala Daerah
Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Brebes
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000)



TESIS



Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister (S2)
Program Studi Ilmu Administrasi Publik






Oleh :
Agung Widyantoro
NIM : P2FB01004









UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PASCA SARJANA
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PURWOKERTO
2005
TESIS

PROSES PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI BREBES
MASA JABATAN 2002 - 2007
( Studi Kasus Implementasi Pemilihan Kepala Daerah
Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Brebes
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000)

Oleh :
Agung Widyantoro
NIM : P2FB01004


Telah disahkan dan disetujui oleh :

       Pembimbing I/Penguji I,                                           Pembimbing II/Penguji II,


Drs. Muslih Faozannudin, M.Sc                               Drs. Pawrtha Dharma, M.Si
            NIP. 131 996 101                                                         NIP. 131569 013


              Penguji  III,                                                                    Penguji  IV,


Dr. P. Israwan Setyoko, M.S.                                               Drs. Sukarso, M.Si.                            
           NIP. 131 569 009                                                           NIP. 131 877 088


Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ilmu Adminstrasi Publik


Dr. P. Israwan Setyoko, M.S.
NIP. 131569 009


PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

          Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
                        Nama               : Agung Widyantoro
NIM                : P2FB01004
Program Studi  : Ilmu Administrasi Publik                     
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tesis ini benar-benar merupakan karya saya, dan dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

              Brebes,     Juni  2005
              Penulis,


                                                                                                Agung Widyantoro




PERSEMBAHAN

            Karya penelitian yang berwujud tesis ini pertama-tama penulis persembahkan kepada  :
  1. Alm. H.EDDY SOEDARYO dan Alm. H.RMS.WIRYOSENDJOYO, Ayahku dan Kekekku yang selalu mengajarkan soal-soal hidup dan kehidupan sehingga memotivasi saya untuk selalu belajar dan belajar.
  2. Hj.SRIYATIE, Ibundaku yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sejak kecil hingga dewasa, sehingga dapat mengamaliahkan Ilmu yang saya miliki untuk kesejahteraan masyarakat.
  3. H.NGAKAN NJOMAN OKA dan Hj.SURATMIATI, Bapak dan Ibu mertuaku yang turut andil memberikan semangat kepadaku untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.
  4. Hj.Dra.I DEWA SANG AJU PUTU PERAMIARTI M.Kes., Isteriku  yang
tiada jemu-jemunya memberikan dorongan dan semangat kepada saya untuk bangkit melawan kemalasan sehingga terselesaikannya tesis ini.
  1. DEWA TARUNA NUGRAHA dan ASTARI BELLA LARASATIE, Anak-anakku yang ingin melihat Ayahnya berdiri dialtar kemenangan untuk diwisuda lagi seperti Mamanya ketika menyelesaikan Program Magisternya.
  2. Seluruh Sahabat-sahabatku yang tidak dapat saya sebut satu demi satu, akan tetapi memiliki andil besar dalam memberikan semangat demi terselesaikannya penelitian ini.


MOTTO

  1. Berbuatlah yang terbaik demi kebahagiaan orang-orang yang terkasih walaupun terkadang serasa melelahkan dan menjemukan.
  2. Hidup itu bagaikan naik sepeda, Anda tidak akan jatuh kecuali bila berhenti mengayuh.











RINGKASAN

            Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan 2002-2007, dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tersebut.
            Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif. Sasaran penelitian adalah semua pihak yang terkait dengan  proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dilokasi penelitian. Teknik pengambilan sampel purposive sampling, dengan metode pendekatan what happening, melalui wawancara, dokumentasi kumpulan arsip dan observasi tak berperan, analisis data menggunakan model analisis interatif.
Setelah dilakukan penelitian dan pengkajian yang mendalam dihasilkan fakta bahwa ada suatu kondisi yang bersifat maldesign yang memungkinkan terjadinya beberapa perilaku politik unik yang ditunjukkan oleh para aktor politik dan aktor kebijakan yang terlibat dalam proses pemilihan tersebut. Dalam proses implementasi kebijakan, pemilihan tersebut sangat dipengaruhi faktor dari luar lingkungan kebijakan yang meliputi faktor politik dan faktor ekonomi.
Faktor-faktor politik  yang mempengaruhi proses pemilihan tersebut adalah Pertama, terdapat rangkap pencalonan Wakil Bupati yang berpasangan dengan 2 (dua) calon Bupati sekaligus yang berasal dari 2 (dua) fraksi yang berbeda. Kedua, pengunduran diri calon Wakil Bupati tersebut karena dilakukan beberapa saat sebelum pemungutan suara, menimbulkan akibat hukum yang fatal sehingga terjadi pro-kontra sah tidaknya proses pemilihan yang mengakibatkan deadlock dalam rapat paripurna. Implikasi pengunduran diri tersebut membuat hanya terdapat satu calon tunggal, suatu kondisi yang tidak diperbolehkan dalam PP 151/2000. Namun pihak lain, dalam hal ini fraksi yang mengajukan pasangan calon yang dianggap sebagai calon tunggal itu tetap bersikeras bahwa proses pemilihan berjalan sebagaimana aturan dan tata tertib yang berlaku dan dianggap sah. Ketiga, terjadi manipulasi surat suara dalam proses pemungutan suara, karena kartu suara milik 12 orang anggota dari dua Fraksi yang walk-out tetap dimasukkan dalam kotak suara dan dihitung abstain.
Adapun faktor ekonomi yang berpengaruh yaitu munculnya dugaan politik uang atau money politics yang mewarnai proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati masa jabatan 2002-2007 di Kabupaten Brebes.

Kata Kunci :  Implementasi Kebijakan Pemilihan Kepala Daerah,Kepentingan dan strategi aktor dalam proses pemilihan, Faktor ekonomi.




SUMMARY

This research was aimed firstly to describe the process of  Brebes Resident and Vice Resident election for period of year 2002 to 2007, and secondly to describe several factors that might influence the above election processes.
This research was conducted in Brebes Residence applying a qualitative descriptive approaches. All aspects exist in the research location which related with the election processes were treated as reseacrh objects. A purposive sampling method with a specific approach caled “what is happening?” was done throught out this reseacrh applying intereview, analysis of archieves as well as observation data were then analysed using an interactive analisis model.
This research result shows that there was a fact of which called mal design condition led to some unique politic behaviours represented by political actors as well as policy makers which intensively tied to the election processes. During the processes of policy implementation those election processes a strongly infuenced by external factors of the policy invironment including those of political and economic factors.
Those political factors which influenced the election activities were, Firstly, there were double vice resident candidacy paired with 2 different resident candidates of to different fraction. Secondly, a quiting movement of the particular vice resident candidate from the election processes just in a short time before the H day. This of course, caused a fatal effect of law led to a dead lock situation in the comprehensive meeting discussion, whether the election vote would be accepted or not. The candidacy quiting movement, implied an only one candidate left for the election, which is not permitted by law ( PP 151/Th 2000 ) on the contrary,  fraction backing -up the only candidate said that the show must go on as already stated on their own agreement. Thirdly there was  a ballot manipulation where 12  voters of the walk -out voters were still counted as abstain.
Although economic factors influenced called money politics also appeared in this election.
Key  words : Implementation of Residential  election policy, Actor is interests & strategies on the election processes, Economic factor.



PRAKATA

            Tiada kata yang patut diucapkan selain Puji Syukur Kehadirat Allah SWT. pencipta alam semesta. Karena atas karunia waktu, kesehatan, dan kesempatan yang diberikan, maka penulisan tesis yang berjudul “ Proses Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002 – 2007, Studi Kasus Implementasi Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Brebes Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000” dapat diselesaikan dengan baik. Karya tulis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Adminstrasi Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Jenderal Soedirman.
            Penyelesaian tulisan tesis ini hingga mencapai bentuk akhir dapat terwujud karena adanya dorongan, dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1.      Bapak Drs. Muslich Faozanudin, M.Sc., sebagai Pembimbing I yang telah membimbing penulis selama menyusun tesis dengan penuh kesabaran ;
2.      Bapak Drs. Pawrtha Dharma, M.Si., sebagai Pembimbing II atas masukan dan koreksinya yang cukup berharga bagi penyempurnaan tesis ini.
3.      Almarhum Bapak Drs. Muchtar Wisnu Wardoyo, M.Si., semula sebagai Pembimbing II yang hingga akhir hayatnya telah turut memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
4.      Bapak DR.Paulus Israwan Setyoko,M.S., yang berkat ketelitian dan keterbukaannya sebagai penguji telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini dengan baik.
5.      Bapak Drs. Sukarso Msi, dengan pengalaman dan bimbingannya sebagai tim penguji yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik.
6.      Bapak dan Ibu Staf Pengajar  dilingkungan Program Pascasarjana MAP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, yang telah membuka cakrawala pengetahuan khususnya bidang Ilmu Adminstrasi Publik.
7.      Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana Jurusan Ilmu Adminstrasi  Publik.
8.      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Kabupaten Brebes, yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian, sehingga proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007 dapat didokumentasikan dalam bentuk karya ilmiah.
9.      Segenap Rekan Anggota, Para Ketua Fraksi dan Pimpinan  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Brebes Masa Bhakti 1999-2004 yang telah dengan senang hati memberikan keterangan dan masukkan dalam wawancara.
10.  Rekan-rekan pergerakan yang tergabung dalam LSM/NGO yang telah memberikan spirit kepada penulis untuk mendokumentasikan proses pemilihan tersebut sebagai karya ilmiah.
Akhirnya penulis menyadari bahwa sebagai karya ilmiah, tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan baik dalam penilaian, mengutip sumber dan mencantumkan istilah, sehingga tidak berlebihan kiranya bila semua itu menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya. Semoga karya tulis yang disajikan dalam bentuk sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Amien.

                                                                              Purwokerto,      Juni 2005.
                                                                                                  Penulis.                                                                                                      



                                                                             Agung Widyantoro
DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                                             
Halaman
DAFTAR TABEL                    .....................................................................   i          
DAFTAR GAMBAR                ......………………………………………... ii          
DAFTAR LAMPIRAN              ..................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  Masalah      ..........…………………................      1
B. Perumusan Masalah             ........……………..........................    11
C. Tujuan Penelitian                    ..............…………………....... ....    12
D. Kegunaan Penelitian            ......…………………………….....      12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
            A.  Pemilihan Kepala Daerah sebagai
                  Kebijakan Publik                  .....................................................     14    
            B.  Implementasi PP Nomor 151 Tahun 2000
                  tentang Pemilihan Kepala Daerah  ...........................................    16
            C. Kerangka Pikir Penelitian   ..………………………..................    21

BAB III. METODE PENELITIAN dan ANALISIS
            A. Metode Penelitian   ………………………………..................      22   
                 1. Sasaran Penelitian    ........................................................ ....      22
     2. Teknik Pemilihan Informan  .…………………………........     23
     3. Lokasi Penelitian   .………………………………................     25
     4. Fokus Penelitian    ............................……….........................     25
     5. Teknik Pengumpulan Data    ........….………………............     31
     6. Jenis Data    ........................................………………...........     33
           


B. Metode Analisis     ............................………........................         33
     1. Validitas Data    ................................................................         33
     2. Teknik Analisa   ................................................................         34                              a. Reduksi Data   ...............................................................         34
         b. Data Display    ..............................................................         35
         c. Penarikan Kesimpulan   ................................................         36
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.     Kondisi Keanggotaan DPRD Kabupaten Brebes
periode 1999-2004   .................................................................      44
1. Dinamika Politik DPRD Brebes dalam Pemilihan Bupati dan –
          Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007  .......      44
      2. Disparitas Politik dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
          Masa Jabatan Tahun 2002-2007   .........................................      47
B.     Proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007 ...  51
1.  Tahapan dalam Proses Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Brebes     ...................................................   51
a. Tahap Persiapan   ............................................................      52
    1). Kegiatan dalam tahap persiapan    .............................      52
    2). Tempat tahap persiapan dilakukan  ............................     67
                3). Pihak yang terlibat dalam tahap persiapan   ...............     67
                4). Alasan kenapa tahap persiapan dilakukan   ................     67
                5). Bagaimana tahap persiapan dilakukan    .....................    68
            b. Tahap Pelaksanaan Pemilihan    ......................................     69
     1). Kegiatan dalam tahap pelaksanaan pemilihan   .........    69
                 2). Tempat tahap pelaksanaan pemilihan dilakukan  .......   72
                 3). Pihak yang terlibat dalam tahap pelaksanaan
pemilihan ..................................................................   72
                  4). Alasan kenapa tahap pelaksanaan pemilihan
dilaksanakan ..............................................................  73
                  5). Bagaimana tahap pelaksanaan pemilihan
dilakukan   .................................................................   73
c. Tahap Monitoring dan Evaluasi    ...................................   107
                1). Kegiatan dalam tahap monitoring dan evaluasi .........   107
                2). Tempat tahap monitoring dan evaluasi dilakukan  .....  108
                3). Pihak yang terlibat dalam tahap monitoring
dan evaluasi  ...............................................................  108
                4). Alasan kenapa tahap monitoring dan evaluasi
dilakukan  .................................................................... 108
                5). Bagaimana tahap monitoring dan evaluasi
dilakukan   .................................................................   109
2.   Faktor Politik dan Faktor Ekonomi Politik  
dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes .............  121
C.     Analisis Implementasi Kebijakan PP 151/2000  ..........................    135

BAB VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan .................................................................................    139
B. Implikasi  ....................................................................................    146

DAFTAR PUSTAKA  ................................................................................    152


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Tuntutan utama masyarakat yang sangat menonjol dalam era otonomi daerah saat ini adalah bagaimana Pemerintah Indonesia dapat mengembangkan kehidupan demokrasi yang berkeadilan. Serta menjamin pemerataan kesejahteraan pada masyarakat banyak dengan tetap menjaga dan memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga.
Guna mewujudkan tuntutan dan keinginan tersebut, maka kedudukan Kepala Daerah mempunyai arti dan peran yang sangat strategis dalam menyelenggarakan  pemerintahan di daerah. Sebab inti dari penyelenggaraan otonomi daerah pada dasarnya berbasis pada penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten atau kota, dengan tujuan untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang menjamin kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
      Arti dan peran strategis yang dimiliki seorang Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud, bertumpu pada substansi dan fungsi dasar pemerintahan daerah, yaitu pelayanan kepada masyarakat melalui bermacam-macam cara dan sarana. Dimana salah satunya melalui proses pembangunan daerah untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan masyarakat setempat lainnya (Yuwanto, 2002:2). Berdasarkan keharusan dan kenyataan yang sangat berat serta kompleksnya kewajiban tersebut, maka diperlukan sosok Kepala Daerah yang cakap (capable) dan dapat diterima oleh masyarakat setempat (acceptable).
      Sosok Kepala Daerah yang cakap dan dapat diterima oleh masyarakat setempat  merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan kemandirian otonomi daerah. Menurut Yuwanto (2002:12), Kepala Daerah sebagai figur yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah, harus bersikap dan berlaku sebagai seorang manajer yang memiliki berbagai kemampuan tertentu, antara lain; kemampuan mengatur dan melaksanakan aturan-aturan yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah (self-regulating power), kemampuan melakukan berbagai penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi termasuk melakukan terobosan inovatif untuk mengolah potensi daerah (self modifying power), serta kemampuan memelihara dan mengembangkan legitimasi masyarakat terhadap kewenangan dan kegiatan pemerintahan daerah (creating political support). Selanjutnya adalah kemampuan mengembangkan pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah guna pembiayaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat (managing finance resources) dan kemampuan mengembangkan sumber daya manusia di daerah dengan bertumpu pada kemampuan intelektualitas dalam menyelesaikan berbagai masalah (developing brain power).
     

Sebagai sosok administrator publik, Kepala Daerah hendaknya adalah orang baik yang menguasai pelbagai metode dan teknik yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi publik. Sifat dan penguasaan tersebut menuntut Kepala Daerah sebagai sosok yang etis, rasional, pandai menggunakan prinsip, metode dan teknik-teknik sesuai kebutuhan. Disamping itu Kepala Daerah juga dituntut untuk responsif, selalu peka terhadap kebutuhan masyarakat.
      Meskipun tidak mudah, atau bahkan hampir mustahil masyarakat dapat memperoleh pemimpin daerah yang memenuhi semua jenis kemampuan sebagaimana tersebut di atas. Tetapi justru ditangan para wakil rakyat yang duduk dilembaga legislatif itulah maka upaya dan rintisan kearah itu dapat mulai dilakukan karena dalam ketentuan yang tertuang pada pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa, “Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan”. Dengan demikian maka pengakuan akan adanya kedaulatan rakyat, dimanifestasikan dalam bentuk memaksimalkan peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai representasi perwakilan rakyat, terutama dalam hal menetapkan kebijakan. Salah satu dampak positif kebijakan itu adalah terjadinya penguatan peran DPRD dalam proses pemilihan dan penetapan Kepala Daerah, dimana satu diantaranya ialah terbukanya kesempatan yang luas bagi lahirnya Kepala Daerah yang mencerminkan keterwakilan aspirasi rakyat dan dipilih secara demokratis. Sehingga nampak jelas bahwa masyarakat menginginkan adanya peningkatan kualitas demokrasi yang dibangun dari bawah. Harapan yang mungkin sulit dicapai jika pemilihan Kepala Daerah masih memakai landasan yuridis Undang-undang Nomor 5 tahun 1974.
Berdasarkan peraturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang dapat menentukan siapa yang akan menjadi Gubernur, Bupati dan Walikota adalah sejumlah pejabat yang secara kuantitatif terbatas sekali. Secara berurutan, penunjukkan Kepala Daerah di tingkat kabupaten/kota adalah komandan Korem (Komando Resort Militer) dan Panglima Kodam (Komando Daerah Militer), sedang untuk Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dilakukan oleh Kantor Menteri dalam Negeri yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi daerah (Syaukani, 2002 : 301-302).
Kondisi yang berbeda muncul setelah Otonomi Daerah diberlakukan, dimana menurut ketentuan Undang-undang Nomor : 22 Tahun 1999 mekanisme pencalonan menjadi sangat terbuka, dan rekruitmen Kepala Daerah menjadi sepenuhnya tanggung jawab masyarakat setempat melalui DPRD. Hal ini selaras dengan ketentuan pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa :
(1)   Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan.




Selanjutnya untuk memudahkan proses implementasi kebijakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang bernuansa demokratis tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan produk hukum sebagai pedoman pelaksanaan kewenangan tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 151 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebagai suatu landasan konstitusi, maka Peraturan Pemerintah Nomor 151 tahun 2000 tersebut menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan proses pemilihan kepala daerah yang dilakukan pada setiap pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota, termasuk proses pergantian kepala daerah di Kabupaten Brebes yang telah dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2002.
Selanjutnya berdasarkan lingkup kajian Ilmu Administrasi Negara, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 151 tahun 2000 tersebut merupakan salah satu kebijakan publik yang harus ditempuh didalam upaya mencari figur Kepala Daerah yang mampu mengembangkan dan melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Dimana didalamnya memuat peraturan yang berisi serangkaian tindakan yang memiliki tujuan tertentu dan harus diikuti serta dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Dengan demikian, proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes, apabila dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 seharusnya dapat berjalan lancar. Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa hal tersebut belum sepenuhnya dapat terwujud. Sebab proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes untuk masa jabatan tahun 2002-2007 sempat mengalami stagnasi (terhenti prosesnya). Akibatnya, proses pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Brebes sempat terkatung-katung sampai tujuh bulan lamanya, terhitung sejak tanggal 29 Mei 2002 hingga November 2002. Dimana proses penetapan pasangan Kepala Daerah, pengesahan serta pelantikannya tertunda-tunda dalam pelaksanaan. Padahal banyak daerah lain di propinsi Jawa Tengah yang sudah menyelesaikan proses pemilihan Kepala Daerah.
Awalnya proses pergantian kepala daerah di Kabupaten Brebes terjadi karena sebelumnya didahului oleh peristiwa meninggalnya Bupati Brebes, Almarhum Tajuddin Nooraly, sebelum masa jabatannya berakhir. Almarhum Tajuddin Nooraly terpilih sebagai Bupati untuk masa jabatan Tahun 1998-2004, dimana pada saat itu masih berlaku ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974.
Secara teoritis, peristiwa meninggalnya Alm. Tajuddin Nooraly tentu sangat berpengaruh pada dinamika politik di Kabupaten Brebes. Berbagai elemen kepentingan mulai menyiapkan strategi demi proses peralihan kekuasaan yang sudah harus dilaksanakan untuk mengisi kevakuman jabatan.
Partai-partai politik, melalui fraksi masing-masing, mulai saling mengukur kekuatan dan kelemahan untuk mencalonkan kader-kader terbaiknya untuk menduduki jabatan paling strategis di tingkat Kabupaten. Proses tarik menarik kepentingan inilah yang kelak memunculkan masalah. Terutama dalam ihwal pencalonan dan penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan 2002-2007.
Stagnasi pada proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang hendak diteliti penulis didasarkan pada dualisme pencalonan yang melibatkan dua pasang calon yang berbeda dengan satu calon Wakil Bupati yang sama, dan secara kebetulan dicalonkan  oleh dua fraksi yang sama sekali berbeda. Sebetulnya terdapat tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, dimana terdapat dua pasangan calon yang memiliki calon Wakil Bupati yang sama. Disamping itu, terjadi pengunduran diri oleh pasangan calon Wakil Bupati yang sama tersebut, sehingga pada saat pemilihan berlangsung hanya diikuti oleh 1 (satu) pasangan calon saja atau calon tunggal, sebab kedua pasangan calon yang lain dianggap gugur secara hukum, karena tidak mempunyai calon Wakil Bupati.
Dalam konteks ini, faktor diluar peraturan memegang peranan penting yang menyebabkan terhentinya proses pemilihan selama kurang lebih 7 (tujuh) bulan lamanya. Sebab, aturan main pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dalam hal  ini PP Nomor 151 Tahun 2000 memang tidak memuat klausul yang menyebutkan bahwa seorang calon Wakil Bupati boleh merangkap jadi pasangan calon Bupati yang lain. Dan ironisnya, tidak ada ketentuan yang mengatur boleh atau tidaknya pasangan calon mengundurkan diri saat menjelang pemilihan berlangsung. Jika merujuk pada Grindle, maka tidak salah jika kemampuan aktor, dalam hal ini anggota legislatif atau legislator, yang terlibat dalam implementasi kebijakan sangat menentukan “merah-hijau”-nya suatu kebijakan, baik dalam proses penyusunan (formulasi) maupun dalam proses penerapan (implementasi).
Selanjutnya setelah melewati masa transisi dibawah kepemimpinan Pelaksana Tugas Harian (PLTH) Bupati Drs. Tri Harjono, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Brebes berketetapan untuk melakukan penggantian Kepala Daerah secara definitif melalui proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang dilaksanakan satu paket berdasarkan ketentuan perundangan yang baru.
Proses pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tersebut pelaksanaannya melalui beberapa tahapan dimulai dari tahap pendaftaran, penyaringan, penetapan pasangan bakal calon, penetapan pasangan calon, rapat paripurna khusus, pengiriman berkas pemilihan, pengesahan, dan pelantikan.
Akan tetapi sebelum tahapan tersebut di atas dilaksanakan, berdasarkan ketentuan pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diberi mandat untuk membentuk dua kepanitiaan; yakni Panitia Khusus dan Panitia Pemilihan. Panitia Khusus dibentuk pada tanggal 31 Januari 2002 dengan Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 1 Tahun 2002 dengan tugas menyusun Tata Tertib Pemilihan. Selanjutnya setelah Tata Tertib Pemilihan sebagaimana dimaksud tersusun, lantas dituangkan dalam Peraturan Daerah yang diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tanggal 14 Februari 2002 dengan Surat Keputusan Nomr 04 Tahun 2002. Tugas panitia khusus akan berakhir pada saat peraturan tata tertib pemilihan Kepala Daerah ditetapkan.
Sedangkan dasar pembentukan Panitia Pemilihan adalah dengan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nomor 02 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Februari 2002 dengan tugas sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dengan wilayah tanggungjawab yang meliputi seluruh proses-proses administrasi pemilihan Kepala Daerah. Masa jabatan panitia pemilihan akan berakhir saat penetapan Bupati dan Wakil Bupati terpilih dilaksanakan.
Melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Brebes pada tanggal 14 Februari 2002, telah dikeluarkan Surat Keputusan DPRD Nomor : 04 Tahun 2002 yang mengatur tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan tahun 2002-2007 dengan perubahan dan penambahan pada beberapa pasal sebagaimana tertuang dalam Keputusan DPRD Nomor : 07 Tahun 2002. Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian ini, ketentuan tersebut untuk selanjutnya akan disebut sebagai Tata Tertib Pemilihan.
Berdasarkan peraturan diatas maka Panitia Pemilihan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai penyelenggara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes, yang dalam melaksanakan tugasnya menggunakan Tata Tertib Pemilihan, dengan selalu berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000. Apabila aspek kepatuhan dijunjung tinggi berdasarkan peraturan-peraturan sebagaimana digariskan diatas, proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang dilaksanakan satu paket itu seharusnya dapat berjalan lancar, akan tetapi dalam kenyataannya banyak daerah yang mengalami masalah.
Sehingga muncul pertanyaan, mengapa pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dibeberapa wilayah Kabupaten/kota dapat berjalan lancar, sedangkan pada beberapa wilayah Kabupaten/kota lain masih terdapat perselisihan, padahal aturan main yang digunakan sama? Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka dapat diasumsikan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan kebijakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Baik faktor yang berhubungan dengan peraturan perundangan maupun faktor diluar peraturan-perundangan.
Dalam pada itu, Kabupaten Brebes merupakan salah satu contoh yang relevan dimana pemilihan Kepala Daerah mengalami stagnasi (kemandekan). Mandek disini mempunyai arti, adanya kondisi yang membuat proses pemilihan perlu dihentikan sebagai akibat ketidaksesuaian antara praktik pemilihan dengan tata tertib pemilihan Kepala Daerah. Hal ini diiindikasikan dengan sikap walk-out yang ditunjukkan  beberapa peserta sidang paripurna DPRD Brebes saat terjadi pengunduran diri calon Wakil Bupati, sehingga dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati lain dianggap gugur sehingga hanya ada calon tunggal.
Disamping itu, terdapat pula indikasi bahwa implementasi kebijakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes mengalami kesalahan, sebab dalam praktik pemilihan ada beberapa kondisi dimana penerapan prosedur administrasi pemilihan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam kebijakan peraturan pemerintah tersebut. Sehingga dalam aspek penyelesaian masalah, panitia pemilihan cenderung lebih menekankan pada apa yang sebenarnya terjadi pada saat kebijakan pemilihan Bupati diterapkan.
Dalam pelaksanaannya ungkapan kekecewaan dan rasa tidak puas sebagian warga masyarakat yang diwujudkan melalui sejumlah protes pada legislatif mengindikasikan bahwa telah terjadi kesalahan dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes, faktor kesalahan itulah yang ingin dikaji dalam penelitian ini. Baik kesalahan yang bersifat prosedural atau segala hal yang tidak sesuai dengan tata tertib pemilihan maupun yang bersifat human error (politicians error).

BPerumusan Masalah
            Timbulnya permasalahan dalam proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati merupakan proses dinamis yang wajar terjadi mengingat banyaknya kepentingan yang terlibat didalamnya. Namun demikian, secara politis, adakalanya permasalahan yang terjadi sebenarnya bukan “masalah” tetapi dikondisikan sebagai “masalah” oleh pihak tertentu. Misalnya, untuk sekedar mengambil contoh, sebagai perwujudan rasa tidak  puas dari calon yang tidak banyak memperoleh dukungan, dengan berbagai cara mereka menuding bahwa proses pemilihan yang terjadi seakan-akan “bermasalah”, meski kenyataannya mungkin tak seperti yang dituduhkan.

Untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih detail terhadap proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000, maka fokus masalah dalam penelitian ini akan dibatasi pada persoalan-persoalan yang bersifat administratif dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pokok permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah :
  1. Bagaimana proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007 berlangsung ?
  2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
         Sesuai  dengan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.
2.      Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan 2002-2007.

D. Kegunaan Penelitian.
1.      Kegunaan Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian tentang implementasi kebijakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, terutama bagi ilmu Administrasi Negara, khususnya ilmu Kebijakan Publik.
  1. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pedoman bagi pemerintah Kabupaten Brebes dalam rangka mengimplementasikan secara efektif kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 151 tahun 2000 terhadap keabsahan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat pula menjadi referensi maupun bahan pembanding bagi penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemilihan Kepala Daerah sebagai Kebijakan Publik
Pembuatan kebijakan (policy making) adalah proses yang pasti dijumpai dalam setiap sistem politik. Bahkan dapat dikatakan bahwa produk dari setiap sistem politik adalah kebijakan (Wibawa, 1994 : 13). Pada bagian yang lain dirumuskan oleh Anderson (dalam Abdul Wahab, 1991: 12) bahwa kebijakan adalah perilaku sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang tertentu.
Friedrich (dalam  Abdul Wahab, 2001: 3) menyatakan, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarahkan pada yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sedang menurut Gaffar (dalam Soebiantoro, 1999 : 2), kebijakan publik pada dasarnya lahir karena adanya masalah yang dihadapi oleh masyarakat tertentu atau masyarakat secara keseluruhan bahkan untuk kepentingan negara sebagai organisasi. Dengan demikian kebijakan publik merupakan jawaban atau pemecahan terhadap suatu masalah melalui tindakan yang terarah.

Kebijakan publik dapat didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli, dari definisi yang sangat luas, misalnya sebagaimana dikemukakan oleh Dye (1976: 28) : “public policy is whatever government choose to do or not to do”  (apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Sedang definisi yang lebih kongkrit dikemukakan oleh Peters (1982: 36) : “public policy is the sum of activities of goverment, wheter acting directly or trought agents, at is hat an influence on lives of citizens.” Sementara itu Easton (dalam Islamy, 2001 : 19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai : “Pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat (the authoritative allocation of the values for the whole society)”.
Apapun definisinya, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan yang amat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konklusi Islamy (2001: 20-21) dari berbagai definisi tentang kebijakan negara (public policy). Dikatakannya bahwa kebijaksanaan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Pengertian ini mempunyai implikasi sebagi berikut :
  1. Bahwa kebijaksanaan negara dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah.
  2. Bahwa kebijaksanaan negara tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk nyata.
  3. Bahwa kebijaksanaan negara, baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
  4. Bahwa kebijaksanaan negara harus senantiasa ditujukan bagi seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan publik menurut pandangan penulis, adalah seperangkat aturan yang telah disepakati bersama dan ditetapkan oleh suatu kelompok, instansi atau lembaga yang bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh publik atau para anggota kelompok itu. Dalam arti kebijakan yang mempunyai dimensi untuk meningkatkan harkat hidup orang banyak.

B. Implementasi PP Nomor 151 Tahun 2000 tentang Pemilihan Kepala Daerah
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Menurut Goggin (1990:52), implementasi sebagai proses yang untuk mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan dan menyusun kembali kebijakan tersebut. Mazmanian dan Sabatier (dalam Abdul Wahab, 1991 : 68-69) merumuskan pendapat yang hampir senada sebagai berikut :
Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar. …. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas/tujuan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan pelaksana, kesediaan dilaksanakannya keputusan–keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran. … dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap peraturan yang bersangkutan.

      Udoji (dalam Abdul Wahab, 2001 :59) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian yang tersimpan di lemari arsip kalau tidak diimplementasikan.
Berbeda dengan Goggin (1990 : 9) yang menyatakan bahwa istilah kebijakan publik (public policy) pada akhir dekade ini telah banyak dimaknai sebagai pembentukan atau pemakaian kebijakan (policy formation or adoption). Bahkan pada dekade mendatang, bidang kebijakan publik sangat ditentukan pada fokusnya tentang implementasi dan tahun 1990-an merupakan era implementasi, sebagaimana dikatakan Goggin, “In fact, the field of public policy in the next decade will be defined by its focus on implementation. The ninties are likely to be the implementation era”.
Dalam pandangan penulis, implementasi kebijakan adalah bagaimana sebuah kebijakan, baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, atau peraturan lainnya yang telah ditetapkan bersama itu dijalankan atau dilaksanakan dan dipatuhi oleh publiknya guna mencapai tujuan sebagaimana yang telah digariskan dalam peraturan tersebut.
Dalam penelitian kali ini model Marille S. Grindle digunakan untuk  memfokuskan kajian pada tiga komponen kebijakan yaitu : tujuan kebijakan, aktivitas penerapan, dan hasil (out comes). Aktivitas penerapan kebijakan sangat tergantung implementability suatu program yang dapat dilihat dari isi (konten) dan lingkungan apa yang terjadi (konteks).
Pemilihan model Grindle didasarkan pada aktivitas dasar berupa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tentang Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Brebes. Dalam arti, disamping menelaah penerapan, penelitian ini juga berupaya melihat hasil (outcomes) dari proses pemilihan Kepala Daerah sebagai bidang kajian implementasi. Dengan mempertegas bidang kajian pada isi Peraturan Pemerintah tersebut diatas mana-mana yang diterapkan dan atau isi Peraturan Pemerintah tersebut diatas mana-mana yang tidak diterapkan sesuai dengan yang digariskan. Serta berupaya untuk memeriksa dengan jernih dalam konteks apa Peraturan Pemerintah tersebut diatas diterapkan.
Isi kebijakan mencakup kepentingan yang dipengaruhi, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, pelaksanaan program kebijakan, sumber daya yang dikerahkan. Sedangkan konteks kebijakan mencakup kekuatan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, kepatuhan, serta daya tanggap pelaksana.
Penelitian ini juga menggunakan model Sabatier dan Mazmanian dimana implementasi kebijakan merupakan perpaduan fungsi tiga variabel yaitu : karakteristik masalah, struktur manajemen program yang terencana dalam aliran-aliran, dan faktor diluar aturan. Implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang digariskan (top down model). Atau sebaliknya dimana implementasi kebijakan selalu punya kecenderungan untuk dipengaruhi oleh faktor diluar aturan. Termasuk dalam kajian pemilihan Kepala Daerah Brebes yang hendak diteliti kali ini, dimana faktor diluar aturan dianggap mempunyai peran yang lebih besar ketimbang aturan-aturan formil itu sendiri.
Disamping  model-model di atas ada pula model lain. Dalam hal ini, Ripley (1985) menyatakan bahwa implementasi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu compliance (kepatuhan) dan what’s happening (apa yang terjadi). Dari perspektif compliance (kepatuhan), kebijakan dikatakan berhasil jika para pelaksana mematuhi petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh birokrasi atau yang ada di dalam kebijakan itu sendiri. Dalam kaitan ini, keberhasilan implementasi proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan 2002-2007 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 adalah apabila para pelaksana kebijakan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Brebes dapat mematuhi isi atau semua pasal yang terdapat di dalamnya. Lebih lanjut dikatakan oleh Ripley, karena perspektif ini lebih merupakan analisis karakter dan kualitas perilaku organisasional, maka paling tidak terdapat dua kekurangan yaitu banyaknya faktor non-birokratis yang berpengaruh dan ada program-program yang tidak disusun dengan baik (maldesign).
Selanjutnya adalah perspektif what’s happening, yakni suatu perspektif yang sangat berbeda dengan perspektif kepatuhan, karena perspektif ini berasumsi adanya banyak faktor yang dapat dan telah mempengaruhi implementasi kebijakan, dan biasanya faktor tersebut terutama berasal dari lingkungan luar kebijakan. Berdasarkan asumsi tersebut maka ada indikator implementasi kebijakan mulai dari diturunkan sampai dengan diimplementasikan yang tidak harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam kebijakan tersebut, sehingga titik berat perspektif ini adalah apa yang benar-benar terjadi setelah program atau kebijakan itu diimplementasikan.
Didalam penelitian ini model compliance bisa saja digunakan karena dalam kasus pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 tersebut, terdapat penyimpangan terhadap peraturan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 dan aturan pelaksanaan lainnya. Akan tetapi karena upaya penyelesaian masalah tersebut lebih bernuansa “kreatifitas“ (political action) bagaimana para aktor dalam memainkan peran di “panggung politik”, sehingga penulis lebih menekankan penelitian ini pada pendekatan what’s happening yaitu lebih difokuskan pada perspektif apa yang terjadi pada proses pemilihan tersebut.
Mitchell (dalam Staniland 2003 : 52) menyebutkan bahwa “ sang aktor diasumsikan mempunyai properti khusus tertentu termasuk seperangkat selera atau urut-urutan preferensi dan sebuah kemampuan untuk membuat keputusan rasional atau kemampuan untuk memilih penyelesaian yang paling efisien bagi dilema pilihannya” pendekatan ini, pada prinsipnya dapat diterapkan pada berbagai situasi termasuk pada seorang pemberi suara dalam bilik polling/TPS. Dengan demikian maka proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007 menjadi lebih menarik dikaji, karena pada saat proses pemilihan tersebut dilaksanakan justeru terdapat masalah-masalah yang menyebabkan proses pemilihan tersebut tertunda sampai 7 (tujuh) bulan, sehingga pernah menjadi pusat perhatian masyarakat Brebes pada khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya.
E.   Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan ladasan teoritik yang telah diuraikan di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Keputusan DPRD Kab.Brebes :
-         Nomor :04/Th.2002
-         Nomor :07/Th.2002
 
 






                                                                       


Implementasi :
What Happening        
 

Outcomes/
Hasil
 
 


  
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian






BAB III
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode “deskriptif kualitatif”, selaras dengan definisi Bogdan dan Tylor (Moleong, 2003 : 3), metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh, dengan demikian maka dalam pendekatan ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari keutuhan.
1.      Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dilokasi penelitian baik secara langsung ataupun tidak angsung, yang terdiri dari :
a.       Pimpinan DPRD Kabupaten Brebes Masa Jabatan 1999-2004
b.      Anggota DPRD Kabupaten Brebes Masa Jabatan 1999-2004
c.       Para Ketua Fraksi di DPRD Kabupaten Brebes Masa Jabatan 1999-2004
d.      Sekretaris Daerah Kabupaten Brebes, selaku kepanjangan tangan Gubernur untuk melaksanakan tugas Gubernur, dalam situasi transisi kepemimpinan daerah Kabupaten Brebes.
e.       Tokoh Masyarakat, Alim Ulama dan Para tokoh LSM/NGO (Non Government Organization) sebagai pemantau kegiatan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes.
f.        Kalangan pers dan media massa yang turut meliput kegiatan pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.

2.   Teknik Pemilihan Informan
Teknik pengambilan sample yang dipilih dalam penelitian ini adalah purposive sampling, atau biasa disebut dengan sampel bertujuan. Dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara dalam. Namun demikian, informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton dalam Sutopo, 1995 : 21-22).  Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada kedalam suatu konteks yang unik serta untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan “bola salju”, makin lama makin banyak respondennya (Moleong, 1998 : 166). Sampel yang dipilih adalah sample yang relevan dengan fokus penelitian, serta dianggap mengetahui dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data, serta mengetahui secara mendalam tentang permasalahan yang akan diteliti. Pemilihan sampel akan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.
Satuan kajian yang ditetapkan dalam penelitian kali ini bersifat perorangan, yang saat itu berperan dalam pemilihan kepala daerah. Termasuk didalamnya adalah; jajaran pimpinan, anggota, serta ketua fraksi DPRD Kabupaten Brebes masa jabatan 1999-2004, tokoh masyarakat, tokoh LSM/NGO, jajaran pemerintahan Kabupaten Brebes, serta kalangan media. Responden dipilih berdasarkan fokus penelitian. Yakni pribadi-pribadi yang terlibat secara langsung dalam peristiwa pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007. Baik yang berperan sebagai Panitia Khusus yang bertugas menyusun tata tertib pemilihan maupun Panitia Pemilihan yang bertugas menyelenggarakan tahap pemilihan, penetapan, pengesahan dan pelantikan. Serta unsur Pimpinan DPRD yang bertugas memimpin jalannya rapat paripurna dalam penyelenggaraan pemilihan maupun unsur Pimpinan Fraksi yang terlibat sebagai stake holder dalam proses pemilihan maupun pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. Termasuk pula diantaranya, aktivis NGO /LSM yang sejak awal terlibat aktif dalam proses sosialisasi pemilihan Bupati dan Wakil  Bupati maupun dalam tahap monitoring dan evaluasi, dimana kalangan SLM banyak yang memberikan kritik dan masukan dalam mensikapi proses maupun hasil-hasil pemilihan. Seluruhnya memiliki peranan dalam masa transisi pemilihan kepala daerah definitif. 
Pemilihan responden ini akan menjadi fleksibel, mengingat pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bola salju. Hal ini diperkuat oleh Patton (dalam Sutopo, 1988 : 22), yakni  informan yang dipilih dapat mengajak informan lain yang lebih tahu, maka pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Berdasarkan apa yang tertera di atas maka sifat sampling dapat dikatakan lebih berbentuk “Criterion, based selection” daripada “Probability Sampling” (Goetz & Lecompte dalam Sutopo, 1988 : 22).

3.   Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Brebes yang difokuskan di lingkungan DPRD Kabupaten Brebes.

4.   Fokus Penelitian
Proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan 2002-2007, dalam implementasinya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 apabila dikaitkan dengan pendapat Mazmanian dan Sabatier (dalam Abdul Wahab, 1990 : 51), maka pemahaman suatu implementasi selalu berhubungan dengan apa yang senyatanya terjadi setelah program tersebut ditegaskan, dengan demikian fokus penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan What Happening (Ripley & Franklin, 1982 ; & Ripley, 1985 : 134-138) yaitu berusaha memotret pelaksanaan kebijakan dari segala hal. Diasumsikan bahwa implementasi kebijakan melibatkan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan demikian apa yang terjadi dalam implementasi jauh lebih penting dikaji daripada mempersoalkan sesuai tidaknya implementasi dengan keharusan-keharusan yang semestinya dilakukan. Apalagi faktor keterlibatan aktor segenap kepentingan dan strateginya, dengan intensitas tinggi seperti digambarkan Grindle (1994 : 25) akan turut mempengaruhi proses implementasi kebijakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes. Sehingga fokus penelitian dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengenai proses pelaksanaan (implementasi) Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan 2002-2007.
2.      Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan 2002-2007.
Adapun aspek-aspek yang dikaji secara rinci dalam fokus penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.   Proses pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 151 Tahun 2000 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002 - 2007

a.   Tahap Persiapan
        Tahap Persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan   dengan pembentukan Panitia Khusus yang bertugas menyusun Tata Tertib Pemilihan. Selanjutnya adalah pembentukan Panitia Pemilihan yang bertugas menyelenggarakan proses pendaftaran, penyaringan pasangan bakal calon, penetapan pasangan bakal calon dan terakhir penetapan pasangan calon. Tahap persiapan ini dilaksanakan di DPRD Kabupaten Brebes dengan melibatkan Panitia Khusus, Panitia Pemilihan serta Fraksi-fraksi yang berperan dalam proses penyaringan pasangan bakal calon, penetapan pasangan bakal calon serta penetapan pasangan calon. Tahap persiapan dilaksanakan karena Tata Tertib Pemilihan mengharuskan keseluruhan proses dilaksanakan sesuai dengan tata urutan yang berlaku sesuai dengan PP 151/2000.
b.   Tahap Pelaksanaan Pemilihan
Tahap Pelaksanaan Pemilihan ini meliputi seluruh aspek pemilihan yang terdiri dari pembacaan tata urutan pemilihan yang terdiri dari pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan, dan pengesahan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Tahap Pelaksanaan Pemilihan ini diselenggarakan di ruang rapat paripurna dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I untuk memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007. Aktor-aktor kebijakan yang terlibat dalam Tahap Pelaksanaan Pemilihan yakni Panitia Pemilihan dalam hal ini Pimpinan Rapat yang memimpin jalannya pemilihan, fraksi yang mengajukan pasangan calon berikut anggota DPRD sebagai pemilih. Tahap Pelaksanaan Pemilihan dilakukan untuk memilih pasangan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007. Pemilihan dilakukan dengan metode voting, satu anggota satu suara, sehingga terdapat total 45 suara, sesuai dengan jumlah keseluruhan anggota DPRD Kabupaten Brebes 1999-2004.


c.   Tahap Monitoring dan Evaluasi
Tahap Monitoring dan Evaluasi ini merupakan kegiatan yang berupa pengawasan atas jalannya pemilihan maupun penilaian atas jalannya pemilihan tersebut.  Monitoring dilakukan oleh aktivis NGO/LSM yang bernaung dalam beberapa wadah untuk mengontrol jalannya pemilihan, untuk memeriksa sah tidaknya jalannya pemilihan. Sedangkan tahap evaluasi dilakukan pasca pemilihan yang melibatkan Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk menakar seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan sekaligus menilai pada titik mana telah terjadi penyimpangan, bagaimana proses penyimpangannya, dan bagaimana solusi yang harus dilakukan ke depan. Monitoring dilakukan dengan ikut menyaksikan proses pemilihan, dalam hal ini termasuk pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan evaluasi dilakukan dengan mengirim surat protes pada instansi yang lebih tinggi, dalam hal ini Gubernunr Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri. Beberapa pihak yang tidak puas, dalam konteks melakukan evaluasi, bahkan melaporkan kecurangan atau manipulasi kotak suara yang ada pada pihak Kepolisian.


2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi
a.   Faktor Politik
Faktor politik yang mempengaruhi terdiri dari; aktor-aktor kebijakan yang bersifat personal yang terlibat dalam proses pemilihan, fraksi yang mengajukan pasangan calon, dalam hal ini Pimpinan Fraksi sebagai juru bicara dan konstelasi politik terakhir yang terjadi beberapa saat sebelum pemilihan. Dalam arti upaya dan siasat politik terakhir yang mempengaruhi sah tidaknya, lancar tidaknya proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007.
b. Faktor Ekonomi
Faktor Ekonomi yang mempengaruhi proses pemilihan ini meliputi indikasi ada tidaknya politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007. Dimana salah satu indikatornya adalah adanya gugatan wanprestasi dari salah seorang bakal calon terhadap beberapa anggota DPRD karena tidak memenuhi janji setelah terjadi money politics.
Selengkapnya fokus penelitian penulis tampilkan dalam Tabel 1.



Tabel 1. Aspek yang dikaji

NO
FOKUS
ASPEK
ITEM
1.
Proses pemilihan
1. Tahap Persiapan

a. Apa saja kegiatan tahap persiapan?
b. Dimana diadakan tahap persiapan?
c. Siapa saja yang terlibat dalam tahap
    persiapan?
d. Mengapa tahap persiapan tersebut
    dilaksanakan?
e. Bagaimana tahap persiapan
    tersebut dilaksanakan?
2. Tahap
    monitoring dan
    evaluasi
a. Apa saja kegiatan dalam tahap monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah?      
b. Dimana diadakan tahap monitoring dan  evaluasi pemilihan kepala daerah?
c. Siapa saja yang terlibat dalam tahap monitoring dan evaluasi    pelaksanaan  pemilihan kepala daerah?   
d. Mengapa kegiatan monitoring
    dan evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut    dilaksanakan?
e. Bagaimana tahap monitoring
    dan evaluasi pelaksanaan pemilihan  kepala daerah tersebut dilaksanakan
2.
Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor Politik
a. Siapa saja aktor kebijakan yang
    terlibat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah?
b. Fraksi apa saja yang
    mencalonkan pasangan calon dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah?
c. Bagaimana konstelasi politik
    dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut?



2. Faktor Ekonomi
a. Apa ada kecenderungan politik
    uang dalam tahap pelaksanaan
    pemilihan kepala daerah?
b. Mengapa terjadi gugatan wanprestasi dari salah satu bakal  calon yang gagal
     terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah?

5.   Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia dengan tingkah lakunya, peristiwa, dokumen, arsip, dan benda-benda lain. Bermacam-macam sumber data tersebut membutuhkan cara tertentu guna mendapatkan  data darinya. Strategi pengumpulan data dalam riset kualitatif dapat dikelompokkan dalam dua cara pokok yaitu metode interaktif dan non-interaktif (Goetz & LeCompte, dalam Sutopo, 1988 : 23).
Metode interaktif meliputi interview dan observasi berperan, sedangkan non-interaktif meliputi observasi tak berperan, dan analisis isi (content analysis) dokumen dan arsip.
            5.1.  Dokumentasi
Kecuali riset yang dilakukan pada masyarakat sebelum manusia mengenal tulisan, maka informasi dokumenter sangat relevan dengan semua bentuk studi kasus. Jenis informasi semacam ini dapat berupa surat, memoranda, agenda, pengumunan-pengumuman, catatan rapat, proposal, progress report, laporan studi yang pernah dilakukan ditempat yang sama, kliping berita dan juga artikel media masa yang relevan. (Sutopo, 1988 : 23). Data meliputi catatan kegiatan, catatan organisasi tentang biaya dalam periode tertentu, peta dan data karakteristik geografis suatu tempat, daftar nama-nama dan komoditi yang relevan, daftar survey misalnya data sensus, termasuk juga catatan pribadi, misalnya catatan harian. Tidak seperti halnya bukti dokumenter, kegunaan kumpulan arsip dapat bermacam-macam tergantung dari jenis studinya. Data ini dapat membantu memudahkan analisis (Sutopo, 1988 : 23).
5.2.    Wawancara (interview)
Salah satu sumber informasi riset yang sangat penting didekati dengan interview. Dalam penelitian kualitatif, sifat interview kebanyakan “Open-Ended” dan dilakukan secara informal, guna menanyakan pendapat responden tentang suatu peristiwa tertentu. Dalam hal-hal tertentu peneliti dapat menanyakan pandangan responden tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penelitian lebih jauh. Dalam kedudukan ini subyek studi lebih berperan sebagai informan daripada sekedar responden. Interview informal ini dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna mendapatkan data yang memiliki kedalaman, dapat dilakukan berkali-kali sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah yang dijelajahinya. Wawancara semacam ini sering disebut wawancara mendalam atau “Indept Interview” (Miles & Huberman, dalam Sutopo, 1988 : 24)


5.3.    Observasi (Langsung/tak berperan)
Upaya pengambilan data yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang menjadi obyek penelitian. Guna menjaga reabilitas studi, observasi sebaiknya tidak hanya dilakukan sekali saja, baik secara formal maupun informal (Sutopo, 1988 : 24).
6.   Jenis Data
6.1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dan  
       observasi.
6.2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pengolahan arsip dan
       dokumen
B.  Metode Analisis
1.   Validitas Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu. (Miles & Huberman, 1922 : 434 ) Teknik Triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Patton (dalam Moleong 2001 : 178) Menyatakan ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Dalam penelitian ini penulis mengunakan teknik Triangulasi Sumber. Pengertian Triangulasi Sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 2001 : 178). Cara mencapai hal  itu adalah dengan jalan : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang orang katakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3)  membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Sehingga yang terpenting disini ialah bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan.
2.   Teknik Analisa
Dalam tahap analisis data tiga komponen pokok yang harus disadari sepenuhnya oleh setiap peneliti. Tiga komponen pokok tersebut adalah “data reduction”, “data display” dan “conclusion drawing” (Miles & Huberman, dalam Sutopo, 1988 : 34)
a.   Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam catatan lapangan (fieldnote). Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari bahkan sebelum pengumpulan data dilakukan. Data reduksi sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan (walaupun tidak disadari sepenuhnya) tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang akan dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, data reduksi berupa membuat singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batas-batas permasalahan dan menulis memo. Proses reduksi ini terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis. Data reduction adalah bagian dari analisis, suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Proses ini tidak berarti kuantifikasi data seperti halnya yang dilakukan dalam riset kuantitatif (Sutopo, 1988 : 35).
b.   Data Display
Adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Yang banyak dilakukan pada masa lalu, penyajian tetap berupa kalimat-kalimat panjang atau ceritera. Hal tersebut akan sangat menyulitkan peneliti untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang data keseluruhan guna menyusun kesimpulan studi, karena kemampuan manusia sangat terbatas, dalam menghadapi fieldnote yang mungkin jumlahnya mencapai ribuan halaman. Dengan demikian susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematiknya akan banyak menolong peneliti sendiri. Dalam hal ini display meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja berkaitan kegiatan dan tabel. Kesemuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat, dan dimengerti dalam bentuk yang kompak. Data display merupakan bagian analisis, sehingga kegiatan perencanaan kolom dalam bentuk matriks bagi data kualitatif dalam bentuknya yang khusus, sudah berarti memasuki daerah analisis penelitian.
c.  Penarikan Kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab-akibat dan proposisi-proposisi. Peneliti yang kompeten memegang berbagai hal tersebut tidak secara kuat, artinya tetap bersikap terbuka dan skeptis. Namun demikian konklusi-konklusi tersebut dibiarkan tetap disitu, yang pada awalnya kurang jelas kemudian semakin meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang perlu diverifikasi dapat berupa suatu pengulangan yang meluncur, cepat, sebagai pemikiran kedua yang timbul melintas dalam pikiran peneliti pada waktu menulis dengan melihat kembali sebentar pada fieldnote. Ia juga berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih teliti, misalnya dengan berdiskusi atau saling memeriksa antar teman untuk mengembangkan apa yang disebut konsensus antar subyektif. Bahkan dapat juga dengan usaha yang lebih luas dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh.
Tiga komponen analisis tersebut dapat juga dilakukan dengan cara bahwa ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen pengumpulan data, selama proses pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data kemudian bergerak diantara data reduction, data display, conclusion drawing, dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya. Proses analisis semacam ini disebut model analisis interaktif (interactive model of analysis). Kedua model tersebut merupakan model utama dalam penelitian kualitatif. Peneliti harus menyadari sistem analisis ini agar tidak mendapatkan kesulitan, bagaimana melakukan analisis setelah melihat data yang sudah terlanjur sangat banyak terkumpul (Miles & Huberman, dalam Sutopo, 1988 : 37). 
Untuk jelasnya model yang kedua dapat dilihat pada  gambar sebagai berikut :

 






Gambar 2. Model Analisis Interaktif
Sumber : Miles & Huberman ( 1992 : 27-28 )











BAB IV
DESKRIPSI LOKASI  PENELITIAN

Kabupaten Brebes secara geografis terletak diantara Bujur Timur 105 °, 41’37,70° 109° 11’28,92° dan Bujur Selatan 8° 44’56,50° 7° 20’51,48°. Kabupaten Brebes merupakan kabupaten paling barat propinsi Jawa Tengah dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan di propinsi Jawa Barat. Sedangkan pada sisi timur berbatasan dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, pada sisi selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap serta berbatasan dengan laut Jawa di sisi utara.
Luas wilayah Kabupaten Brebes meliputi 166,187 Hektar tanah yang terbagi dalam pelbagai jenis penggunaan lahan diantaranya untuk; pertanian, pekarangan dan bangunan, tegalan dan kebun, padang gembala, tambak, kolam dan rawa, hutan rakyat dan hutan negara serta perkebunan. Sedangkan secara administratif Kabupaten Brebes terbagi dalam 17 kecamatan, 297 desa, 1.119 dukuh 1.207 RW dan 7.851 RT dengan total jumlah penduduk mencapai 1.711.654 jiwa per tahun 2002[1]. Sementara itu pendapatan perkapita Kabupaten Brebes per tahun 2002 mencapai angka 2.289,92 harga berlaku berbanding 799,85 harga konstan per 1993. Untuk selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :


Tabel 2. Income Perkapita Kabupaten Brebes
No
Tahun
Pendapatan Perkapita (Rp. 000)
Harga Berlaku
Harga Konstan 1993
1.
2.
3.
4.
5.
1998
1999
2000
2001
2002
1.434,96
1.575,15
2.697,93
2.018,81
2.289,92
711,58
776,91
759,95
768,17
799,85
Sumber: Basis Data Kabupaten Brebes Tahun 2002, Bappeda Kabupaten Brebes 2002

Hal ini ditunjang dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Brebes yang menunjukkan bahwa Kabupaten Brebes mentargetkan Rp 366.000.000.000,00 sedangkan realisasinya berkisar pada Rp 370.735.240.012,00. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3. APBD / PADS / Tabungan Pemerintah Kabupaten Brebes
No
Uraian
Tahun 2001 (Rp)
Tahun 2002 (Rp)
1.


2.


3.

APBD Kabupaten
-         Target
-         Realisasi
PADS
-         Target
-         Realisasi
Sisa TA yang lalu

340.169.263.000,00
334.850.928.000,00

15.001.788.000,00
14.520.907.247,00
7.972.433.069,00

366.000.000.000,00
370.735.240.012.00

20.243.240.000,00
19.793.546.001,00
16.002.921.313,00
Sumber :     Basis Data Kabupaten Brebes Tahun 2002, Bappeda Kabupaten Brebes 2002

Sedangkan tingkat pendidikan masyarakat Brebes per Tahun 2002 menyebutkan bahwa siswa SLTP sejumlah 44.681, sedangkan jumlah siswa SLTA mencapai 16.645 anak. Selengkapnya akan disampaikan dalam tabel tingkat pendidikan berikut ini :


Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Kabupaten Brebes Tahun 2001-2002
No
Ratio Murid / Guru Kelas
(Negeri / Swasta)
Tahun 2001
Tahun 2002
 1.





2.





3.





4.





5.






6.
Taman Kanak-kanak (TK)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru
-         Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas
 Sekolah Luar Biasa (SLB)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru
-         Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas
Sekolah Dasar (SD)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru
-         Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru
-         Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
-         Kelas
-         Murid
-         Guru
-         Ratio Murid-Guru
-         Ratio Murid-Kelas

Total jumlah sekolah

               382
            7.231
               867
1:16,4
1:20,2

                 20
                 26
                   8
1:4,5
            1:3-5

            6.542
        215.494
            6.581
1:22,8
1:35,3


               955
          42.904
            1.883
1:22,8
               1:44

                379
           16.804
                895
1:17,1
1:41,7

                148
             5.962
                362
1:16,5
1:40,3

             2713

            373
         7.789
            513
1:15,1
1:20,8

                5
              25
                7
              1:3
1:8,3

         5.251
     212.381
         7.187
1:29,2
1:40,2


            976
       44.681
         2.106
1:29,5
1:40,2

           377
        6.645
            979
           1:18
1:43,4

            168
          5.992
             446
1:13,4
            1:38

          2713
Sumber : Basis Data Kabupaten Brebes, Bappeda Kabupaten Brebes 2002
            Tabel tingkat pendidikan ini sebenarnya masih kurang jika ditilik dari ketiadaan data jumlah mahasiswa yang tengah dan sudah selesai menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi atau Universitas. Sebab data ihwal pendidikan tinggi dirasa cukup penting dalam menilai seberapa concern suatu pemerintah daerah terhadap pendidikan tinggi dan apakah terdapat fasilitas pendidikan, baik dasar, menengah maupun penididkan tinggi yang memadai di Kabupaten Brebes ini.
            Sedangkan tingkat angkatan kerja Kabupaten Brebes dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan melebihi jumlah lapangan kerja yang tersedia. Dalam Basis Data Bappeda Kabupaten Brebes per tahun 2002 ditemukan angka sebesar 445.276 laki-laki yang bekerja dan 295.146 perempuan yang bekerja. Sedangkan  jumlah pencari kerja diperkirakan mencapai 35.472 untuk laki-laki dan 34.448 untuk perempuan.
            Secara politik jumlah penduduk di Brebes yang mencapai 1.711.654 merupakan konstituen yang besar dan diperebutkan oleh partai-partai politik yang ingin memenangi pemilu, terutama pemilu 1999 lalu, sesuai dengan tahun yang relevan dimana penelitian ini dilakukan. Pemilu pada tahun 1999 menghasilkan DPRD periode 1999-2004, dimana keanggotaan DPDR 1999-2004 adalah penyelenggara sekaligus pelaku kebijakan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Selengkapnya tentang 5 (lima) besar pemenang pemilu 1999 di Kabupaten Brebes akan ditampilkan dalam tabel berikut :



Tabel 5. Rekapitulasi Partai 5 (Lima) Besar Kabupaten Brebes dalam Pemilu 1999
No

Kecamatan

Nama Partai 5 (Lima) Besar
PDIP
PKB
Golkar
PAN
PPP
1.
Brebes
36313
12971
9427
6912
2516
2.
Jatibarang
17611
10696
3619
1423
3350
3.
Wanasari
27086
22148
3188
5593
2632
4.
Songgom
13664
11870
1667
871
3585
5.
Tanjung
23405
10649
3352
1460
1266
6.
Bulakamba
36530
21573
4358
3188
5523
7.
Losari
29366
16257
5218
2853
3927
8.
Kersana
16869
4338
4428
291
1818
9.
Banjarharjo
31320
12548
12182
1579
2539
10.
Ketanggungan
24521
19717
8794
2191
6356
11.
Larangan
30999
15576
9858
2480
3449
12.
Bumiayu
11240
20637
2921
10786
1247
13.
Paguyangan
17066
17597
3604
3519
1294
14.
Sirampog
7851
10668
2148
5140
551
15.
Tonjong
2523
14019
3057
5048
1195
16.
Bantarkawung
13879
16898
6579
1949
8098
17.
Salem
13070
3371
6709
1579
2782

Jumlah
354213
241533
91109
56862
52128
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Brebes 1999
            Kelima besar partai pememang Pemilu 1999 inilah, yang direpresentasikan oleh fraksi maupun anggota DPRD sebagai aktor kebijakan yang mewarnai proses-proses pengambilan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Kelima partai ini memberikan gambaran yang terang tentang partisipasi politik masyarakat dan afiliasi mereka terhadap pilihan-pilihan politik yang secara kebetulan direpresentasikan oleh; PDIP, PKB, Partai Golkar, PAN dan PPP.



BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Keanggotaan DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004
      1.   Dinamika Politik dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
            Seperti diketahui publik luas, partai pemenang dalam Pemilihan Umum 1999 adalah PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dengan total 33 % suara atau setara dengan 234 kursi di DPR pusat. Hal yang sama ditunjukkan PDIP Kabupaten Brebes yang memenangi 17 kursi di DPRD atau setara dengan 34 % suara dari total konstituen pemilu di Kabupaten Brebes. Sedangkan partai pemenang kedua adalah PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dengan 11 kursi di DPRD. Dan berturut-turut; PPP dan PAN yang tergabung dalam Fraksi Amanat Persatuan Umat (Fraksi APU) sebanyak 7 kursi, Partai Golkar dan PNI Massa Marhaen yang tergabung dalam Fraksi Karya Massa (Fraksi KM) sebanyak 5 kursi serta Fraksi TNI/Polri sebanyak 5 kursi.
            Dengan konfigurasi kekuatan politik semacam ini dapat dipastikan PDIP merupakan partai mayoritas yang sering mendominasi segenap kebijakan DPRD. Paling tidak dalam setiap pengambilan kebijakan yang menggunakan metode voting, Fraksi PDIP hampir pasti memenangkannya, karena mayoritas suara di DPRD sering dijadikan bahan pertimbangan oleh fraksi lain yang ingin menolak atau menentang suatu kebijakan. PDIP sebagai partai pemenang pemilu pasti punya kecenderungan yang besar untuk menganggap dirinya mempunyai hak yang lebih besar dari partai lain terutama berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah. Sehingga kredo politik yang menyatakan bahwa kader terbaik partai yang akan maju mewakili partai/fraksi untuk memenangkan kursi Bupati dan Wakil Bupati pasti akan dipraktekkan PDIP. Dalam arti, sejak awal PDIP seolah-olah sudah mencanangkan bahwa pertarungan politik untuk memperebutkan jabatan Bupati dan Wakil Bupati akan jadi medan perang bagi partai/fraksi yang berkursi banyak. Secara teoritis PKB pun menunjukkan perilaku politik yang sama. Kekompakan kedua fraksi ini ditandai dengan betapa seriusnya kedua partai mengajukan pasangan calon sebagai rerpresentasi kedua partai yang bersangkutan. Hal itu pula kiranya yang membuat Fraksi PDIP dan Fraksi KB pada akhirnya mengajukan pasangan calon yang sama; Indra Kusuma dan HA Fariz Sulhaq SH. Indra Kusuma adalah Ketua Umum PDC PDIP Kabupaten Brebes, sedangkan  HA Fariz Sulhaq SH adalah Ketua Umum DPC PKB Kabupaten Brebes.
            Secara umum apa yang dilakukan PDIP sebenarnya sudah bisa ditebak, dengan asumsi bahwa komposisi suara yang memadai pasti akan mengusung calon sendiri, sehingga PDIP tidak perlu bersusah-susah melakukan penjaringan bakal calon. Suara mayoritas PDIP ini masih ditambah dengan another second majority, yaitu PKB yang mendulang 11 kursi di DPRD. Jumlah suara ini sudah lebih dari memadai untuk memenangkan pemilihan tanpa harus mengharap suara dari fraksi lain. Sebab 17 ditambah 11 suara sudah menyumbangkan 28 suara, angka yang persis menyatakan ½ + 1 dari total 45 suara di DPRD Kabupaten Brebes.
Meskipun begitu kesetimbangan politik sering terjadi di Kabupaten Brebes, sebab beberapa partai lain kerap mengimbangi gerakan-gerakan politik dari duo mayoritas ini. Mereka antara lain yang diwakili oleh Partai Golkar, PAN dan PPP, yang secara kebetulan masuk dalam 5 (lima) besar hasil pemilihan umum 1999.
Kondisi ini sebetulnya menjadikan dinamika politik di DPRD Kabupaten Brebes menjadi lebih berwarna, karena persinggungan politik dalam tiap fase pengambilan kebijakan selalu dipenuhi dengan tarik-menarik pendapat yang mewakili kepentingan masing-masing fraksi. Hal ini berlangsung cukup lama, dalam arti proses kristalisasi antara satu perbedaan pendapat dengan perbedaan pendapat yang lain sehingga menghasilkan kutub-kutub kepentingan yang selalu bertentangan. Secara konkret dapat dikatakan bahwa sudah sejak awal dalam menjalankan peran dan fungsinya DPRD Kabupaten Brebes telah terbagi dalam 2 (dua) kutub atau poros. Kutub pertama beranggotakan Fraksi PDIP dan Fraksi PKB sedangkan kutub kedua beranggotakan Fraksi APU yang merupakan koalisi strategis antara PPP dan PAN, ditambah Fraksi KM yang merupakan koalisi antara Partai Golkar dan PNI Massa Marhaen. Sedangkan Fraksi TNI/Polri dapat dikatakan tidak memihak salah satu kutub yang sering berseberangan ini, mungkin karena peran dan fungsi politik mereka dibatasi sedemikian rupa oleh institusi induknya, yakni TNI dan Polri.
Dapat dikatakan dinamika politik ini menjadi landasan betapa kinerja DPRD Kabupaten Brebes dalam menjalankan fungsi-fungsi legislasi, monitoring maupun kontrol (check and balance system) dalam tata pemerintahan di daerah sudah cukup berhasil. Dalam arti, semua tindakan politik DPRD Kabupaten Brebes merupakan buah dari pergulatan politik antar fraksi dan merupakan gambaran bagaimana peta politik riil di lapangan, terutama berkait dengan suksesi kepala daerah. Hal itulah yang melatarbelakangi proses-proses politik dan pengambilan kebijakan yang terjadi selanjutnya, terutama berkaitan dengan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.

2.   Disparitas Politik dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
            Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati masa jabatan tahun 2002-2007 di Kabupaten Brebes dilaksanakan untuk menggantikan Bupati Brebes sebelumnya, almarhum Tajuddin Nooraly yang mangkat sebelum masa jabatannya berakhir. Proses pemilihan dilakukan melalui Rapat Paripurna Khusus Tahap I yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2002 melalui berbagai tahapan yang sudah dipersyaratkan sebelumnya. Proses pemilihan ini berdasarkan pada PP Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tata Cata Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Keputusan DPRD Brebes Nomor 04 Tahun 2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007.
Awalnya semua prosedur berjalan lancar sesuai dengan Tahapan Pemilihan seperti yang tercantum dalam Bab IV PP Nomor 151 Tahun 2000, tepatnya dari pasal 10 tentang Pembentukan Kepanitiaan s/d pasal 22 tentang Rapat Paripurna Khusus Tahap I[2]. Prosedur standar ini secara berurutan dimulai dari tahap pembentukan kepanitiaan, penyusunan tata tertib, pendaftaran bakal calon, penyaringan bakal calon hingga penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Seluruh prosedur berjalan dengan lancar, sampai pada rapat paripurna DPRD Kabupaten Brebes dengan agenda pengumuman penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.
Namun tidak semua proses berjalan dengan sempurna, sebab saat prosedur mengharuskan Panitia Pemilihan untuk melanjutkan ke tahapan pemilihan justru situasi politik berubah menjadi deadlock akibat timbulnya permasalahan yang mengganjal dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Permasalahan tersebut diatas bermula dari pengunduran diri calon Wakil Bupati Brebes atas nama Wahyudin Nooraly yang diajukan oleh Fraksi Amanat Persatuan Umat (FAPU) dan Fraksi Karya Massa (FKM) sesaat sebelum Rapat Paripurna Khusus Tahap I yang mengagendakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dimulai.
           


Setelah melampaui proses pendaftaran hingga penyaringan bakal calon, akhirnya DPRD Kabupaten Brebes menetapkan 3 (tiga) pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Pasangan pertama, Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq SH yang dicalonkan oleh Fraksi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa (PKB). Pasangan kedua, H. Djuhad Mahya SH dan Wahyudin Nooraly yang dicalonkan oleh Fraksi Amanat Persatuan Umat (APU). Sedangkan pasangan ketiga, Suwarno Anggasuta SH dan Wahyudin Nooraly yang dicalonkan oleh Fraksi Karya Massa (KM).
            Ketika penetapan pasangan calon sudah dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Brebes, tahapan selanjutnya adalah rapat paripurna pemilihan. Dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I, secara mengejutkan Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati dari Fraksi APU dan FKM mengajukan permohonan pengunduran diri beberapa menit sebelum pemilihan dimulai. Rapat paripurna menjadi ramai oleh interupsi dari anggota DPRD yang ditujukan pada Pimpinan rapat, dalam hal ini pimpinan DPRD, yang mengakibatkan terjadinya silang pendapat yang tak berujung pangkal. Situasi menjadi semakin rumit dengan diambilnya langkah walk-out oleh Fraksi Karya  Massa (KM) yang kemudian diikuti oleh Fraksi APU setelah kedua fraksi tersebut tidak menyepakati sikap pimpinan sidang dan fraksi lain yang menolak pengunduran diri calon Wakil Bupati. Sebelumnya antar anggota DPRD juga sudah saling melakukan interupsi untuk memperdebatkan apakah Wahyudin Nooraly boleh mempunyai hak berbicara sebelum pemilihan dimulai. Sedangkan pasal 42 Tata Tertib Pemilihan hanya memberikan hak bicara pada anggota DPRD dalam rapat paripurna pemilihan tersebut. 
            Sikap politik berupa walk-out dipilih Fraksi APU dan Fraksi KM sebagai bentuk protes atas ketidaktegasan Pimpinan rapat paripurna yang tetap beritikad melanjutkan proses pemilihan, mengingat --menurut Fraksi APU dan Fraksi KM-- hanya terdapat satu calon tunggal. Fraksi APU kemudian menarik pencalonan atas nama H. Djuhad Mahya dan Wahyudin Nooraly sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati. Hal yang sama juga dilakukan Fraksi KM yang menarik pencalonan Suwarno Anggasuta SH dan Wahyudin Nooraly. Sedang Fraksi TNI/Polri yang tidak mempunyai pasangan calon bersikap untuk tetap berada dalam ruang sidang meski kemudian dalam voting pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, fraksi ini memilih untuk abstain.
            Setelah situasi semakin tidak terkendali akibat interupsi yang datang bertubi-tubi, maka Rapat Paripurna khusus Tahap I akhirnya diskors untuk menghindari deadlock dan dilanjutkan dengan rapat pimpinan DPRD dengan seluruh unsur Pimpinan Fraksi. Hasil rapat pimpinan memutuskan untuk melanjutkan rapat paripurna meskipun beberapa Ketua Fraksi tidak menyetujui, dalam hal ini Fraksi APU dan Fraksi KM.
           
Selanjutnya, karena pemimpin sidang menganggap bahwa sidang paripurna masih kuorum, maka proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tetap dilanjutkan. Meskipun komposisi suara yang ada jauh berbeda jika dibandingkan saat seluruh anggota DPRD sebanyak 45 orang hadir dan memberikan suara. Pada praktiknya sidang paripurna pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007 hanya diikuti oleh 33 anggota DPRD. Dengan asumsi proses pemilihan ini hanya diikuti oleh 17 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari  Fraksi KB, dan 5 orang dari Fraksi TNI/Polri, sedangkan 12 orang dari Fraksi APU dan Fraksi KM menyatakan diri walk out. Rapat Paripurna Khusus Tahap I menghasilkan pasangan Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih setelah memenangkan pemilihan dengan 26 suara.
Perincian perhitungan dalam proses pemilihan menghasilkan 26 suara untuk pasangan Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq SH, 18 suara abstain dan 1 (satu) suara rusak. Perhitungan tersebut dengan asumsi seluruh kartu suara anggota DPRD sebanyak 45 orang tetap dimasukkan dalam kotak suara, termasuk diantaranya 12 surat suara anggota DPRD dari Fraksi APU dan Fraksi KM yang walk-out.

B. Proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
      1.  Tahapan dalam Proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
Narasi diatas sekadar ringkasan dari segenap proses panjang pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes pada dasarnya merupakan bentuk disparitas politik (perbedaan pandangan, sikap dan kepentingan politik) yang sebetulnya wajar dalam khasanah perpolitikan di manapun di Indonesia. Namun penelitian ini akan diupayakan untuk memeriksa apakah disparitas ini merupakan akibat dari implementasi kebijakan yang keliru sehingga terdapat permasalahan dalam proses pemilihan dimaksud. Kebijakan dimaksud diatas adalah PP Nomor 151 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat menjadi PP 151/2000) dan Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 04 Tahun 2002 (selanjutnya disingkat menjadi SK DPRD 04/2002). Dalam pada itu, untuk mencermati permasalahan disparitas politik ini dan mengkaji lebih dalam implementasi PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002, maka penyusunan bab ini akan merujuk pada fokus penelitian. Dimana penjabaran fokus penelitian ini dimulai dari proses pemilihan yang terbagi dalam 3 (tiga) tahap; tahap persiapan, tahap pelaksanaan pemilihan dan tahap monitoring dan evaluasi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan implementasi kebijakan dimaksud, terdiri dari; faktor politik dan faktor ekonomi. Pembahasan secara rinci fokus penelitian yang meliputi proses pemilihan beserta faktor-faktor yang mempengaruhi akan diuraikan dalam narasi dibawah ini.
a.   Tahap Persiapan
1). Kegiatan yang dilaksanakan dalam Tahap Persiapan
Tahapan pertama proses pemilihan didasarkan pada pasal 10 PP 151/2000 yang  merupakan bagian pertama Tahapan Pemilihan, yakni Pembentukan Kepanitiaan. Pembentukan Kepanitiaan ini terbagi menjadi 2 (dua) struktur panitia dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Pertama, Panitia Khusus yang bertugas menyusun Tata Tertib Pemilihan. Kedua, Panitia Pemilihan yang bertugas menyelenggarakan rangkaian proses pemilihan. Panitia Khusus Penyusun Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007 dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Brebes Nomor 01  Tahun 2002 tanggal  31 Januari 2002.
Surat Keputusan ini merupakan landasan yuridis pembentukan Panitia Khusus yang terdiri dari 17 orang, dimana terdapat satu ketua dan 3 (tiga) wakil ketua, berikut anggota yang mewakili 5 (lima) unsur Fraksi (PDIP, PKB, Karya Massa, Amanat Persatuan Umat, TNI/Polri). Tugas dan wewenang Panitia Khusus adalah merumuskan dan menyusun rancangan tata tertib pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 yang akan disahkan dan ditetapkan dalam sidang paripurna DPRD.
Dalam menjalankan tugasnya Panitia Khusus dapat menerima saran, pendapat dan gagasan dari instansi pemerintah terkait maupun dari organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Brebes. Panitia Khusus mempunyai masa kerja dari tanggal 1 Februari 2002 sampai tanggal 14 Februari 2002. Hal ini ini sesuai dengan pasal 11 PP 151/2000 yang menyatakan bahwa “Penyusunan tata tertib pemilihan dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Panitia Khusus ditetapkan.”
Tabel 6. Susunan Keanggotaan Panitia Khusus Penyusun Peraturan Tata Tertib Pemilihan 

              Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007
NO
NAMA
JABATAN DI DPRD KAB. BREBES
KEDUDUKAN DALAM PANITIA
1.


2.


3.


4.


5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Sarei Abdul Rosyid, SIP


H. Slamet A.N, BA


HM. Sunadi Ilham


HM Nasrudin


Sukirso Bc Hk
Sukarto
Jasrody
Nurochmi
Drs. A.  Rofiqi
Mashudi
H. Moh. Masduki
H. Muhajir MA  Bsc
Hambali Hasan
Agung Widyantoro SH
H. Moh Ilman
Letkol.INF M.Syaban W
Letkol. INF. Rikin HS
Ketua DPRD dari FPDI-P


Wakil Ketua DPRD
dari Fraksi PKB

Wakil Ketua  DPRD
dari Fraksi APU

Wakil  Ketua DPRD
dari Fraksi KM

Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PKB
Anggota Fraksi PKB
Anggota Fraksi PKB
Ketua Fraksi APU
Anggota Fraksi APU
Ketua Fraksi Karya Massa
Anggt.Fraksi Karya Massa
Ketua Fraksi TNI/Polri
Anggota Fraksi TNI/Polri
Ketua merangkap anggota
Wakil Ketua merangkap  anggota
Wakil Ketua merangkap anggota
Wakil Ketua merangkap
anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Sumber : Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes  Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes.



Setelah Panitia Khusus terbentuk dan selesai menjalankan tugasnya, selanjutnya DPRD Kabupaten Brebes membentuk Panitia Pemilihan. Panitia Pemilihan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 02 Tahun 2002 tanggal 14 Februari 2002, dengan masa kerja sampai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih dilantik.
Tugas, wewenang dan tanggungjawab Panitia Pemilihan adalah melaksanakan adminitrasi yang berkaitan dengan kegiatan pendaftaran, penyaringan bakal calon, penetapan bakal calon, yang dilanjutkan dengan menetapkan pasangan calon dalam rapat paripurna DPRD. Kegiatan selanjutnya adalah melaksanakan Rapat Paripurna Khusus Tahap I dan Rapat Paripurna Khusus Tahap II.
Keseluruhan proses ini merupakan tugas, wewenang dan kewajiban pokok Panitia Pemilihan, termasuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan  pengujian publik apabila terdapat pengaduan. Sebab disamping sebagai penyelenggara, Panitia Pemilihan juga sekaligus berperan sebagai penanggungjawab keseluruhan proses pemilihan, termasuk diantaranya kegiatan adminitrasi yang berkaitan dengan pengiriman berkas pasangan calon terpilih pada instansi yang lebih tinggi sekaligus melaksanakan kegiatan pelantikan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.


Tabel 7. Susunan Keanggotaan Panitia Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes
  Masa Jabatan Tahun 2002-2007

NO
NAMA
JABATAN DI DPRD KAB. BREBES
KEDUDUKAN DALAM PANITIA
1.


2.


3.


4.


5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.

17.
18.
Sarei Abdul Rosyid, SIP


Slamet Abdullah Nuri BA

HM. Sunadi Ilham


HM. Nasrudin


Slamet Duki S.IP

H Muhammadin
Aco  Sukarso
Setiawati
Radono Walam
H.  Muhadi
Nurul Huda SAg
H. Moh. Masduki
Moch Djazoeli BA
Hambali Hasan
Agung Widyantoro SH

H. Moh Ilman

Kapten Tek Mulyoko
Kapten Laut (E) Soemono
Ketua DPRD
Unsur Fraksi PDI-P

Wakil Ketua DPRD Unsur Fraksi PKB

Wakil Ketua DPRD
Unsur Fraksi APU

Wakil Ketua DPRD
Unsur Fraksi KM

Sekretaris DPRD

Ketua Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PDI-P
Anggota Fraksi PKB
Anggota Fraksi PKB
Anggota Fraksi PKB
Anggota Fraksi APU
Anggota Fraksi APU
Ketua Fraksi Karya Massa
Anggota Fraksi Karya Massa
Anggota Fraksi TNI/Polri
Anggota Fraksi TNI/Polri
Ketua merangkap
anggota
Wakil Ketua
merangkap anggota
Wakil Ketua
merangkap anggota
Wakil Ketua
merangkap anggota
Sekretaris bukan anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota

Anggota

Anggota
Anggota
Sumber : Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes.
   


Selanjutnya, setelah Panitia Khusus selesai melaksanakan tugasnya, maka tahap persiapan mulai dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan. Pertama, Panitia Pemilihan mengumumkan pendaftaran untuk calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes melalui media massa pada 21 Februari 2002.
Kemudian Panitia Pemilihan mulai menerima pendaftaran calon Bupati dan Wakil Bupati yang dilengkapi dengan seluruh dokumen persyaratan pendaftaran pada tanggal 1 – 30 Maret 2002. Panitia Pemilihan melakukan pemeriksaan dan penelitian terakhir terhadap kelengkapan persyaratan dan segenap dokumen yang dibutuhkan pada tanggal 30 Maret 2002, yang juga merupakan hari terakhir pendaftaran.
Berdasarkan dokumen penerimaan pendaftaran calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes yang dicatat DPRD diperoleh kurang lebih 44 orang pendaftar. Dengan komposisi; 20 orang mendaftar sebagai calon Bupati, 15 orang mendaftar sebagai calon Wakil Bupati dan 9 orang lainnya mendaftar sebagai calon Bupati maupun calon Wakil Bupati. Namun diantara seluruh pendaftar hanya 17 pendaftar yang seluruh persyaratannya dinyatakan lengkap, sedangkan sebanyak 27 orang pendaftar dinyatakan tidak melengkapi dokumen pendaftaran.


Penyusunan daftar nama bakal calon dan penataan berkas persyaratan sesuai nomor urut pendaftaran dilaksanakan pada tanggal 8 April 2002 oleh Panitia Pemilihan. Selanjutnya, pada tanggal 9 April 2002 berkas-berkas pendaftar diserahkan oleh Panitia Pemilihan pada masing-masing fraksi dengan berita acara yang disusun secara urut dilengkapi dokumen administrasi bakal calon.
Tahap berikutnya, Panitia Pemilihan mempersilahkan masing-masing fraksi untuk melaksanakan penyaringan tahap I bakal calon, yang dimulai dari tanggal 10 s/d 24 April 2002. Sebab menurut PP 151/2000 pasal 1 ayat (6), pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati yang dipilih dan ditetapkan oleh fraksi melalui penyaringan sebagai pasangan bakal calon. Untuk penelitian dokumen, masing-masing fraksi menerima dan menampung aspirasi dari perorangan, masyarakat, organisasi sosial politik dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Penyaringan tahap I sesuai dengan ketentuan PP 151/2000 pasal 16 ayat (4) berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari.
Penyaringan tahap II sebagai kelanjutan dari penyaringan tahap I dilaksanakan pada 25 April s/d 9 Mei 2002, dengan rumusan kerja untuk menyeleksi kelengkapan dan keabsahan administrasi, kemampuan, kepribadian, serta penyampaian visi, misi, dan rencana kebijakan. Berdasarkan hasil pengujian kemampuan dan kepribadian bakal calon, masing-masing fraksi berhak menetapkan paling banyak 2 (dua) pasangan bakal calon. Penyaringan tahap II ini berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari. 
Pada tahap pemeriksaan selanjutnya, Panitia Pemilihan membuat berita acara yang berkesimpulan bahwa jumlah pendaftar tetap sebanyak 44 orang. Namun jumlah yang memenuhi persyaratan bertambah menjadi 40 orang dan hanya 4 (empat) orang yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. Dengan komposisi; 18 orang pendaftar untuk calon Bupati, 14 orang pendaftar untuk calon Wakil Bupati dan 8 orang pendaftar untuk calon Bupati maupun calon Wakil Bupati.
Kemudian pada tanggal 10 Mei 2002, fraksi-fraksi diminta untuk menyampaikan pasangan bakal calon dalam Rapat Paripurna Khusus DPRD, dengan batasan masing-masing fraksi hanya boleh mengajukan 2 (dua) pasangan bakal calon. Seluruh fraksi sudah menetapkan pasangan bakal calon, kecuali Fraksi TNI/Polri yang tidak mengajukan pasangan bakal calon dan menyatakan mendukung pasangan bakal calon dari fraksi lain.


Tabel 8. Nama-nama Pasangan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes  Masa Jabatan Tahun 2002-2007 yang Disampaikan oleh Fraksi-Fraksi DPRD Kabupaten Brebes

NO
FRAKSI
PASANGAN BAKAL CALON
BUPATI
WAKIL BUPATI
1.
PDI Perjuangan
1. Indra Kusuma

2. Indra Kusuma
1. HA. Faris Sulhaq, SH
2. Syamsul Bayan, SH. MH
2.
Kebangkitan Bangsa
1. Indra  Kusuma

2. HA.Faris Sulhaq, SH
1. HA.  Faris Sulhaq, SH
2. HM. Nasrudin
3.
Amanat Persatuan Umat
1. H. Djuhad  Mahya, SH
2. Ir.  Budhi  Antoro
1. HM. Nasrudin
2. dr. Taufiq Abdul Hakim
4.
Karya  Massa
1.  H. Djuhad Mahya, SH
2. Suwarna Anggasuta, SH
1. HM.  Nasrudin
2. Wahyudin Noor Aly
5.
TNI/Polri
- Tidak  mengajukan
- Mendukung yang dicalonkan Fraksi lain
-Tidak mengajukan
Sumber : Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes.

                Setelah penyampaian pasangan bakal calon oleh fraksi-fraksi dalam Rapat Paripurna Khusus DPRD dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah penyampaian visi, misi dan rencana kebijakan oleh pasangan bakal calon di hadapan Rapat Paripurna DPRD pada tanggal 13 Mei 2002. Kemudian pada tanggal 15 Mei 2002, Panitia Pemilihan menyelenggarakan rapat antara Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi untuk menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dengan kriterium, minimal 2 (dua) pasang calon dan maksimal 5 (lima) pasang calon, dimana masing-masing fraksi hanya berhak mencalonkan 1 (satu) pasangan calon. Hal ini kemudian ditetapkan dalam Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 11 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) pasang calon Bupati dan Wakil Bupati yang masing-masing pasangan calon diajukan oleh 3 (tiga) fraksi yang berbeda. Pada tanggal 16 Mei 2002 DPRD melaksanakan Rapat Paripurna Khusus untuk menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Namun ada hal yang unik dan menarik, terutama berkaitan dengan munculnya satu calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly yang diajukan oleh dua fraksi yang berbeda, Fraksi APU dan Fraksi KM. Setelah ditetapkan dalam Rapat Paripurna Khusus DPRD, Panitia Pemilihan memberitahukan perihal nama-nama pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati pada Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 17 s/d 21 Mei 2002.    
Tabel 9. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan 2002-2007 yang Diajukan Fraksi-Fraksi DPRD Kabupaten Brebes.
 
NO
FRAKSI
PASANGAN CALON
BUPATI
WAKIL BUPATI
1.
PDI Perjuangan
Indra Kusuma
HA. Faris Sulhaq, SH
2.
Kebangkitan Bangsa
Indra Kusuma
HA.  Faris Sulhaq, SH
3.
Amanat Persatuan Umat
H. Djuhad  Mahya, SH
Wahyudin Noor  Aly
4.
Karya  Massa
Suwarna Anggasuta, SH
Wahyudin Noor Aly
5.
TNI/Polri
- Tidak  mengajukan
- Mendukung yang dicalonkan fraksi lain
-Tidak mengajukan
Sumber : Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes.
   
Pada tanggal 22 Mei 2002 Pimpinan DPRD mengadakan rapat dengan Pimpinan Fraksi untuk menentukan waktu pelaksanaan Rapat Paripurna Khusus Tahap I. Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2002, Panitia Pemilihan mengadakan rapat persiapan yang membahas hal-hal teknis dan operasional dalam pelaksanaan pemilihan. Semua kegiatan pada dasarnya diselenggarakan oleh Panitia Pemilihan dan DPRD, terkecuali untuk tahap penyaringan yang hanya dilakukan oleh masing-masing fraksi. Seluruh kegiatan pada tahap persiapan ini mengambil lokasi di kantor DPRD Kabupaten Brebes.
Tahap persiapan yang memakan waktu sekitar 4 (empat) bulan ini, terhitung sejak 21 Februari s/d 22 Mei 2002, bukannya berlangsung tanpa masalah. Sebab Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati yang mengundurkan diri sebelum agenda pemilihan berlangsung, punya pandangan lain. Terutama berkait dengan proses penyaringan dan penetapan calon yang dianggap manipulatif. Setidaknya demikian menurut Wahyudin Nooraly.
“Saya kecewa pada saat diuji di Fraksi PDIP dan di Fraksi PKB. Saat itu saya mengira mereka sudah punya calon, karena mereka terlihat tidak serius menguji. Pertama, dari 17 anggota fraksi PDIP, yang hadir hanya 5 (lima) orang. Artinya bagaimana mereka memberikan penilaian terhadap saya jika yang menguji hanya 5 (lima) orang, sedangkan yang memutuskan nanti 17 orang.[3]


Kritik ini memang tidak ditujukan pada Panitia Pemilihan, melainkan pada 2 (dua) fraksi yang bersangkutan; Fraksi PDIP dan Fraksi KB. Secara teoritis Fraksi PDIP dan Fraksi KB memang sudah menyiapkan calon sendiri yang sudah disepakati bersama dalam organisasi kepartaian masing-masing. Nama Indra Kusuma memang sudah muncul jauh sebelum FPDIP melakukan penyaringan, sebab Indra Kusuma sudah terlebih dahulu memenangkan dukungan dari seluruh PAC (Pengurus Anak Cabang) PDIP dalam Rakercabsus (Rapat Kerja  Cabang Khusus) yang digelar jauh-jauh hari sebelum proses pencalonan dan pemilihan Bupati dimulai.
H. Muhammadin, ketua Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004 tidak memungkiri hal ini. Sebab, menurutnya dimana-mana fraksi hanyalah kepanjangan tangan partai di lembaga legislatif. Itulah kenapa, ketika Indra Kusuma yang juga merupakan Ketua DPC Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP dipilih secara aklamasi dalam Rakercabsus dijadikan landasan yuridis dalam memunculkan nama bakal calon. Sebuah proses penyaringan internal yang memberi amanat pada kader terbaik partai yang lazim dilakukan oleh hampir semua partai politik di Indonesia.
“Dimana kader yang bisa diusung harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi. Ya karena kita sebagai kader, apapun bentuknya, siapapun orangnya, yang penting mendapatkan rekomendasi dari DPP, itulah yang kita usung,“ demikian Muhammadin[4].

Demikian pula yang terjadi di tubuh PKB. Seperti halnya Indra Kusuma yang di-anakemas-kan PDIP, Faris Sulhaq pun mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Jabatan strategis Faris Sulhaq sebagai ketua DPC PKB memungkinkannya mendapat perlakuan khusus dari partai. Meski begitu, Drs. Ahmad Rofiqi menganggap proses perumusan bakal calon dari PKB tetap demokratis, karena sebelumnya sempat muncul 6 (enam) nama yang kemudian diseleksi. Ironisnya dari keenam nama ini hampir 4 (empat) diantaranya berasal dari induk partainya sendiri, yakni PKB. Secara berturut-turut, keempat bakal calon Bupati dari PKB antara lain; HA. Faris Sulhaq SH, H. Slamet Abdullah Nury BA, Andi Najmi, dan Drs. Nopal Najib, yang secara struktural memegang jabatan strategis di DPC PKB Kabupaten Brebes.
“Faris itu paling mendekati kenyataan visi misinya. Kita terbuka. Tetapi kan kita juga bergerak di dalam politik kepentingan. Faris ketua DPC PKB, Andi Najmi Wakil Ketua DPC PKB, Slamet Abdullah Nury juga wakil ketua. Kalau pendekatan partai tentu saja bagaimana kadernya bisa lolos. Minimal sampai balon maksimal sampai jadi. Karena masing-masing faksi punya jago, ya akhirnya voting. Partai kalau mau berhasil sebaiknya hanya meloloskan satu calon saja. Biar suara fraksi tidak  terpecah, untung jika bisa mengambil suara fraksi lain, padahal fraksi lain juga punya calon sendiri, “ demikian Ahmad Rofiqi[5].
Merujuk pada perspektif Ahmad Rofiqi, dapat dipahami bahwa PKB belum berpaling dari paradigma lama bahwa kader terbaik partai harus dikedepankan. Meskipun mereka harus tetap patuh pada aturan main, dimana tiap fraksi harus mengadakan penyaringan pada tiap-tiap bakal calon Bupati maupun Wakil Bupati. Akan tetapi aturan tinggal aturan. Proses penyaringan memang tetap dilakukan, tapi suara akhir hampir pasti tetap akan diberikan pada kader terbaik partai. Sehingga hal ini memunculkan kemungkinan terjalinnya koalisi antara Fraksi PDIP dan Fraksi KB dengan argumentasi bahwa kedua fraksi sama-sama mendasarkan pada itikad bersama untuk menyatukan dua kader terbaik partai untuk merebut kursi kepemimpinan daerah.
Sekadar mengingatkan, H. Rois Qadim, mantan wakil ketua DPRD Kabupaten Brebes, justru menyoroti perilaku partai politik yang membatasi diri figur calon Bupati harus dari kalangan pengurus parpol bersangkutan. Dia khawatir, bila itu terjadi akan menjegal langkah calon lain yang sebenarnya lebih baik dan sesuai dengan harapan masyarakat[6].
Secara sederhana dapat dipahami bahwa apa yang dikeluhkan Wahyudin Nooraly merupakan akibat dari belum bergesernya paradigma lama untuk mendorong kader sebagai representasi partai dalam perebutan kepemimpinan daerah. Pola ini akan membawa trickle down effect pada keengganan calon pemimpin dari elemen lain maupun pribadi yang tidak berasal dari partai politik untuk maju sebagai calon Bupati maupun calon Wakil Bupati. Prinsip ini juga mengebiri aturan main yang mengharuskan pendaftar mencalonkan diri melalui fraksi, dan mengalami serangkaian proses administratif termasuk pemaparan visi, misi dan rencana kebijakan. Jika 2 (dua) fraksi yang disebut diatas sudah mempunyai calon yang sudah disiapkan sebelumnya, maka bukankah akan sia-sia belaka jika ada pendaftar yang ingin maju sebagai bakal calon dari fraksi yang besangkutan. Setidaknya demikian menurut Wahyudin Nooraly.
Secara keseluruhan dapat dipastikan tahap persiapan ini tidak mempunyai kendala yang berarti. Keseluruhan tahap persiapan berjalan dengan lancar dan tepat waktu, dengan masing-masing stake holder menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dengan baik. Panitia khusus menyelesaikan penyusunan tata tertib pemilihan. Panitia Pemilihan kemudian melanjutkan tugas Panitia Khusus dengan menyusun jadwal, membuka pendaftaran, melaksanakan tahap penyaringan dan bersama-sama fraksi melakukan penetapan pasangan bakal calon dan penetapan pasangan calon.


2). Tempat tahap persiapan dilakukan
Seluruh kegiatan dalam tahap persiapan ini dilakukan di lingkungan DPRD Kabupaten Brebes.
3). Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap persiapan
Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap persiapan ini antara lain; Panitia Khusus yang bertugas dalam menyusun Tata Tertib Pemilihan, Panitia Pemilihan yang bertugas menyelenggarakan tahap pendaftaran, pemeriksaan berkas, penyaringan, penetapan pasangan bakal calon dan penetapan pasangan calon. Fraksi juga memegang peranan penting dengan ikut melakukan proses penyaringan untuk menentukan siapa pasangan bakal calon dan pasangan calon yang akan mewakili partai mereka.
Tahap persiapan ini juga ikut disemarakkan dengan adanya program sosialisasi yang dilalukan oleh Gawat (Gerakan Aliansi Wakil Masyarakat), sebuah LSM yang konsern pada persoalan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati melalui dialog interaktif yang digelar seminggu 2 (dua) kali di radio Pop FM Brebes.
4). Alasan kenapa tahap persiapan dilakukan
Pelaksanaan tahap persiapan ini didasarkan pada PP 151/2000, terutama pasal 10 s/d pasal 20, yang berisi tata urutan tahap persiapan yang dimulai dari; pembentukan kepanitiaan, baik Panitia Khusus maupun Panitia Pemilihan, penyusunan tata tertib, pendaftaran, penyaringan tahap I, penyaringan tahap II, penetapan pasangan bakal calon dan penetapan pasangan calon.
5). Bagaimana tahap persiapan dilakukan
            Tahap persiapan dilakukan sepenuhnya oleh Panitia Khusus yang dilanjutkan dengan Panitia Pemilihan dengan menyelenggarakan tata urutan tahap persiapan sesuai dengan PP 151/2000. Pelaksanaan tahap persiapan ini memakan waktu kurang lebih 4 (empat) bulan untuk menyelesaikan seluruh proses dari mulai pendaftaran, penyaringan hingga penetapan.
Proses persiapan ini dilakukan dengan cara menyelesaikan segenap urut-urutan tahap persiapan yang diawali dengan pembentukan kepanitiaan dan diakhiri ketika Panitia Pemilihan sudah menetapkan pasangan calon. Setidaknya hingga proses gladi resik pemilihan yang diadakan pada 1-2 hari sebelum pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 dilaksanakan. Seluruh proses di tahap persiapan dikerjakan dengan itikad untuk memenuhi satu demi satu tahapan yang telah digariskan dalam PP 151/2000 yang mengamanatkan dilakukannya tahap persiapan sebelum tahap pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dimulai.
            


b.   Tahap Pelaksanaan Pemilihan
    1). Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan pemilihan
Tahap pelaksanaan pemilihan merupakan tahap yang paling krusial dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Karena pada tahap inilah terjadi  kekacauan proses politik yang mengakibatkan terjadinya stagnasi (kemandegan) akibat tidak ada kompromi politik antara pihak yang pro terhadap proses dan hasil pemilihan dan pihak yang kontra terhadap proses dan hasil pemilihan.
Sebelum memasuki tahap pelaksanaan pemilihan, Panitia Pemilihan melakukan persiapan teknis pemilihan pada tanggal 24 s/d 26 Mei 2002, termasuk mengadakan gladi kotor dan gladi bersih pemilihan pada tanggal 27 Mei 2002 atau 2 (dua) hari menjelang pemilihan.
Panitia Pemilihan menyelenggarakan Rapat Paripurna Khusus Tahap I pada hari Rabu tanggal 19 Mei 2002, dengan masing-masing fraksi mengajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan anggota DPRD selaku pemilih sebagai pihak yang berkepentingan dalam tahap pelaksanaan pemilihan. Dengan menarik asumsi bahwa  fraksi beserta anggota fraksi didalamnya adalah aktor-aktor kebijakan yang sesungguhnya dan benar-benar terlibat dalam implementasi kebijakan PP 151/2000 tentang pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Proses ini pada dasarnya adalah lanjutan dari tahap persiapan yang telah berhasil menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang diajukan oleh masing-masing fraksi dan sudah ditetapkan dalam Rapat Paripurna Khusus DPRD penetapan pasangan calon.
Rapat Paripurna Khusus Tahap I berdasarkan SK DPRD 48/2002 memuat Tata Urutan Acara yang berturut-turut sebagai berikut[7] :
1.      Prakata pimpinan rapat.
2.      Pembacaan berita acara hasil penelitian dokumen administrasi pasangan calon oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Brebes.
3.      Pembacaan tata cara pemungutan dan perhitungan suara oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Brebes.
4.      Persiapan Panitia Pemilihan.
5.      Pemanggilan saksi-saksi dari tiap fraksi.
6.      Pengambilan dan pendistribusian berkas-berkas dan peralatan yang akan digunakan.
7.      Pemeriksaan bilik suara dan kotak suara oleh saksi-saksi.
8.      Pemeriksaan jumlah dan keabsahan kartu suara oleh Panitia Pemilihan didepan saksi-saksi.
9.      Penyerahan kartu suara yang akan digunakan kepada Pimpinan Rapat oleh Panitia Pemilihan.
10.  Penempatan kotak suara dan penyerahan kunci kotak suara kepada Pimpinan Rapat oleh Panitia Pemilihan.
11.  Penandatanganan kartu suara oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Brebes dan pembubuhan cap/stempel.
12.  Pelaksanaan pemberian suara dengan cara memanggil Anggota DPRD Kabupaten Brebes sesuai nomor urut absensi oleh Pimpinan Rapat.
13.  Persiapan perhitungan suara.
14.  Pemanggilan saksi-saksi oleh Pimpinan Rapat.
15.  Pembukaan kotak suara dan mengeluarkan serta menghitung jumlah kartu suara di hadapan saksi-saksi oleh Panitia Pemilihan.
16.  Penghitungan suara dengan membacakan satu persatu kartu suara dan diumumkan / diucapkan di hadapan Rapat Paripurna Khusus Tahap I DPRD Kabupaten Brebes oleh Panitia Pemilihan.
17.  Pembacaan hasil perhitungan suara dari papan pencatat oleh Panitia Pemilihan.
18.  Penandatanganan berita acara penghitungan suara oleh Pimpinan Rapat dan saksi-saksi.
19.  Pembacaan berita acara penghitungan suara oleh Pimpinan Rapat.
20.  Pernyataan Pimpinan Rapat bahwa hasil pemilihan dinyatakan sah.
21.  Penyerahan kotak suara yang berisi dokumen pemilihan dan kunci kepada Pimpinan Rapat.
22.  Penyerahan kotak suara kepada Ketua Pengadilan Negeri Brebes oleh Pimpinan Rapat.
23.  Penandatanganan berita acara penyerahan oleh Pimpinan Rapat dan Ketua Pengadilan Negeri Brebes.
24.  Kata-kata penutup Pimpinan Rapat.
25.  Rapat selesai dan ditutup.
26.  Pemberian ucapan selamat kepada pasangan calon terpilih.
      2). Tempat tahap pelaksanaan pemilihan dilakukan
Semua peristiwa dalam tahap pelaksanaan pemilihan berlangsung di ruang rapat paripurna gedung DPRD Kabupaten Brebes dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I untuk memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.
3). Pihak yang terlibat dalam tahap pelaksanaan pemilihan
Elemen utama yang terlibat dalam tahap pelaksanaan pemilihan tentu saja Panitia Pemilihan yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses penyelenggaraan pemilihan. Disamping itu juga terdapat unsur Pimpinan DPRD sebagai pimpinan rapat paripurna, fraksi selaku elemen yang mengajukan pasangan calon, anggota DPRD selaku pemilih dan unsur stake holder yang terdiri dari; LSM, tokoh masyarakat, ulama, insan pers dan perwakilan dari ormas maupun kelompok kepentingan lain yang ada di masyarakat.
4). Alasan kenapa tahap pelaksanaan pemilihan dilakukan
Tahap pelaksanaan pemilihan dilakukan untuk memilih pasangan calon Bupati dan Wakikl Bupati Brebes 2002-2007 sesuai dengan amanat PP 151/2000 pasal 22 yang diselenggarakan dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I. Dalam rapat paripurna tersebut disyaratkan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota DPRD, dengan pola pemilihan yang bersifat langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil.
5). Bagaimana tahap pelaksanaan pemilihan dilakukan  
Tidak semua tahapan tata urutan acara pemilihan bisa berjalan lancar. Karena masing-masing tahapan mempunyai tipologi kendala yang berbeda-beda. Untuk tahapan pelaksanaan pemilihan ini, kendala utama terletak pada terjadinya deadlock akibat munculnya 2 (dua) macam perdebatan sesaat sebelum agenda pemilihan berupa pemungutan suara dimulai. Pertama, adanya permohonan interupsi dari Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati dari Fraksi APU dan Fraksi KM kepada Pimpinan Rapat yang akhirnya ditolak. Dan kedua, pengunduran diri calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly sesaat sebelum pemilihan dimulai.
Pada saat itu, Rapat Paripurna Khusus Tahap I baru saja dibuka oleh Pimpinan DPRD, dengan agenda protokoler sidang berupa pembacaan berita acara penelitian berkas persyaratan administratif dan tata cara pemungutan dan penghitungan suara. Ketika pembacaan berita acara penelitian dokumen dimaksud akan dilaksanakan, Wahyudin Nooraly meminta kesempatan interupsi.
Sehingga Rapat Paripurna Khusus Tahap I yang baru saja dimulai tersebut menjadi sarat dengan permohonan interupsi dari angggota DPRD yang memperdebatkan boleh tidaknya Wahyudin Nooraly mengajukan interupsi. Pada awalnya Pimpinan rapat menolak karena dalam Tata Cara Pelaksanaan Pemilihan hanya anggota DPRD yang bisa mengajukan ijin bicara, hal ini didasarkan pada pasal 42 SK DPRD 04/2002.
Kemudian H. Muhadjir. MA, BSc, ketua Fraksi APU, mengajukan interupsi dan memohon agar calon Wakil Bupati diberi ijin untuk berbicara. Hal ini disanggah oleh Drs. H. MA. Nopal Najib, anggota Fraksi KB yang menegaskan bahwa yang mempunyai hak interupsi hanya anggota DPRD.
Perdebatan antar anggota DPRD ihwal boleh tidaknya calon Wakil Bupati interupsi belum berhenti, meskipun sempat terdapat jeda untuk membacakan berita acara oleh sekretaris DPRD. Pembacaan berita acara penelitian berkas persyaratan administrasi dimaksud dilanjutkan dengan pembacaan tata cara pemungutan dan penghitungan suara dalam rangka pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007.
Secara umum subtansi perdebatan mengarah pada boleh tidaknya calon Wakil Bupati berbicara. Sampai akhirnya Ketua Fraksi KM mengajukan interupsi yang menyatakan:
 “Kami meminta kepada Pimpinan Sidang untuk ditanyakan kepada masing-masing pasangan calon yang ada disini, apakah masing-masing pasangan calon ini bersedia atau tidak? Kami juga minta kepada Pimpinan Sidang untuk menanyakan kesiapan. Disini ada 3 pasangan calon, kita belum tahu maksud apa yang ingin disampaikan tadi (oleh calon Wakil Bupati yang ingin interupsi), siapa tahu calon Wakil Bupati ini akan memilih salah satu pasangan Bupati, bisa saja kan?[8]

Proses interupsi belum juga berhenti. Penolakan atas argumentasi Ketua Fraksi Karya Massa disampaikan oleh Sukarto, anggota Fraksi PDIP yang intinya menyatakan bahwa kesediaan calon Wakil Bupati dan Bupati sudah bukan saatnya dipertanyakan, sebab penetapan pasangan calon sudah diparipurnakan. Jika proses tersebut harus diulang maka itu sama saja tidak menghormati keputusan DPRD.
Perdebatan tidak kunjung selesai sampai pada akhirnya Jasrody, anggota DPRD dari Fraksi PDIP meminta pada Pimpinan rapat agar apa yang ingin disampaikan calon maupun pasangan calon disampaikan dulu pada fraksi yang bersangkutan yang mengajukan. Jadi bukan pasangan calon langsung yang berbicara, tapi disampaikan melalui Pimpinan Fraksi.
Berbekal argumentasi yang diajukan Jasrody dan persetujuan Pimpinan Rapat, H. Muhadjir. MA, BSc mengajukan interupsi yang isinya berupa pembacaan “interupsi” tertulis yang sebelumnya dipersiapkan akan dibacakan sendiri oleh Wahyudin Nooraly.
Surat pengunduran diri Wahyudin Nooraly ini ditujukan pada Ketua Panitia Pemilihan, Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Brebes dan seluruh rakyat Kabupaten Brebes, dengan perihal “Pengunduran Diri dari Calon Wakil Bupati.” Sedangkan inti surat pengunduran diri berkisar tentang keberatan-keberatan yang diajukan Wahyudin Nooraly terhadap Panitia Pemilihan dan oknum anggota DPRD. Pertama, ihwal indikasi adanya money politics yang dilakukan oleh oknum anggota dewan dari salah satu calon Bupati dan Wakil Bupati. Kedua, tidak diindahkannya surat dari Pangdam IV Diponegoro pada Panitia Pemilihan soal 4 (empat) anggota Fraksi TNI/Polri yang sudah memasuki masa pensiun/purnawirawan. Karena sudah pensiun maka suara anggota DPRD tersebut menjadi tidak sah jika diberikan pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), sehingga hasil pemilihan bisa cacat hukum. Ketiga, tidak adanya tindakan apapun terhadap perilaku anarki yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai Satgas (Satuan Tugas) partai politik pendukung satu calon Bupati dan Wakil Bupati[9].
Keempat, Wahyudin Nooraly beranggapan bahwa ketua Panitia Pemilihan lebih mementingkan urusan partai ketimbang tugas dan tanggung jawabnya sebagai ketua Panitia Pemilihan. Dengan memilih menghadiri undangan rapat partai di Semarang, padahal pada saat yang sama Panitia Pemilihan sedang mengadakan rapat terakhir untuk persiapan pemilihan. Kelima, masih terjadi persoalan di internal Fraksi APU menyangkut pemasangan calon Bupati. Keenam sekaligus poin terakhir, Wahyudin Nooraly ingin menegaskan bahwa langkah pengunduran dirinya merupakan buah dari masukan yang diberikan masyarakat yang berharap agar pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes dapat berjalan dengan bebas dan rahasia, serta bebas dari pengaruh politik uang[10].
Selanjutnya surat pengunduran diri ini dikuti dengan penarikan H. Djuhad Mahya SH dan Wahyudin Nooraly sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati dari Fraksi APU yang diucapkan oleh H. Muhadjir. MA BSc. Setelah surat pengunduran diri dibacakan dan diikuti penarikan calon Bupati dan Wakil Bupati dari Fraksi APU, respon mulai ramai bermunculan. Sebagian besar anggota DPRD, terutama yang berasal dari Fraksi PDIP dan Fraksi KB menolak dengan tegas. Interupsi berlangsung saling bersahut-sahutan dengan inti yang sama; menolak pengunduran diri Wahyudin Nooraly.
Interupsi yang sambung menyambung belum lagi mereda ketika Ketua Fraksi KM melakukan interupsi yang berisi pengumuman tentang penarikan Suwarno Anggasuta SH dan Wahyudin Nooraly sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati. Ketua Fraksi KM beralasan bahwa situasi dan kondisi serta perkembangan politik yang ada tidak kondusif dan tidak lagi mencerminkan rasa demokrasi.
Rapat Paripurna Khusus Tahap I DPRD kembali riuh rendah oleh interupsi, sehingga sidang harus diskors selama 10 menit oleh Pimpinan Rapat untuk mengadakan rapat gabungan antara Panitia Pemilihan dengan Pimpinan Fraksi. Skorsing berlangsung hingga 45 menit, namun tetap tidak ada titik temu antara Pimpinan Rapat dengan para Pimpinan Fraksi.
Skorsing akhirnya dicabut dan Rapat Paripurna Khusus Tahap I dibuka kembali, interupsi kembali gencar dilakukan. Fraksi PDIP dan Fraksi KB getol meminta agar rapat kembali dilanjutkan ke tahap II dengan agenda pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Sedang Fraksi APU dan Fraksi KM mendesak agar rapat paripurna ditunda karena mereka beranggapan ada cacat hukum, sehingga tidak layak diteruskan. Ditengah tumpang tindih interupsi dari anggota DPRD itulah, Fraksi APU dan Fraksi KM memutuskan untuk walk out (keluar ruang rapat paripurna dan tidak mengikuti proses pemilihan selanjutnya) karena merasa kepentingannya tidak diakomodir.
Tanpa menunggu terlalu lama, Pimpinan Rapat menawarkan pada forum apakah Rapat Paripurna Khusus Tahap I bisa diteruskan atau tidak. Forum rapat paripurna menanggapi dengan meminta sistem voting terbuka. Terutama untuk menjawab 2 (dua) persoalan krusial. Pertama, apakah forum menyepakati agar sidang diteruskan dan kedua, apakah forum menerima atau menolak pengunduran diri calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly. Hasilnya sudah bisa ditebak, rapat paripurna jalan terus dan pengunduran diri ditolak dengan komposisi; 28 suara meminta rapat paripurna tetap dilanjutkan sekaligus menolak pengunduran diri Wahyudin Nooraly. Sebanyak 5 (lima) suara dari Fraksi TNI/Polri abstain, sedangkan 12 suara dari Fraksi APU dan FKM memilih untuk walk out.
Selanjutnya Pimpinan Rapat Paripurna Tahap I mempersilahkan Panitia Pemilihan untuk mempersiapkan pemungutan suara. Semua prosedur pemungutan suara dilaksanakan dengan baik dan berjalan lancar dengan tetap memasukkan 12 kartu suara yang kosong milik anggota DPRD yang walk out dalam kotak suara.
Kemudian prosesi pemungutan suara dilanjutkan dengan penghitungan suara. Panitia Pemilihan memohon saksi-saksi agar segera menempatkan diri. Namun untuk menjadi catatan, sejak tahap pemungutan suara sampai dengan penghitungan suara, saksi dari Fraksi APU dan Fraksi KM tidak ikut terlibat sebab mereka sebagai anggota fraksi secara kolektif kolegial ikut melakukan walk out sebagai sikap politik fraksi.
Setelah penghitungan suara selesai, Pimpinan Rapat menandatangani berita acara penghitungan suara bersama-sama dengan saksi-saksi dari masing-masing fraksi. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan kotak berikut surat suara didalamnya kepada Kepala Pengadilan Negeri Brebes berikut penandatanganan berita acara penyerahan kotak suara. Sebelum rapat ditutup, Pimpinan Rapat mengucapkan selamat pada pasangan calon terpilih dan memohon pada pasangan calon yang tidak terpilih untuk bisa berbesar hati dan bersedia untuk turut membangun Brebes bersama-sama elemen masyarakat yang lain.
Pimpinan Rapat tidak lupa mengumumkan pada khalayak luas bahwa mulai tangal 30 Mei s/d 1 Juni 2002 merupakan masa uji publik jika terdapat pengaduan dari masyarakat terutama berkaitan dengan dugaan adanya politik uang dalam proses pemilihan, baik sebelum, saat maupun setelah rapat paripuran pemilihan ini. Jika selama masa uji publik ini tidak terdapat pengaduan maka pasangan calon terpilih akan ditetapkan untuk segera disahkan dan diadakan pelantikan.
Hasil pemungutan suara menghasilkan komposisi suara sebagai berikut; Indra Kusuma –HA. Faris Sulhaq SH mendapat 26 suara, 18 suara abstain dan 1 suara rusak dan dianggap tidak sah. Namun karena proses politik dalam rapat paripurna dianggap belum selesai maka tahap pengesahan belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat, mengingat masih terdapat protes dari Fraksi APU dan Fraksi KM serta beberapa elemen masyarakat lain seperti LSM yang masih menolak hasil Rapat Paripurna Khusus Tahap I.
Karena tidak terdapat pengaduan masyarakat dalam masa uji publik selama 3 (tiga) hari, maka Panitia Pemilihan tidak menyelenggarakan Rapat Paripurna Khusus Tahap II yang seharusnya mengagendakan pembahasan pengaduan masyarakat terhadap hasil pemilihan. Sehingga penetapan pasangan calon terpilih bisa dilaksanakan tanpa melalui Rapat Paripurna Khusus Tahap II yang merupakan bagian dari tahapan pemilihan namun ditiadakan karena tidak terdapat pengaduan dari masyarakat.
Sebelum memasuki tahap pengesahan terdapat peristiwa menarik dan bersifat kontradiktif terutama jika merujuk pada konstelasi politik pada saat itu. Peristiwa tersebut adalah dikeluarkannya Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 05 Tahun 2002 tentang Penyelesaian Masalah Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007[11]. Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten Brebes tersebut ditetapkan pada tanggal 26 Juli 2002, sekitar 2 (dua) bulan setelah kemelut pemilihan Bupati dan Wakil Bupati terjadi.
Penyelesaian yang dimaksud dalam Keputusan Pimpinan DPRD tersebut diatas berupa keputusan untuk mengulang proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan guna menyelesaikan permasalahan dalam seluruh rangkaian proses pemilihan. Keputusan ini dikeluarkan setelah Pimpinan DPRD memperhatikan surat Gubernur Jawa Tengah perihal perkembangan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes, dan memperhatikan hasil pembicaraan dalam rapat Panitia Pemilihan serta rapat Pimpinan DPRD.
H. Sunadi Ilham, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004 menyatakan bahwa dalam proses pengambilan Keputusan Pimpinan DPRD tersebut dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen yang berkepentingan, dalam hal ini Panitia Pemilihan dan unsur Pimpinan Fraksi, dengan hasil berupa kesepakatan untuk mengulang proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
“Sebetulnya, keempat Pimpinan Dewan pada saat itu sudah kompak menganggap proses pemilihan tidak sah, sehingga harus diulang. Dalam rapat Pimpinan Dewan juga disepakati bahwa pemilihan tidak sah dan harus diulang. Tidak tahu apa alasannya, tiba-tiba saja Sarei Abdul Rosyid dalam satu sesi pertemuan (berikutnya) dengan Pimpinan Fraksi dan Panitia Pemilihan tiba-tiba mengatakan, “Besok, saya akan mengadakan rapat paripurna penetapan,” Kita sebagai Pimpinan Dewan jadi bingung, ada apa ini kok tiba-tiba, “ demikian H. Sunadi Ilham[12].

Forum pertemuan antara Pimpinan Dewan, Panitia Pemilihan dan para Ketua Fraksi itu akhirnya menjadi kacau, terlebih begitu selesai menyatakan pengumuman perihal akan dilaksanakannya paripurna penetapan, Sarei Abdul Rosyid langsung keluar dari ruang rapat. Sehingga beberapa peserta forum rapat berusaha mengejar Sarei Abdul Rosyid untuk meminta penjelasan. Sebab, dalam rapat sebelumnya Sarei Abdul Rosyid beserta seluruh Ketua Fraksi, termasuk Ketua Fraksi PDIP dan Fraksi PKB, sudah menyatakan sepakat untuk mengadakan proses pemilihan ulang. Setidaknya demikian menurut Sunadi Ilham.
Pada saat itu situasi politik memang sedang keruh. Banyak elemen-elemen masyarakat yang berusaha untuk mendesakkan kepentingan masing-masing, baik yang berkeinginan agar pemilihan Bupati dan Wakil Bupati diulang maupun yang ingin segera dilaksanakan penetapan pasangan calon terpilih. Sehingga langkah Pimpinan DPRD untuk mengambil keputusan berupa pembatalan pemilihan dan pelaksanaan pemilihan ulang itu dapat dipahami sebagai bagian dari tuntutan dari masukan masyarakat.
Keputusan Pimpinan DPRD ini sempat menjadi kontroversi, setidaknya bagi pihak yang merasa proses pemilihan sudah selesai dan sah, sehingga tidak perlu diperdebatkan apalagi diulang. Silang pendapat sempat berlangsung saat Keputusan Pimpinan DPRD ini diparipurnakan, khususnya penolakan dan protes keras dari anggota Fraksi PDIP dan Fraksi PKB yang bersikukuh bahwa proses pemilihan tetap sah dan harus dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Debat ramai yang dimeriahkan publik ini pada akhirnya ditutup dengan penolakan sebagian besar anggota DPRD, terutama dari 2 (dua) Fraksi yang sudah disebut diatas, terhadap Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 05 Tahun 2002. Sehingga Keputusan Pimpinan DPRD 05 Tahun 2002 yang berisi pembatalan pemilihan dan pengulangan proses pemilihan tidak sempat dijalankan sama sekali oleh Panitia Pemilihan karena tidak mendapat dukungan politik yang memadai dari seluruh anggota DPRD Kabupaten Brebes.
Namun kontroversi mengenai Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 05 Tahun 2002 tidak berlangsung lama, sebab Rapat Paripurna Penetapan yang digelar DPRD Kabupaten Brebes pada tanggal 14 November 2002 secara yuridis telah menganulir Keputusan Pimpinan DPRD 05/2002. Hal ini tertuang dalam Berita Acara Rapat Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Brebes untuk Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 Nomor 69 Tahun 2002[13] poin 5, dimana disebutkan bahwa dengan ditetapkannya pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih maka Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 05/2002 dinyatakan gugur / batal dan tidak berlaku.
Tahap pengesahan ini memang memakan waktu yang panjang, mengingat DPRD Kabupaten Brebes masih harus menunggu keputusan dan rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Meskipun DPRD Brebes, setelah melewati 3 (tiga) hari masa uji publik tanpa pengaduan, sudah mengeluarkan Surat Keputusan DPRD Nomor 22 Tahun 2002 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007. Tahap penetapan pasangan calon terpilih ini bahkan baru dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 November 2002 dalam Rapat Paripurna Khusus Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.
Namun Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati yang mengundurkan diri berupaya menempuh jalur hukum agar proses penetapan ini dihentikan dengan mengajukan gugatan perdata terhadap DPRD Kabupaten Brebes ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) di Semarang. Gugatan tersebut berisi permohonan penundaan proses penetapan pasangan calon terpilih dan pengulangan kembali proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes karena tergugat merasa dirugikan. Selanjutnya dalam Putusan Sela yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang bernomor : 78/G/TUN/2002/ PTUN.Smg  tertanggal 26 November 2002, berisi ketetapan untuk melakukan Penundaan Keputusan Pelaksanaan Penetapan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes oleh DPRD Kabupaten Brebes. Keputusan ini keluar dengan selisih 12 hari dengan saat Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007 yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Brebes.
Tahap pengesahannya sendiri baru bisa dilaksanakan setelah Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.33 – 464 Tahun 2002 tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati Brebes Provinsi Jawa Tengah yang ditandatangani oleh Mendagri dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2002. Sedangkan pengesahan untuk Wakil Bupati Brebes dilaksanakan setelah Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.33 – 465 tahun 2002 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Brebes Provinsi Jawa Tengah yang ditandatangani oleh Mendagri dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal yang sama, 2 Desember 2002.
Secara sederhana proses politik yang demikian cepat dan terkesan kacau ini seolah-olah menandakan bahwa ada mekanisme peraturan yang tidak berjalan dengan benar. Mekanisme dimaksud adalah hal yang berhubungan dengan tidak tanggapnya unsur Panitia Pemilihan dan Pimpinan Rapat Paripurna Khusus Tahap I terhadap kritik dan protes yang diajukan oleh salah seorang calon Wakil Bupati.
Perihal hak bicara yang tertuang dalam pasal 42 Tata Tertib Pemilihan yang hanya diberikan pada anggota DPRD oleh Panitia Pemilihan tetap dilaksanakan sebagaimana adanya. Peraturan berdasarkan pasal 42 ini diterapkan tanpa memandang perlu tidaknya fleksibilitas yang memadai bagi elemen-elemen terkait yang ingin menyampaikan pendapat, terlebih jika pendapat tersebut merupakan hal yang urgent dan sudah seharusnya mendapat tanggapan dari Pimpinan Rapat dan Panitia Pemilihan.
Persoalan selanjutnya berkisar pada penafsiran terhadap aturan main dengan latar belakang kondisi politik yang sedemikian rupa berkembang sehingga aktor-aktor kebijakan merasa perlu mengambil penafsiran yang berbeda satu sama lain dalam implementasi PP 151/2000. Artinya, karena berdasarkan pembacaan masing-masing fraksi atas situasi politik terakhir serta landasan penafsiran yang berbeda terhadap Tata Tertib Pemilihan, sehingga membuat tidak ada jalan tengah dalam silang pendapat dalam rapat paripurna tersebut. Hal ini disebabkan karena masing-masing fraksi merasa tafsirnya yang paling benar sehingga perdebatan memperebutkan kebenaran ini tidak akan pernah selesai sebelum pengambilan keputusan dengan cara voting dilaksanakan.
Secara umum terdapat 2 (dua) persoalan mendasar yang menjadi pokok bahasan penelitian ini. Pertama, bagaimana proses rangkap pencalonan Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly bisa terjadi. Kedua, bagaimana proses pengunduran diri calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly yang memicu terjadinya deadlock dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I sehingga Fraksi APU dan Fraksi KM memutuskan untuk walk out setelah menarik pencalonan mereka atas 2 (dua) pasangan calon Bupati yang lain atas nama H. Djuhad Mahya SH dari Fraksi APU dan Suwarno Anggasuta SH dari Fraksi KM. Implikasi dari penarikan kedua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati ini oleh sebagian kalangan dianggap membawa konsekuensi berupa hanya ada satu calon tunggal dalam pemilihan.
Konstelasi politik pra-pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes pada saat itu terdapat fragmentasi yang memungkinkan terjadinya perubahan situasi politik yang tiba-tiba. Koalisi antara PDIP dan PKB sudah terbentuk, dengan mengusung pasangan calon yang sama, yakni pasangan Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq, SH sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati. Fraksi APU mencalonkan H. Djuhad Mahya SH dan Wahyudin Nooraly, sedangkan Fraksi KM mencalonkan Suwarno Anggasuta SH sebagai calon Bupati berpasangan dengan Wahyudin Nooraly sebagai calon Wakil Bupati.
Secara faktual memang tidak terdapat aturan main yang memadai, baik dalam PP 151/2000, maupun dalam SK DPRD 04/2002 tentang Tata Tertib Pemilihan, dimana kedua sumber hukum ini tidak mencantumkan boleh tidaknya seseorang menjadi calon Wakil  Bupati  untuk  2 (dua) fraksi sekaligus dan berpasangan dengan calon Bupati yang berbeda.
Sehingga menanggapi rangkap pencalonan ini, Drs. Ahmad Rofiqi, ketua Fraksi KB DPRD Kabupaten Brebes periode 2002-2007, menyatakan tidak masalah karena memang tidak ada aturan yang melarang.
“Itu memang tidak ada dalam Tata  Tertib, jadi ada celah itu. Tidak ada aturan yang melarang, jadi tidak bisa protes karena tidak ada alasan yuridisnya. Kalau alasan politik kan bisa dicari. Waktu itu memang tidak kepikiran, padahal saya bagian dari panitia yang merumuskan Tata Tertib,[14]” demikian Drs. Ahmad Rofiqi.

Karena memang tak ada satupun pasal maupun ayat dalam PP 151/2000 maupun dalam tata tertib pemilihan yang mengatur hal tersebut. Akibatnya dualisme atau rangkap pencalonan ini ditanggapi sebagai hal yang wajar, baik secara yuridis maupun politik. Termasuk oleh Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati yang saat itu dicalonkan secara bersamaan oleh 2 (dua) fraksi yang berbeda, dengan satu pasangan calon yang sama. Wahyudin Nooraly merasa tidak punya hak untuk menolak keputusan kedua fraksi tersebut, sehingga yang bersangkutan hanya bersikap datar dan menunggu.
“Karena itu urusan internal (partai) jadi saya tidak bisa mencampuri, karena calon kan tidak bisa intervensi. Bagi calon seperti saya, hanya sekedar hak-hak calon saja; seperti mendaftarkan diri, diuji, dan dicalonkan. Saya tidak bisa mengundurkan diri dari salah satu pasangan. Karena kalau saya mengundurkan diri dari salah satu berarti saya mendzalimi yang lain,” demikian Wahyudin Nooraly[15].

Argumentasi Wahyudin Nooraly dapat dibenarkan. Paling tidak, jika tidak ada aturan yang dilanggar dan selama tidak merugikan fraksi lain, maka rangkap pencalonan Wakil Bupati akan dianggap bukan masalah berarti. Dalam khasanah ilmu hukum, keadaan atau peristiwa diatas biasa disebut “kekosongan hukum,” atau setidaknya peristiwa khusus ini muncul karena ada “kekosongan hukum.” Suatu kondisi dimana tindakan atau perilaku politik dilakukan tanpa berdasar pada aturan yang memang benar-benar belum ada, sehingga apa yang dilakukan atau diputuskan tidak melanggar aturan.
H. Muhammadin, ketua Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Brebes periode 2002-2007 mengatakan hal yang tidak jauh berbeda menanggapi kasus rangkap pencalonan Wakil Bupati diatas.
“Kami tidak berani menanggapi secara institusi, itu kan menyangkut rumah tangga orang lain. Yang mestinya menanggapi kan orang luar atau publik. Secara aturan memang tidak ada masalah, karena memang tidak diatur.[16]

Muhammadin juga menganggap tidak ada masalah dari aspek aturan, sehingga  fraksinya (PDIP), yang merupakan kepanjangan partai atau organisasi politik, merasa tidak punya kewenangan untuk turut campur dalam kebijakan partai politik lain. Muhammadin justru mengembalikan persoalan ini pada publik. Artinya jika elemen-elemen publik masih ada yang protes maka boleh jadi rangkap pencalonan Wakil Bupati itu bermasalah, setidaknya dari aspek kepatutan publik. Sebaliknya, jika tidak terdapat protes, berarti perilaku politik tersebut dapat dikategorikan wajar dan oleh karena itu dapat diterima publik.
Polemik ini memang hanya berhenti sebatas polemik. Karena fraksi lain tidak dirugikan maka proses rangkap pencalonan ini tidak menjadi masalah baik saat penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati maupun saat Rapat Paripurna Khusus Tahap I dengan agenda pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.

Menurut Ripley (1985), proses rangkap pencalonan Wakil Bupati yang terjadi dalam proses pemilihan dimaksud merupakan suatu implementasi kebijakan yang bersifat maldesign, artinya berasal dari sesuatu yang salah dilihat dari aspek penyusunan kebijakan. Secara umum masih terdapat faktor non-birokratis yang berpengaruh dan ada program-program maupun klausul-klausul kebijakan yang tidak disusun dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan tidak disiapkan untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat unik seperti rangkap pencalonan Wakil Bupati seperti kasus diatas. Sehingga aktor kebijakan menemukan celah yang bisa dimasuki untuk kepentingan politik mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang digambarkan Grindle (dalam Wibawa dkk, 1994 : 22), dimana selain isi kebijakan, para aktor kebijakan juga harus mencermati konteks kebijakan yang hendak diterapkan. Maksud dari teori Grindle diatas menunjukkan bahwa sudah sepatutnya aktor kebijakan seperti halnya anggota DPRD, dalam hal ini Panitia Khusus untuk memeriksa lebih jauh seperti apa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika kebijakan ini diterapkan. Sehingga Panitia Khusus bisa menciptakan langkah antisipasi, atau setidaknya memberikan respon yang memadai jika terjadi penyimpangan (deviasi) terhadap kebijakan yang sedang diterapkan. Jika merujuk pada Grindle, Panitia Khusus dapat dianggap tidak mencermati poin tentang rangkap pencalonan dalan Tata Tertib Pemilihan.
Hal ini bisa juga digunakan untuk menjelaskan kenapa terjadi pengunduran diri sebagai calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly. Dalam perspektif ini aktor kebijakan seperti tengah mencari celah kemungkinan untuk mensiasati Tata Tertib Pemilihan dan PP 151/2000 yang memang tidak mengatur ihwal pengunduran diri tersebut.
Persoalan yang lebih penting dan punya implikasi hukum dan bersifat politis ditunjukkan oleh segenap aktor-aktor politik yang terlibat dalam proses Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) pada saat Rapat Paripurna Khusus Tahap I.
Secara prosedural, sudah seharusnya tahapan-tahapan proses ini diikuti oleh seluruh pasangan calon, termasuk Wahyudin Nooraly. Namun karena merasa ada yang tidak beres dalam rangkaian proses pemilihan, dari mulai tahap penyaringan, pemaparan visi, misi dan rencana kebijakan hingga mendekati hari-H pemilihan, maka Wahyudin Nooraly memutuskan untuk melakukan protes. Karena protes-protes yang dilayangkan tidak kunjung disikapi oleh DPRD, dalam hal ini Panitia Pemilihan, maka Wahyudin Nooraly memutuskan untuk mengundurkan diri. Setidaknya demikian menurut Wahyudin Nooraly.
Secara umum, Wahyudin Nooraly dalam satu sesi wawancara dengan peneliti menyatakan bahwa ada tiga titik ketidakberesan mekanisme baik secara administratif maupun etika politik. Pertama, ada 2 (dua) fraksi yang menurutnya tidak fair dalam menjaring bakal calon Bupati. Argumentasi Wahyudin Nooraly sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya diatas. Diantaranya berupa rendahnya apresiasi anggota Fraksi PDIP dan Fraksi KB saat Wahyudin Nooraly melakukan pemaparan visi, misi dan rencana kebijakan. Kedua, tidak adanya transparansi hasil penilaian, baik secara administratif maupun kemampuan sesuai dengan materi yang diujikan. Hal ini mungkin saja hanya ekor dari induk permasalahan sebelumnya, bahwa sebetulnya fraksi yang dimaksud Wahyudin Nooraly memang tidak beritikad untuk repot-repot menjaring calon sebab mereka sudah punya “calon” yang sudah disiapkan sejak lama. Ketiga, hal krusial yang patut dicermati adalah ihwal adanya indikasi politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007. Wahyudin Nooraly menengarai hal ini terjadi sebelum proses pemilihan, mengingat ada bakal calon yang gagal sebelum tahap penetapan calon, menagih uang yang pernah diberikan pada para anggota DPRD.


Pengunduran diri Wahyudin Nooraly dalam Rapat Paripurna Khusus Tahap I didasarkan atas dorongan moral dan etika politik yang sedemikian kuat sehingga ia merasa perlu memperingatkan pada elemen-elemen terkait, dalam hal ini Pimpinan dan anggota DPRD, agar menindaklanjuti apa yang menjadi ganjalan yang mendasari kritik-kritik yang dilontarkan berkait dengan seluruh tahapan yang sudah dilalui.
“Saya sudah memperingatkan, kira-kira seminggu sebelum hari-H. Pada  anggota dewan dan ketua, tolong uang-uang yang mereka terima itu dikembalikan dulu sebelum pemilihan. Sebab saya tidak ingin terlibat dalam perhelatan yang kemudian menimbulkan tuntutan di belakang hari. Karena di banyak daerah yang menjalankan pilkada, ributnya setelah terjadi pemilihan. Yang kalah menggugat, yang rugi rakyat karena kepala daerah hanya memikirkan gugatan-gugatan ini,” demikian Wahyudin Nooraly[17].

Muara dari seluruh kritik yang dilontarkan ini lagi-lagi mengarah pada dugaan money politics yang menghantui proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Brebes. Hal yang membuat Wahyudin Nooraly melakukan langkah politik dengan mengundurkan diri sesaat sebelum pemilihan dimulai. Meskipun pada awalnya Wahyudin Nooraly tidak meminta pengunduran diri, namun hanya meminta proses pemilihan ditunda, setidaknya sampai ada tanggapan terhadap kritik-kritik yang diajukan.
“Kalau (masalah) ini tidak bisa dibereskan saya akan mundur. Ada yang memberi saran, mundurnya jangan sekarang tapi besok saja saat pemilihan dengan cara minta interupsi. Saya tidak jadi mundur, tapi saya ngomong, saya minta interupsi sebentar agar sidang pemilihan ini ditunda untuk seminggu atau setidaknya sebulan untuk membereskan masalah-masalah yang tadi,” demikian Wahyudin Nooraly[18].

Pada akhirnya protes yang diajukan Wahyudin Nooraly tidak ditanggapi oleh seluruh stake holder yang terlibat dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, demikian juga interupsi yang diminta ditolak oleh Pimpinan Rapat Paripurna Khusus Tahap I, Sarei Abdul Rosyid S.IP, Ketua DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004.
Wahyudin Nooraly menyatakan keheranan pada sikap forum rapat paripurna diatas, dengan menganggap ada yang salah dengan penolakan forum Rapat Paripurna Khusus Tahap I atas pengunduran dirinya.
“Interupsi tidak boleh, mundur katanya divoting.  Ini kan aneh, divoting boleh tidaknya. Mereka yang sudah menerima uang kan tidak ingin saya mundur, lagipula kalau divoting sudah kelihatan hasilnya, 17 tambah 11 dari dua Fraksi itu. Saya hanya mengingatkan, tolong pikirkan, saya mundur atau ditunda. Persoalannya, voting untuk pengunduran diri calon tidak ada. Alasannya calon tidak boleh mundur. Ini aneh saja. Tidak ada aturannya kok diadakan,” demikian Wahyudin Nooraly[19].

Akan tetapi hal ini dibantah Drs. Ahmad Rofiqi, ketua Fraksi KB DPRD Brebes 2002-2007, dengan menyebut bahwa ini bukan saatnya maju atau mundur dalam pemilihan. Karena tidak ada  mekanisme yang mengatur calon boleh mundur  saat proses  pemilihan sudah akan dilangsungkan.
“Tatibnya kan jelas, calon tidak bisa mengundurkan diri. Karena sudah diparipurnakan, maka calon yang bersangkutan harus mengganti semua biaya yang dikeluarkan oleh dewan. Karena dewan kan harus memulai lagi. Wahyudin mengundurkan diri secara sepihak, kan sebenarnya bisa mengundurkan diri sebelum paripurna. Padahal saat itu kan sidang paripurna pemilihan, jadi tidak ada tawar menawar. Mengundurkan diri kan tawar-menawar. Kami menolak. Karena tatibnya tidak membolehkan, karena saat itu bukan orang mau terus atau tidak,[20]” demikian Ahmad Rofiqi.

Tata tertib yang menyebutkan boleh tidaknya seorang calon mengundurkan diri memang tidak ada, tetapi bahwa  jika sudah melalui paripurna seorang calon yang mengundurkan diri harus membayar ganti rugi biaya perhelatan memang ada. Klausul ini tercantum dalam pasal 39 Tata Tertib Pemilihan yang berbunyi :
”Dalam hal  penetapan Keputusan DPRD terdapat 2 (dua)  Pasangan Calon dan salah satu calon atau pasangan mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) Keputusan ini sehingga mengakibatkan batalnya pemilihan maka dikenakan sanksi untuk membayar segala biaya  yang ditimbulkan atas kerugian tersebut kepada Panitia Pemilihan dalam waktu 3 (tiga) hari sejak pengunduran dirinya dan tidak boleh mengikuti proses penyaringan ulang.[21]

Sedangkan pasal mengenai boleh tidaknya seorang calon mengundurkan diri dan kapan saat seorang calon boleh mengundurkan diri, sama sekali tidak dicantumkan dalam Tata Tertib Pemilihan. Sehingga terdapat bias penafsiran antara fraksi yang menganggap bahwa pengunduran diri melanggar tata tertib pemilihan dan fraksi yang menganggap pengunduran diri tidak melanggar tata tertib. Namun karena kondisi politik saat pemilihan saat itu memenangkan fraksi yang menganggap pengunduran diri tidak sah dan tidak ada calon tunggal, maka adagium bahwa  kekuatan politik bisa mengalahkan penafsiran atas hukum seolah menemukan titik kebenarannya.
            Apapun konteks dan muatan perdebatannya, pengunduran diri Wahyudin Nooraly membawa implikasi politik dan yuridis yang sangat serius. Bagaimana tidak? Secara faktual berarti pasangan Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq, SH tidak mempunyai lawan dalam pemilihan alias calon tunggal. Suatu kondisi yang secara yuridis tidak diperbolehkan dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 maupun dalam PP Nomor 151 Tahun 2000.
Muhadjir M. Ardian sebagai ketua Fraksi APU menyebutkan, kalau dulu ketika pemilihan Bupati masih mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1974, jika hanya terdapat satu calon maka fraksi yang belum mengajukan calon diloby untuk dapat mengirimkan nama calon sebagai pendamping dalam pemilihan, sehingga pemilihan dapat dilakukan dengan calon lebih dari satu. Sekarang prinsip pemilihan yang melarang dilakukan hanya dengan 1 (satu) calon diadopsi dan ditegaskan kembali dengan ketentuan seperti diatur dalam pasal 18 ayat (8) PP 151/2000 yang menyatakan, “Dalam hal pasangan calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan mengundurkan diri, proses penetapan pasangan calon diulang.”
            Namun secara yuridis, pengunduran diri tidak terjadi pada saat penetapan, melainkan pada saat proses pemilihan akan dimulai. Lagipula, tahap penetapan pasangan calon sudah dilewati dan terdapat 3 (tiga) pasangan calon, bukan hanya 2 (dua) seperti dipersyaratkan dalam PP 151/2000, sehingga fraksi PDIP dan Fraksi PKB menganggap argumentasi mereka tersebut sudah final dan benar. Namun fakta lapangan juga tidak bisa dipungkiri bahwa pasangan calon yang diajukan Fraksi APU dan Fraksi KM ditarik pencalonanannya alias mengundurkan diri. Sehingga secara faktual, pasangan calon Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq SH tidak melawan siapa-siapa, hanya pasangan calon yang sudah dianggap gugur bahkan oleh fraksinya sendiri yang mengajukan kedua pasangan calon tersebut.
Secara yuridis normatif memang pemilihan hanya dengan satu pasangan calon tidak dimungkinkan, namun konstelasi politik saat pemilihan berlangsung memungkinkan hal tersebut terjadi. Perdebatan mengenai konsepsi calon tunggal ini dilakukan oleh fraksi-fraksi yang saling berseberangan. Pijakan argumentasi masing-masing elemen fraksi didasarkan pada dua hal yang berbeda. Pertama, Fraksi PDIP dan Fraksi KB menganggap pengunduran diri calon Wakil Bupati tidak sah, sehinggga tidak ada konsepsi calon tunggal. Sedangkan Fraksi APU dan Fraksi KM menganggap bahwa calon Wakil Bupati atas nama Wahyudin Nooraly telah sah mengundurkan diri dan bahkan kedua fraksi tersebut telah menarik pencalonan  2 (dua) orang pasangan Bupati yang mereka ajukan sebelumnya, sehingga 2 (dua) pasangan calon tersebut dianggap gugur.
            H. Muhammadin, mantan ketua Fraksi PDIP menganggap pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 bukan calon tunggal, sebab ada pasangan lain yang dicalonkan oleh Fraksi lain. Oleh karena pengunduran diri Wahyudin Nooraly ditolak maka dianggap tidak sah, demikian juga dengan pencabutan pencalonan yang dilakukan oleh masing-masing ketua Fraksi APU dan FKM juga dianggap tidak sah.
“Kalau saya tetap tidak mengakui bahwa (pemilihan itu) calon tunggal. Karena memang ada calon, yang artinya dia datang. Mereka datang, cuma antara siap dan tidak siap. Menurut pandangan saya, yang namanya peserta baik calon Bupati atau Wakil Bupati maupun anggota DPRD sebagai pemilik hak pilih, jika sudah hadir dan menandatangani daftar hadir itu sudah merupakan partisipasi. Dalam perjalanannya kemudian mereka walk out, itu kan sudah hak mereka,” demikian H. Muhammadin[22].

            Jika mengingat komposisi terakhir penghitungan suara yang memenangkan Indra Kusuma dan HA. Faris Sulhaq, SH dengan angka 26 suara, abstain 18 suara dan rusak 1 suara maka boleh jadi logika yang jadi basis argumentasi  H. Muhammadin bermasalah. Sebab, secara teknis jumlah keseluruhan suara anggota DPRD Brebes adalah 45 suara. Jika total perhitungan dalam pemilihan sebanyak 45 suara, maka ke-12 kartu suara anggota DPRD yang walk out tetap dihitung. Itu artinya walk out tidak dianggap sebagai sikap politik, sehingga kartu suara, yang notabene adalah hak politik mereka yang walk out, tetap dipakai dan dihitung meskipun masih dalam kategori abstain atau tidak memberikan suara.
            Jika 12 kartu suara milik anggota DPRD yang walk out tetap dihitung, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai tindakan manipulasi terhadap kartu suara. Karena seharusnya walk out adalah bagian dari sikap politik yang diambil oleh anggota Fraksi APU dan Fraksi KM yang merasa diperlakukan tidak adil, sehingga mengambil langkah keluar dari ruang paripurna serta tidak bertanggungjawab terhadap hasil-hasil pemungutan suara tersebut.
            Sikap walk out tersebut tidak bisa ditanggapi sebagai bentuk tetap hadir, apabila  12 kartu suara milik anggota Fraksi APU dan Fraksi KM tetap dimasukkan kotak suara, maka resikonya dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 150 dan 152  KUHP  yaitu tindak pidana manipulasi surat suara dalam pemilihan tersebut.
Perdebatan ihwal abstain tidaknya 12 anggota DPRD dari Fraksi APU dan Fraksi KM, berujung pada diajukannya Laporan dan Pengaduan kepada pihak Kepolisian Resort Brebes tentang adanya dugaan tindak pidana manipulasi surat suara sebagaimana diatur dalam pasal 150 dan 152 KUHP. Dalam perkara tersebut Sarei Abdul Rosyid SIP, sebagai ketua DPRD Kabupaten Brebes merangkap Ketua Panitia Pemilihan dan Nurul Huda SAg, selaku pembaca kartu suara yang menentukan sah tidaknya kartu suara pemilihan, diadukan oleh  seluruh anggota Fraksi Karya Massa (KM) dan Fraksi Amanat Persatuan Umat (APU) karena dianggap telah melakukan tindakan manipulasi terhadap 12 surat suara anggota Fraksi APU dan Fraksi KM yang walk out karena tetap dihitung hadir dalam pemilihan dan membiarkan suara-suara pelapor dimasukan secara tidak sah dengan cara diwakilkan.
Tindakan terlapor dengan memasukan atau setidak-tidaknya membiarkan suara-suara pelapor dimasukan secara tidak sah dengan cara diwakilkan adalah melanggar pasal 21 ayat (2) Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 04 Tahun 2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes yang menyatakan, “Penggunaan hak anggota DPRD untuk memilih calon Bupati dan Wakil Bupati tidak dapat dikuasakan / diwakilkan kepada orang lain.”
Selain itu pelapor juga menganggap terlapor telah melakukan tipu muslihat dengan tetap menganggap sah kartu suara pemilih yang di kertas suaranya terdapat tulisan atau coretan selain tanda silang (X), karena menurut Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 04 Tahun 2002 Pasal 26 juncto Pasal 25, jika ada tulisan atau coretan selain tanda silang (X), maka suara menjadi tidak sah.
Terlapor juga dianggap telah melakukan tipu muslihat dengan mencantumkan dalam berita acara Rapat Paripurna Khusus Tahap I pada tanggal 29 Mei 2002, bahwa anggota DPRD Kabupaten Brebes yang menggunakan hak suaranya adalah 45 orang, padahal yang menggunakan hak suaranya secara sah hanya 33 orang karena 12 orang anggota DPRD Kabupaten Brebes dari Fraksi Karya Massa (KM) dan Fraksi Amanat Persatuan Ummat (APU) melakukan walk out dan tidak menggunakan hak suaranya.
Drs. Ahmad Rofiqi, ketua Fraksi KB DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004 menegaskan bahwa saat itu adalah paripurna pemilihan, dimana pasangan calon dan fraksi-fraksi sudah hadir dan menyepakati agenda. Sehingga apapun alasan yuridisnya, keputusan rapat paripurna tetap sah.


“Kami berpendapat calon tetap tiga pasang, karena pengunduran diri dan penarikan calon itu dianggap tidak sah. PDIP dan PKB menganggap masih ada 2 (dua) pasangan calon lain sebagai lawan politik. Kecuali pada saat itu pimpinan rapat langsung membatalkan. Kita bisa mulai dari awal kalau sidang paripurna pemilihan membatalkan, tapi pemimpin sidang tidak membatalkan. Kami masih punya alasan, berarti pengunduran diri tidak sah,” demikian Ahmad Rofiqi[23].

            Tahap pelaksanaan pemilihan ini pada dasarnya masih menyimpan 2 (dua)  pertanyaan besar. Pertama, soal sah tidaknya proses pemilihan yang hanya melibatkan calon tunggal, dimana pada saat pemilihan masih terjadi perdebatan yang mengakibatkan munculnya voting terbuka untuk menolak pengunduran diri calon Wakil Bupati. Kedua, adanya dugaan manipulasi terhadap Panitia Pemilihan karena tetap memasukkan kartu suara anggota DPRD yang walk out dalam proses penghitungan suara dan dihitung sebagai suara abstain.
            Dalam bahasan ini dapat dijelaskan bahwa apa yang dijabarkan Grindle dalam konteks kebijakan, dimana implementasi PP 151/2000 mendapat pengaruh dari kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat. Pengaruh disini diwujudkan dalam bentuk bagaimana sebuah Tata Tertib Pemilihan dibuat dan ditafsirkan sedemikian rupa sesuai dengan kondisi politik yang dikehendaki. Hal ini terlihat melalui berbagai perdebatan dengan landasan argumentasi dan konteks yang diajukan masing-masing anggota DPRD untuk memperjuangkan kepentingan fraksi yang mengakibatkan deadlock dalam rapat paripurna. Faktor pengaturan strategi sangat kental mewarnai perdebatan antara aktor-aktor kebijakan yang tergabung dalam fraksi-fraksi, terutama yang berkaitan dengan pengunduran diri calon Wakil Bupati dan konsepsi calon tunggal yang dipertentangkan. Masing-masing fraksi mendasarkan argumentasinya pada aturan main yang ada, yakni PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002 tentang Tata Tertib Pemilihan. Pergulatan strategi inilah yang akhirnya menghasilkan keputusan berupa dilanjutkannya Rapat Paripurna Khusus Tahap I dan aksi walk out bagi yang tidak menyepakati keputusan tersebut diatas. Namun penilaian atas efektif tidaknya implementasi kebijakan akan menjadi tidak relevan sebab dalam prakteknya, PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan memang tidak dapat diterapkan sebagaimana mestinya karena kondisi dan situasi politik yang selalu berubah akibat interaksi politik antar aktor kebijakan, baik antara anggota DPRD, fraksi-fraksi maupun Panitia Pemilihan.
            Merujuk pada Ripley (1985), penerapan kebijakan sepeti kasus impelementasi PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002 merupakan gambaran kondisi compliance (kepatuhan) aktor kebijakan terhadap kebijakan yang tengah diterapkan. Pada titik ini kebijakan dapat dikatakan berhasil diimplementasikan jika aktor kebijakan mematuhi seluruh petunjuk teknis dan non-teknis dari kebijakan tersebut. Setidaknya, pekerjaan pada tahap-tahap awal berupa; perumusan tata tertib, pendaftaran, penyaringan, penetapan bakal calon dan penetapan pasangan calon yang dilaksanakan Panitia Khusus dan Panitia Pemilihan dapat dikategorikan memenuhi aspek compliance.
Gambaran kedua berupa faktor what’s happening (apa yang terjadi) saat kebijakan PP 151/2000 diimplementasikan. Sehingga apa yang dilakukan fraksi-fraksi, anggota DPRD dan Panitia Pemilihan merupakan cerminan situasi politik riil yang terjadi dalam proses pemilihan dan sebagai fakta penerapan kebijakan maka segala peristiwa yang terjadi dalam proses pemilihan merupakan obyek penelitian yang harus dicermati. Dalam konteks ini perspektif what’s happening lebih menekankan pada analisis karakter dan kualitas perilaku organisasional dalam mengimplementasikan kebijakan. Sehingga seluruh peristiwa yang terjadi dalam rapat Paripurna Khusus Tahap I merupakan perpaduan antara karakter masing-masing fraksi dengan segenap kepentingan, orientasi dan strategi politik serta perilaku organisasional partai politik yang direpresentasikan oleh anggota DPRD. Untuk mengambil contoh, misalnya apa yang dilakukan oleh Fraksi PDIP dan Fraksi KB saat menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang memang sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum tahap penyaringan dilaksanakan. Meskipun perspektif what’s happening ini mengandung 2 (dua) kekurangan, yakni banyaknya faktor non-birokrasi yang berpengaruh dan kemungkinan adanya maldesign policy. Faktor non-biokrasi dapat diartikan keengganan para aktor kebijakan untuk mematuhi struktur birokrasi diatasnya dan memakai metode, pola dan strategi yang diyakini oleh para aktor kebijakan tanpa memandang perlunya pertunjuk dan instruksi dari struktur birokrasi diatasnya, dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah atau Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan maldesign merujuk pada tidak adanya peraturan atau pasal, baik dalam PP 151/2000 maupun dalam SK DPRD 04/2002 yang mencantumkan ihwal boleh tidaknya rangkap pencalonan dan deskripsi detail tentang pengunduran diri calon.

c.       Tahap Monitoring dan Evaluasi
1). Kegiatan dalam tahap monitoring dan evaluasi
Tahap ini berupa proses monitoring atau pengawasan yang terjadi sebelum maupun pada saat pemilihan berlangsung. Sedangkan tahap evaluasi berupa penilaian baik dari elemen masyarakat maupun instansi yang lebih tinggi atas apa yang terjadi dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati maupun setelah proses pemilihan terjadi. Dalam arti bagaimana mencermati evaluasi terhadap hasil-hasil pemilihan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh instansi yang lebih tinggi, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Tengah.
2). Tempat tahap monitoring dan evaluasi dilakukan
Semua tahapan monitoring dan evaluasi dikerjakan di lingkup Kabupaten Brebes, termasuk diantaranya proses pengawasan saat tahap pemilihan sedang berlangsung maupun saat proses penilaian dan pengiriman surat protes pada Gubernunr Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri.
3). Pihak yang terlibat dalam tahap monitoring dan evaluasi
Tahap monitoring dan evaluasi ini melibatkan semua unsur stake holder yang terlibat, mulai dari anggota DPRD, kelompok kepentingan, ulama dan tokoh masyarakat, LSM, insan pers dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Dengan menimbang bahwa tahapan ini merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan menilai sejauh mana mekanisme pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dijalankan dengan baik, benar, taat azaz dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4). Alasan kenapa tahap monitoring dan evaluasi dilakukan
Tahap monitoring dan evaluasi mendapatkan landasan yang kuat dari pasal 25 PP 151/2000 yang membuka ruang seluas-luasnya bagi pengujian publik yang dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah pemilihan dengan pembatasan pada dugaan adanya politik uang dalam tahap pelaksanaan pemilihan.
5). Bagaimana tahap monitoring dan evaluasi dilakukan
Pada tahap pelaksanaan pemilihan sebenarnya telah ada monitoring dari elemen masyarakat yang kebetulan diundang dalam proses pemilihan. Diantaranya; kalangan LSM, ulama dan tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Meskipun tidak maksimal, namun apa yang dilakukan Gerakan Aliansi Wakil Masyarakat (Gawat) dan Bupati Election Wacht Forum (Bilwaf), himpunan LSM di Brebes yang concern pada proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati sudah cukup mewakili partisipasi masyarakat dalam melakukan monitoring. Fokus masalah yang menjadi bahan kajian kedua LSM tersebut didasarkan pada upaya untuk mencegah maraknya politik uang yang terjadi dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
Gerakan monitoring dilakukan Gawat dan Bilwaf melalui seminar dan sarasehan yang mengupas ihwal pelaksanaan Pilkada Brebes. Gawat bahkan mengadakan sarasehan dengan tema persiapan Pilkada dan kewaspadaan terhadap money politics dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati jauh sebelum Pilkada dimulai dengan menggelar talk show dan diskusi interaktir dengan beragam tema yang berhubungan dengan proses Pilkada di radio Pop FM Brebes.


Mahfudin SS, koordinator Gawat menyatakan bahwa pendirian Gawat merupakan upaya untuk melakukan proses sosialisasi dan pemantauan sehingga Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) bisa menjadi milik seluruh warga masyarakat Brebes.
“Kita dari awal beritikad agar masyarakat bisa mengikuti proses Pilkada, sebab menurut PP 151/2000 disebutkan bahwa penyelenggara Pilkada adalah DPRD, sedangkan yang memilih juga DPRD. Lalu kapan masyarakat bisa terlibat? Akhirnya saya membuat Gawat yang merupakan aliansi dari elemen-elemen masyarakat, termasuk diantaranya wartawan, ormas dan pribadi-pribadi yang peduli pada Pilkada,” demikian Mahfudin[24].

Secara garis besar program sosialisasi dan pemantauan Gawat dilakukan dengan 2 (dua) medium. Pertama, diskusi interaktif atau talk show bertajuk Obras (Obrolan Rakyat Serius tapi Santai) di radio Pop FM Brebes seminggu 2 (dua) kali dengan durasi 1 (satu) jam siaran. Kedua, dengan mengadakan seminar dan fokus group diskusi yang membahas ihwal segala aspek dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes.
Masyarakat yang semula hanya terlibat sebagai penonton, dengan adanya diskusi interaktif radio diharapkan bisa ikut memantau jalannya pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Bahkan masyarakat bisa menilai dan melontarkan kritik atas visi-misi dan rencana kebijakan yang jadi bagian program kerja calon Bupati dan Wakil Bupati yang kebetulan menjadi narasumber dalam diskusi interaktif radio tersebut.
Acara Obras  yang diselenggarakan Gawat di Pop FM ini tetap dilangsungkan hingga tahap pemilihan Bupati dan Wakil Bupati selesai dilaksanakan. Jadi masyarakat bisa ikut memantau dan menilai sah tidaknya proses pemilihan dan menentukan sikap terhadap proses dan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Sebagian besar responden yang menelepon dalam acara Obras tersebut menyatakan bahwa Pilkada (Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati) tidah sah oleh karena itu harus diulang sedangkan sebagian kecil lagi menganggap Pilkada tetap sah dan pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih harus segera dilantik. Pro-kontra pendapat yang terjadi antar elemen-elemen masyarakat ini tidak sampai menyebabkan perpecahan, karena justru masyarakat lebih bisa memahami substansi demokrasi ketimbang para elit politik yang saat itu tengah bertikai.
Pokok-pokok pikiran Gawat salah satunya menyatakan bahwa hendaknya dalam seleksi pasangan calon, Dewan (DPRD) harus mengedepankan figur terbaik sebagaimana diisyaratkan dalam UU N0 22 Tahun 1999. Kalangan anggota Dewan (DPRD) jangan berpaling pada hal yang bersifat material, dengan kata lain menggadaikan lembaganya dengan melakukan money politics[25].


Sedangkan Bilwaf mengusulkan agar dilakukan sumpah atau janji tidak melakukan politik uang sebelum para wakil rakyat melaksanakan pemilihan. Sumpah berlaku juga untuk calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ikut dalam pemilihan.
''Sebaiknya ada tata tertib sumpah dalam pilkada nanti. Sumpah diucapkan sebelum pemilihan,'' kata Syamsul Ma'arif[26], seorang pengurus Bilwaf, dalam audensi dengan unsur Pimpinan DPRD.

Sebelumnya FORPAK (Forum Penegak Konstitusi dan Keadilan) Kabupaten Brebes juga melakukan proses monitoring terhadap proses penyaringan dan penetapan pasangan bakal calon dan penetapan pasangan calon. FORPAK sedari awal mengkhawatirtkan terjadinya manipulasi dan kecenderungan politik uang, sehingga mereka mengajukan salah satu klausul tuntutan pada poin 5 yang berbunyi tindak tegas anggota Dewan (DPRD) yang terlibat politik uang. Mereka juga mengemukakan klausul tuntutan, khususnya pada poin 8, yakni “Bila terbukti cacat hukum, maka proses Pilkada harus diulang secara menyeluruh dengan ukuran kriteria penilaian yang jelas dan terukur.[27]
Proses monitoring ini dilanjutkan hingga proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pada tanggal 29 Mei 2002. Kehadiran Gawat, Bilwaf dan FORPAK serta elemen lain dalam proses pemilihan ini membuat kegiatan monitoring secara prosedural sudah terpenuhi. Meskipun secara substansial belum dapat dikatakan bahwa proses monitoring ini sudah maksimal. Sebab hasil pemilihan yang kemudian ditetapkan DPRD tidak mendapat tanggapan yang berarti, terutama berkaitan dengan tidak dimanfaatkannya masa uji publik dengan optimal.
Kegiatan monitoring ini juga mengkaji tentang sah tidaknya proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang menurut mereka tidak menerapkan peraturan sebagaimana mestinya dan ternodai oleh indikasi adanya politik uang dalam proses pemilihan. Perdebatan ihwal sah tidaknya proses dan hasil pemilihan ini juga menjadi perhatian publik luas, terutama elemen-elemen kepentingan yang merasa bahwa proses pemilihan tersebut bermasalah karena melanggar tata tertib. Salah satunya adalah aksi yang digelar Solidaritas Rakyat Anti Kekerasan dan Intimidasi (Soraki), dengan mendatangi gedung DPRD dan meminta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati diulang karena melanggar pasal 14 tata tertib pemilihan[28]. Dalam pasal 14, ayat 1 disebutkan bahwa “Dalam hal Pasangan Calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan mengundurkan diri, proses pemilihan Pasangan Calon diulang.[29]
Soraki merupakan kepanjangan tangan dari Gawat, sebab Soraki dibentuk oleh Gawat dengan menambah jumlah aliansi dengan elemen masyarakat dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Aliansi baru ini dibentuk dengan tujuan untuk sosialisasi pada masyarakat bahwa Pilkada yang baru saja dilakukan tidak sah oleh karena itu harus diulang prosesnya. Untuk memperjuangkan tuntutannya Soraki bahkan pernah mengirim surat kepada Pimpinan DPRD, Panitia Pemilihan, Pimpinan Fraksi, Presiden RI dan Mendagri serta Gubernur Jawa Tengah perihal Pelanggaran Keputusan DPRD Brebes Nomor 04 Tahun 2002 dalam Rapat Paripurna Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih masa jabatan tahun 2002-2007.
Hal yang sama juga dilakukan Masigab (Majelis Silaturahmi Masyarakat Brebes) yang berkedudukan di Jakarta. Masigab mengirim surat pernyataan sikap yang ditujukan pada Mendagri, dengan inti surat berupa pernyataan bahwa Pilkada Brebes tidak sah karena hanya terdapat satu calon tunggal dan proses pemungutan suara yang tidak sah karena penghitungan yang mengikutsertakan 12 surat suara sebagai abstain. Masigab juga menganggap telah terjadi politik uang sehingga mereka berkesimpulan bahwa pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tidak sah dan harus diulang[30].
Fenomena yang menarik terjadi ketika bukan hanya kelompok masyarakat, seperti Soraki dan Masigab saja yang menganggap proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tidak sah, namun ada elemen masyarakat yang bersikap sebaliknya. Kelompok masyarakat tersebut menamakan diri SANTRI (Solidaritas Masyarakat Anti Anarkhis) Kabupaten Brebes yang mendukung langkah DPRD Brebes untuk segera menetapkan pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
Dasar argumentasi utama SANTRI dalam menerima hasil pemilihan adalah karena SANTRI menganggap pengunduran diri calon Wakil Bupati dan penarikan pasangan calon sebelum pemilihan dimulai merupakan pelanggaran terhadap Tata Tertib Pemilihan dan merupakan skenario yang dirancang secara sistematis oleh sebagian anggota DPRD untuk menggagalkan proses Pilkada (pemilihan kepala daerah) Brebes[31].
Penerapan pasal 14 ayat (1) Tata Tertib Pemilihan inilah yang jadi pemicu pro dan kontra pasca pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes. Pada satu sisi, kelompok yang pro menganggap apa yang mereka lakukan tidak melanggar tata tertib. Sedangkan di sisi lain, kelompok yang kontra menganggap bahwa tata tertib sudah dilanggar sehingga hasil pemilihan menjadi tidak sah. Selain kritik dari pelbagai kelompok kepentingan di masyarakat, proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes ini juga melibatkan instansi diatasnya, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Sehingga Menteri Dalam Negeri merasa perlu melakukan evaluasi, terlebih karena unsur Pimpinan DPRD Kabupaten Brebes 2002-2007, yang terdiri dari; Sarei Abdul Rosyid S.IP sebagai ketua, dan tiga wakil ketua yakni masing-masing; H Slamet Abdullah Nury BA, HM. Nasrudin, dan HM. Sunadi Ilham meminta pentunjuk ihwal stagnasi dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes.
Setelah diterima Drs. Darjo, Direktur Pejabat Negara Depdagri dan Otonomi Daerah, terdapat penilaian dimana ada beberapa kekurangan dan kekeliruan penerapan tata tertib pemilihan atau terjadi pelanggaran, khususnya pada penerapan pasal 36, 14 dan 21 tata tertib[32].
''Hasil pengamatan Depdagri sesuai dengan berita acara yang dikirimkan DPRD Brebes tentang pelaksanaan pemilihan 29 Mei, masih ada mekanisme yang belum dilaksanakan,'' kata Sarei Abdul Rosyid SIP, Ketua DPRD Brebes 1999-2004[33].



Artinya proses pemilihan dapat dipahami ini tidak menggunakan tata tertib sebagaimana mestinya terutama berkait dengan pasal 21 ayat (3), dimana ketidakhadiran anggota DPRD menimbulkan hangusnya hak politik atau hak suara.
“Anggota DPRD yang tidak hadir dalam penggunaan hak pilihnya maka yang bersangkutan kehilangan hak suaranya.[34]

Secara teoritis, ke-12 orang anggota Fraksi APU dan Fraksi KM harusnya kehilangan hak suara dan tidak terhitung abstain. Sebab kehilangan hak suara berbeda dengan abstain yang dianggap masih punya hak suara tapi tidak memanfaatkannya. Terlebih karena fakta menunjukkan bahwa ke-12 anggota DPRD yang berasal dari Fraksi APU dan Fraksi KM pada saat itu berada di luar ruangan rapat paripurna. Sehingga tidak bisa dikatakan abstain karena posisi geografis mereka berada diluar ruangan, bukan di dalam ruang rapat paripurna dan mengikuti seluruh rangkaian proses pemilihan (termasuk didalamnya pemungutan dan penghitungan suara) namun tidak memberikan suara alias abstain. Seyogyanya terdapat perbedaan mendasar antara “hadir di ruang rapat paripurna” dan “lembar daftar hadir” yang jadi acuan abstain tidaknya seorang pemilih.


Namun evaluasi dari Departemen Dalam Negeri, dalam hal ini yang direpresentasikan oleh Drs. Darjo, Direktur Pejabat Negara Depdagri dan Otonomi Daerah, ternyata tidak dibarengi dengan suatu kebijakan yang memadai. Dalam arti tidak ada kebijakan atau ketetapan yang harus dirubah setelah hasil evaluasi itu diketahui publik. Sebaliknya, Depdagri justru mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 131.33-464 tahun 2002 tentang Pemberhentian Penjabat Bupati dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Brebes Propinsi Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 132.33 – 465 tahun 2002 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Brebes Propinsi Jawa Tengah.
Surat Keputusan Mendagri ini menurut Wahyudin Nooraly terasa cukup membingungkan. Sebab, menurut keterangan dari beberapa orang yang memberi informasi pada Wahyudin Nooraly,[35] terdapat 2 (dua) jenis Surat Keputusan Mendagri yang turun pada saat yang hampir bersamaan. Surat keputusan pertama berisi tentang pembatalan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes dan perintah agar proses pemilihan tersebut diulang. Sedangkan surat keputusan kedua berisi perihal sebaliknya, yakni perintah untuk kembali melanjutkan proses yang sudah dilakukan dengan melaksanakan penetapan, pengesahan dan pelantikan. Selisih datangnya surat pertama dan surat kedua, tidak sampai seminggu. Setidaknya demikian menurut Wahyudin Nooraly[36].
Wahyudin Nooraly menengarai terdapat upaya lobi yang kuat yang ditujukan pada policy maker di Departemen Dalam Negeri. H. Muhammadin, ketua Fraksi PDIP Kabupaten Brebes periode 1999-2004, tidak menampik asumsi bahwa memang terdapat lobi-lobi politik untuk memuluskan proses penetapan pasangan calon terpilih.
“Kalau saya melihat, katakanlah dari yang pro juga mengajukan (lobi), yang kontra juga mengajukan. Sehingga kalau kesana kadang suka bareng-bareng. Jadi (Depdagri) tidak campur tangan, karena memang harus campur tangan. Kebetulan kami disana juga aktif, jadi istilahnya kami mendekati tahu. Karena yang kontra juga menyampaikan, yang pro apalagi, kan begitu?[37]

Hasil lobi sudah bisa dilihat, kelompok yang pro yang direpresentasikan oleh Fraksi PDIP dan Fraksi KB berhasil membuat Departemen Dalam Negeri mengambil keputusan yang memenangkan kepentingan mereka.
Diantara sekian proses monitoring dan evaluasi terdapat hal yang begitu ironis, yakni masa pengujian publik yang menurut peraturan dilangsungkan 3 (tiga) hari, dari tanggal 29 Mei - 01 Juni 2002 tidak mengundang banyak pelapor. Padahal masa uji publik merupakan kesempatan bagi kelompok kepentingan yang menginginkan judicial review (peninjauan kembali) proses pemilihan jika menemukan indikasi politik uang. Pada saat itu hanya Brebes Corruption Wacth (BCW) yang melaporkan dugaan adanya politik uang, sebelum, saat dan sesudah proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati sehingga hasil pemilihan dianggap cacat hukum. Ironisnya, surat pengaduan tersebut ditolak oleh Panitia Pemilihan dengan alasan surat tidak dilampiri salinan tanda terdaftar yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Brebes. Alasan kedua, tuduhan politik uang dituduhkan Syamsul Bayan SH (berdasarkan berita dari koran Radar Tegal, edisi Rabu, 29 Mei 2002), namun disayangkan karena tuduhan ini dianggap tidak memiliki bukti yang kuat. Terlebih bukti-bukti indikasi adanya politik uang hanya berupa fotocopy berita surat kabar. Terakhir, tidak ada pengakuan tertulis yang sah dari beberapa anggota DPRD yang terlibat dalam politik uang tersebut,[38] sebagai salah satu prasyarat pengaduan. Sehingga surat tersebut diangap tidak memenuhi syarat sebagai surat pengaduan seperti yang disyaratkan dalam pasal 30, 32 dan 33 Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 04 Tahun 2002.
Dalam pasal 25 ayat (1) dan (2) PP 151/2000, Panitia Pemilihan diharuskan membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin melakukan uji publik terhadap hasil pemilihan Bupati. Dengan pembatasan jika terdapat dugaan penggunaan politik uang, itupun dengan pelbagai prasyarat yang cukup kompleks. Namun animo masyarakat Brebes sangat minim, atau karena memang masyarakat menilai tidak ada yang perlu dipermasalahkan berkaitan dengan proses pemilihan tersebut.

2.   Faktor Politik dan Faktor Ekonomi Politik dalam Pemilihan Bupati    dan Wakil Bupati Brebes

            Pada dasarnya penelitian ini berpijak pada apa yang dikerjakan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan pemilihan Bupati. Aktor-aktor yang terkait disini terutama aktor yang berhubungan dengan elemen-elemen politik secara kolektif dalam wujud partai politik yang direpresentasikan sebagai fraksi dalam parlemen (DPRD) serta elemen personal atau  keanggotaan dalam DPRD Kabupaten Brebes.
Dalam perspektif macam ini, fraksi mempunyai sikap politik tersendiri yang mandiri, dengan pertimbangan bahwa pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati akan mengemban kepentingan kelompok mereka. Lagipula fraksi diberi keleluasaan melalui PP Nomor 151 tahun 2000, dengan fungsi dasar sebagai satu-satunya kendaraan politik (political vehicle) bagi bakal calon yang ingin mengikuti pemilihan.
Aturan main ini jelas membuat posisi fraksi menjadi sedemikian strategis sehingga kebijakan apapun yang dikeluarkan fraksi akan sangat otoritatif. Dalam arti peran strategis fraksi ini membuatnya menjadi aktor politik yang siginifikan dalam mengimplementasikan kebijakan.
Keterlibatan fraksi ini berkisar pada wilayah kerja untuk menyaring dan menetapkan pasangan calon serta  mengajukannya dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Fragmentasi fraksi sebagai aktor kebijakan terlihat signifikan mengingat  fraksi juga mengemban kepentingan partai yang secara politik mewakili konstituen dengan basis geopolitik dan sosial yang berbeda. Pertanyaaan yang muncul adalah atas dasar motivasi apa suatu fraksi memilih pasangan calon untuk mewakili mereka serta untuk tujuan apa proses pemilihan ini diikuti. Lantas, bagaimana fraksi  mengikuti segenap proses politik dalam sesi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes, apakah fraksi mengikuti semua mekanisme pemilihan atau tidak.
Seperti penjelaskan diatas, masing-masing fraksi punya hak dan kewenangan untuk menyaring pasangan calon yang memenuhi persyaratan administratif dan sesuai dengan kepentingan fraksi saat pasangan calon tersebut memaparkan visi-misi dan rencana kebijakan mereka. Namun sinyalemen Wahyudin Nooraly menunjukkan bahwa Fraksi PDIP dan Fraksi KB lebih memilih untuk mengajukan kader terbaik partai mereka untuk mengikuti pemilihan. Sehingga apa yang diasumsikan Grindle dalam konteks kebijakan yang mempengaruhi implementasi kebijakan dimana karakteristik lembaga dan penguasa turut berperan dalam proses pemilihan dapat dibenarkan.
Perlu diketahui bahwa partai pemenang Pemilihan Umum tahun 1999 di Kabupaten Brebes adalah PDIP, dengan memperoleh 17 kursi di DPRD. Memang jumlah tersebut belum mayoritas sebab hanya sekitar 37 % dari jumlah keseluruhan  sebanyak 45 kursi. Namun dengan jumlah tersebut PDIP tentu punya kemampuan yang memadai untuk mendesakkan kepentingannya, terlebih jika berhasil mendapat sokongan atau berhasil menjalin koalisi dengan fraksi lain. Dengan   37 % suara di DPRD, PDIP mau tak mau menjadi fraksi yang paling besar suaranya ketika dibutuhkan voting dalam pengambilan keputusan. Secara nasional, PDIP juga merupakan partai pemenang Pemilihan Umum 1999, bahkan Presiden Republik Indonesia  saat itu, Megawati Soekarno Putri berasal dari PDIP.
Setidaknya apa yang dikatakan James E. Anderson (dalam Islamy, 2001 : 27)  ada benarnya, bahwa Fraksi PDIP mempertimbangkan nilai-nilai politik (political values) dan nilai-nilai organisasi (organizational values) dalam merumuskan kebijakan fraksi dan dalam merumuskan sikap terhadap penerapan PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dimana PDIP mengajukan pasangan calon. Nilai-nilai politik yang dipakai Fraksi PDIP berlandaskan pada kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu. Demikian juga nilai-nilai organisasi  dengan landasan berupa nilai-nilai yang dianut organisasi seperti balas jasa (rewards) maupun pemberian sanksi (sanction) dalam konteks kepatuhan atau ketidakpatuhan anggota fraksi dalam proses pemilihan.
Menurut James E. Anderson (dalam Islamy, 2001 : 27), secara keseluruhan terdapat 5 (lima) nilai-nilai yang digunakan pembuat keputusan dalam menjalankan keputusan. Dua diantaranya sudah disebut diatas, sedangkan 3 (tiga) lainnya secara berturut-turut;  nilai-nilai pribadi (personal values), nilai-nilai kebijaksanaan (policy values) dan nilai-nilai ideologi (ideologycal values). Ketiga nilai diatas memiliki derajad relevansi yang berbeda-beda dan bertingkat dalam konteks persoalan Fraksi  PDIP yang mengajukan calon Bupati dari kader terbaik partainya sendiri. Sedangkan nilai-nilai pribadi, nilai-nilai  kebijaksanaan dan nilai-nilai ideologi yang berasal dari individu atau anggota DPRD yang punya hak pilih dan mengikuti proses pemilihan dengan dasar pertimbangan ketiga nilai yang sudah disebutkan diatas.
Karakter lembaga dan penguasa jelas berpengaruh terhadap implementasi kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok dan struktur politik yang melingkupinya. Artinya jika PDIP sebagai partai pemenang pemilu di Brebes diinstruksikan untuk memegang kendali kekuasaan di daerah oleh DPP (Dewan Pimpinan Pusat) PDIP maka Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Brebes tentu tidak punya pilihan lain. Sehingga segenap mekanisme dan prosedur penyaringan calon hanya akan menjadi prinsip demokrasi yang bersifat prosedural.
Setidaknya menurut keterangan H. Muhammadin, ketua Fraksi PDIP DPRD Brebes 1999-2004, DPP atau organisasi pusat memang mempunyai kewenangan dalam menentukan siapa yang bisa menjadi calon Bupati maupun Wakil Bupati. Sehingga rumusan bakunya dapat dipahami jika semua hal yang bersinggungan dengan kepentingan politik organisasi (partai) harus mendapat rekomendasi dari pusat.
“Saya kan sebagai kepanjangan tangan partai, sebagaimana kita sebagai kader otomatis dipelihara oleh organisasi. Untuk persiapan (pemilihan) saya minta pada organisasi agar supaya dikondisikan,[39]” demikian H. Muhammadin.

Disini nilai-nilai organisasi dan nilai-nilai politik jelas diakomodasi oleh Fraksi PDIP dalam mengimplementasikan PP 151/2000 dalam proses pemilihan. Hal ini dilakukan terutama untuk tujuan stabilisasi kekuasaan politik dimana pada saat itu, PDIP menguasai unsur pemerintah daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) sekaligus. Sehinggga pemerintah tentu lebih membutuhkan calon Bupati yang didukung oleh basis kepentingannya sendiri. Jadi apa yang dilakukan Fraksi PDIP untuk mencalonkan kader dari PDIP sendiri sebagai langkah taktis partai. 
Karakteristik seperti digambarkan diatas tidak hanya terjadi pada PDIP namun terjadi juga pada Fraksi KB, Fraksi APU dan Fraksi KM meskipun dalam konteks yang mungkin berbeda satu sama lain. Secara umum dapat dipahami jika Fraksi KB pun melakukan hal yang sama dengan PDIP dalam konteks sama-sama mencalonkan kader terbaiknya dalam menduduki posisi pimpinan daerah. Sebab nilai politik yang mengandung kepentingan kelompok dan nilai organisasi yang mengandung kepentingan, visi-misi dan nilai-nilai yang dianut organisasi politik  (partai politik) pasti  diemban oleh fraksi yang merupakan kepanjangan tangan partai.
Bahasan selanjutnya mencakup peran dan apa yang dilakukan aktor-aktor kebijakan, baik yang bersifat individual seperti halnya ketua DPRD, ketua Fraksi maupun angggota DPRD yang mempunyai hak pilih dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007.
Ketua Fraksi KB, Drs. Ahmad Rofiqi dalam sesi wawancara dengan peneliti menyatakan bahwa peran fraksi sangat besar, sehingga anggota DPRD yang notabene adalah anggota fraksi pasti menuruti keputusan fraksi. Sebab jika tidak mematuhi mekanisme yang digariskan fraksi kemungkinan akan ada sanksi yang diberikan oleh partai, termasuk dalam soal  pencalonan seperti digambarkan diatas.
“Ada hal yang kurang pas dari Undang-undang (PP  Nomor 151 tahun 2000)  itu. Pada satu sisi, siapapun boleh mendaftar, tetapi penentu (siapa calon yang ditetapkan) itu tetap fraksi.  Sedangkan fraksi, itu jelas dikendalikan oleh partai,[40]” demikian Drs.  Ahmad Rofiqi.

Berbekal itu, memang tak banyak aktor politik yang  terlibat secara personal dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tersebut. Kecuali, jika keanggotaan sebagai bagian dari Panitia Khusus dan Panitia Pemilihan dimasukkan dalam kategorisasi ini. Namun pada implementasi PP 151/2000 disebutkan bahwa  Panitia Pemilihan hanya bertugas secara administratif untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah dengan prosedur yang sudah disyaratkan.
Namun pada beberapa kondisi, terutama yang berkaitan dengan kesalahan-kesalahan yang muncul akibat tidak adanya peraturan yang memadai yang membuat proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007 menjadi bermasalah. Jika ditarik lebih jauh dalam proses perumusan PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan yang tidak memuat aturan mengenai rangkap pencalonan dan pengunduran diri calon sesaat sebelum pemilihan dimulai maka ada kesalahan umum yang biasa  terjadi.
Menurut Nigro dan Nigro (dalam Islamy, 2001 :  28), tipikal kesalahan dalam proses penyusunan kebijakan Tata Tertib Pemilihan ini dikarenakan terlampau  menyederhanakan sesuatu (over simplification). Artinya perumusan tata tertib tersebut diatas tidak mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal muncul seperti halnya dua kasus unik yang disinggung diatas. Tidak ada aturan yang bisa mengantisipasi kemungkinan ada aktor-aktor politik (kebijakan) yang memanfaatkan celah sekecil apapun untuk kepentingan kelompoknya.
Sehingga bias penafsiran atas peraturan inilah yang dimaanfaatkan oleh aktor-aktor kebijakan, dalam hal ini anggota DPRD untuk berdebat dan memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Seperti yang disinggung diatas, fenomena stagnasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati DPRD Brebes, meminjam teori Grindle (2001), ditentukan oleh kreatifitas dan strategi aktor-aktor kebijakan. Landasan memilih dan menerapkan strategi politik didasarkan pada kepentingan partai dan kepentingan personal yang harus dilindungi dan diperjuangkan. Sehingga implementasi PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002 merupakan buah dari interaksi politik dan pertarungan startegi politik para aktor kebijakan yang terlibat dengan mengemban kepentingan kelompok masing-masing. Hal ini mengakibatkan perspektif untuk menilai efektif tidaknya suatu kebijakan, baik buruknya suatu kebijakan tidak bisa diukur dengan parameter atau mekanisme yang baku. Karena implementasi kebijakan memungkinkan terjadinya fleksibilitas akibat proses-proses politik sebagai buah interaksi antar aktor kebijakan dalam mengagregasikan kepentingan.
Bahasan selanjutnya berkisar pada kajian ada tidaknya politik uang dalam seluruh rangkaian proses pemilihan, baik sebelum, saat maupun sesudah pemilihan. Dalam penjelasan pasal 25 ayat (2) PP 151/2000 disebutkan bahwa :


Politik uang adalah pemberian berupa uang atau bentuk lain yang dilakukan oleh calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah atau yang berkaitan dengan pasangan calon kepada anggota DPRD dengan maksud terang-terangan dan atau terselubung untuk memperoleh dukungan guna memenangkan pemilihan Kepala Daerah dikategorikan sebagai tindak pidana suap sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap[41].

Isu politik uang dalam tiap pemilihan kepala daerah bukanlah hal baru. Dalam hampir semua kesempatan pemilihan dimana seorang kandidat memperebutkan jabatan publik, isu politik uang hampir selalu menerpa. Memang tidak semua isu bisa menjadi kebenaran. Kadang terbukti, kadang tidak. Tapi sebagian besar aktor politik hampir kesulitan untuk mengelak dari tuduhan penggunaan money politics untuk mencapai tujuan politik maupun tujuan kekuasaan.
Demikian juga yang terjadi pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 yang melibatkan 4 (empat) fraksi; Fraksi PDIP, Fraksi KB, Fraksi APU, dan Fraksi KM. Sedangkan Fraksi TNI/Polri memang sengaja tidak dilibatkan dalam penyusunan hasil penelitian ini karena memang mereka memaminkan peran politiknya dengan memilih sebagai sebagai stabilisator dan dinamisator sehingga dalam proses pemilihan tersebut tidak terlibat sebagai aktor dengan memadai. Kehadiran mereka mungkin sebatas kepentingan legitimasi, meskipun secara politik Fraksi TNI/Polri acap mengambil posisi abstain saat pemungutan suara.
Isu politik uang ini kembali mengemuka saat Wahyudin Nooraly membuka beberapa informasi yang berhubungan dengan politik uang dalam Pilkada Brebes  yang dilakukan sebelum, saat maupun setelah Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes  2002-2007.
“Sebelum hari H ada 2 (dua) orang dari Fraksi PDIP, datang ke saya “Mas,  ini sudah nggak bener, karena semua yang dari PDIP sudah menerima uang,[42] demikian Wahyudin Nooraly.

Informasi ini diterima Wahyudin Nooraly ketika mencermati seluruh tahapan proses pemilihan, terutama pada saat penjaringan hingga penetapan calon. Indikasi ini begitu kuat sehingga apa yang dilakukan Wahyudin Nooraly dengan mengundurkan diri sesaat sebelum pemilihan yang sebetulnya merupakan wujud protes tidak bisa diterima sebagian anggota DPRD, terutama yang berasal dari fraksi-fraksi yang disebut diatas.
“Kecenderungan politik uang jelas ada, karena ada bukti pengakuan, karena saya juga ikut menagih dan mereka nyaur (membayar hutang)[43],” demikian Wahyudin Nooraly.

Jika merujuk pada PP 151/2000 maka seharusnya apa yang dikatakan Wahyudin Nooraly segera ditindaklanjuti aparat hukum yang terkait. Namun sejauh ini tidak ada tindak lanjut yang berarti dari DPRD selaku penyelenggara pemilihan maupun dari aparat hukum terkait. Terlebih karena dalam masa uji publik tidak terdapat laporan dari lembaga kemasyarakatan yang kuat dan sanggup membuat Kepolisian dan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus pengaduan ini. Laporan yang dibuat oleh Brebes Corruption Wacth (BCW) dianggap tidak lengkap dan tidak sesuai persyaratan sehingga tidak memadai untuk dijadikan dasar pengungkapan kasus penggunan politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
Maraknya tuntutan pengembalian uang dari para Bakal Calon dan atau Para Calon yang kepentingannya tidak terakomodasi adalah sebagai bukti bahwa fenomena politik uang sebagai bagian dari rangkaian proses yang tidak bisa dihindari dalam sebuah pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Pada mulanya mereka mencoba dengan kemampuan finansiil ataupun dengan properti khusus mencoba mempengaruhi para Pemilih yang notabene para anggota DPRD, hal mana sesuai dengan pendapat Mitchell (dalam Staniland 2003 : 52) yang menyebutkan bahwa “ sang aktor diasumsikan mempunyai properti khusus tertentu termasuk seperangkat selera atau urut-urutan preferensi dan sebuah kemampuan untuk membuat keputusan rasional atau kemampuan untuk memilih penyelesaian yang paling efisien bagi dilema pilihannya” pendekatan ini, pada prinsipnya dapat diterapkan pada berbagai situasi termasuk pada seorang pemberi suara dalam bilik polling/TPS.
Pandangan berbeda diungkapkan H. Muhammadin, ketua Fraksi PDIP DPRD Brebes periode 1999-2004 dengan menyatakan, “Intinya tidak ada (politik uang), intinya kita sebagai kader hanya mengemban tugas[44].” Jawaban singkat H. Muhammadin ini diberikan pada peneliti saat menanggapi pertanyaan ihwal politik uang.
Lebih lanjut Muhammadin menyatakan bahwa dalam proses lobi sebelum pencalonan memang banyak pertemuan-pertemuan yang memungkinkan terjadinya politik uang.
“Kami bukan mau sok suci. Ada kontak dari anggota (fraksi) kan kita otomatis menemui. Ternyata saya disana diperkenalkan pada calon Bupati, ya sudah. Setelah itu saya pulang. Adapun kesana ada apa, saya tidak tahu, sebab kita tidak sebagai pemrakarsa. Saya tidak tahu asal usulnya (pertemuan) hanya karena saya ketua fraksi maka saya diundang,[45]” demikian Muhammadin.

Dengan pandangan agak diametral, Drs. Ahmad Rofiqi, ketua Fraksi KB menanggapi isu politik uang dengan permisif. Menurutnya isu politik uang adalah hal yang abu-abu, sulit dideteksi dan dibuktikan.
“Sebenarnya politik uang itu kita sulit membuktikan. Misalnya apakah Goyud  (nama panggilan Wahyudin Nooraly) pakai atau tidak itu kami tidak menyelidiki. Sedangkan gugatan Syamsul Bayan (mantan bakal calon) kan bukan ditujukan pada fraksi, tapi pada orang-orang yang telah menerima uang dan minta dikembalikan. Dan setahu saya, uangnya sudah dikembalikan semua,[46]” demikian Ahmad Rofiqi.



Secara konsepsional, definisi korupsi bukan terletak pada apakah uang yang telah diberikan sudah dikembalikan atau belum, melainkan terletak pada itikad atau niat untuk apa uang tersebut diberikan. Apakah pemberian uang tersebut ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan, untuk membeli atau mempengaruhi suara dalam proses pemilihan atau memang sengaja diperuntukkan untuk menyuap seseorang atau institusi untuk mencapai kepentingan politik orang atau pihak yang memberi uang.
Merujuk pada berita berjudul Makin Banyak Sawerannya ... Makin Banyak Suaranya yang dimuat harian Radar Tegal edisi Rabu, 29 Mei 2002 maka indikasi adanya politik uang agaknya sulit dipungkiri. Dalam salah satu paragraf, Syamsul Bayan mengatakan pernah memberikan uang sebesar Rp 95.000.000,- (sembilan puluh lima juta rupiah) yang dibayarkan 2 (dua) kali kepada Sarei Abdul Rosyid SIP, ketua DPRD Kabupaten Brebes periode 1999-2004[47]. Uang tersebut menurut Syamsul Bayan juga dibagi-bagikan pada ketua dan anggota Fraksi PDIP, antara lain; H. Muhammadin, Sukirso, Nurrokhmi, Raharjo, Radono Walam, bahkan ketua Fraksi KB, Drs. Ahmad Rofiqi juga disebutkan menerima uang tersebut.
Jauh sebelumnya, seseorang dengan nama Imam Royani dan Hasyim Dwikadi bahkan pernah membuat surat pernyataan tentang pemberian uang atas nama Ir. Imam Sholahudin Al-Ayubi sebesar Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) kepada Sarei Abdul Rosyid SIP untuk keperluan lobi sebagai bakal calon Bupati[48].
Bukan bermaksud melakukan caracter assasination terhadap Sarei Abdul Rosyid SIP jika data-data yang ada menunjukkan bahwa indikasi politik uang ini seolah sudah menjadi fakta karena adanya pengakuan dari 2 (dua) pihak yang secara kebetulan memberi uang untuk kepentingan yang sama, yakni lobi-lobi politik. Agar pemberi uang yang mengatasnamakan salah seorang bakal calon dapat dimuluskan jalannya pada saat penetapan pasangan bakal calon maupun penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.
Gugatan Perdata dari Syamsul Bayan SH, mantan bakal calon Bupati, di Pengadilan Negeri Brebes pada beberapa anggota DPRD, diantaranya pada Sarei Abdul Rosyid SIP dan H. Muhammadin dapat dijadikan acuan bahwa memang telah terjadi politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Keputusan pengadilan atas gugatan Syamsul Bayan merupakan sebuah vonis yang aneh sekaligus lucu. Bagaimana tidak? Dalam gugatan pidana Syamsul Bayan dinyatakan kalah sedangkan amar putusan hakim juga menyatakan bahwa uang yang sudah diberikan Syamsul Bayan pada tergugat harus segera dikembalikan.


C.     Analisis Implementasi Kebijakan PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002
Analisis kebijakan ini dirujuk untuk menggambarkan proses penerapan kebijakan, dalam hal ini PP 151/2000 dan Keputusan DPRD 04/2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007.
Jika dirunut dari keseluruhan proses pemilihan dari sejak tahap persiapan, tahap pelaksanaan pemilihan hingga tahap monitoring dan evaluasi, maka hanya tahap monitoring dan evaluasi saja yang berjalan sebagaimana mestinya. Itupun tidak mencapai hasil maksimal karena proses pengujian publik yang diajukan oleh Brebes Corruption Wacth (BCW) tidak ditanggapi karena dianggap tidak memenuhi syarat oleh Panitia Pemilihan. Sedangkan dalam 2 (dua) tahap sebelumnya, yakni dalam tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan pemilihan terdapat banyak penyimpangan yang disebabkan oleh kepentingan politik dan tafsir atas pasal-pasal dalam PP 151/2000 yang dianggap menguntungkan kelompoknya.
Pertama, terdapat sinyalemen kuat yang mendekati fakta bahwa Fraksi PDIP dan Fraksi tidak menjalankan proses penyaringan sebagaimana mestinya karena kedua fraksi tersebut sejak awal sudah mempunyai calon yang tidak bisa diganggu gugat. Sehingga tahap penyaringan yang dilakukan fraksi PDIP dan Fraksi KB terkesan hanya bersifat prosedural. Hal ini tentu saja bertentangan pasal 15 juncto pasal 17 PP 151/2000 yang mengharuskan tiap-tiap fraksi melakukan proses penyaringan, baik penyaringan tahap I maupun penyaringan tahap II, sebagaimana mestinya terhadap bakal calon yang sudah mendaftarkan diri melalui Panitia Pemilihan.
Kedua, ketiadaan pasal dalam PP 151/2000 maupun SK DPRD 04/2002 yang mengatur tentang rangkap pencalonan. Sehingga Fraksi APU dan Fraksi KM akhirnya sepakat untuk sama-sama mengajukan Wahyudin Nooraly sebagai calon Wakil Bupati untuk 2 (dua) pasangan calon Bupati yang berbeda. Hal ini merupakan contoh konkret maldesign kebijakan yang akhirnya membawa implikasi pada proses-proses pemilihan selanjutnya.
Memasuki tahap pelaksanaan pemilihan terdapat kurang lebih 3 (tiga) permasalahan yang berkaitan dengan penerapan PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002. Pertama, peristiwa pengunduran diri Wahyudin Nooraly selaku calon Wakil Bupati sesaat sebelum pemungutan suara dimulai yang menjadi trigger terjadinya stagnasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes. Secara yuridis harus diakui bahwa pengunduran diri slah seorang pasangan calon merupakan hak politik yang sah bisa digunakan. Lagipula tidak terdapat satu pasalpun yang menyebutkan bahwa pengunduran diri tidak dapat dilakukan sebelum Rapat Paripurna Tahap I dengan agenda pemungutan suara. Hanya terdapat pasal 39 dalam Tata Tertib Pemilihan yang berisi sanksi terhadap salah satu calon maupun pasangan calon yang mengundurkan diri, tanpa menyebut dalam tahap mana pengunduran diri tersebut dilakukan, maka yang bersangkutan harus membayar segala biaya yang ditimbulkan atas kerugian dalam seluruh proses pemilihan kepada Panitia Pemilihan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak pengunduran dirinya dan yang bersangkutan tidak boleh mengikuti proses penyaringan ulang. Artinya kubu Fraksi APU dan Fraksi KM memang melihat celah yuridis ini bisa dipakai untuk mendesakkan kepentingannya berupa penundaan proses pemilihan maupun pemilihan ulang itu sendiri.
Kedua, saat pengunduran diri dilakukan selanjutnya langkah politis ini akan mengandung implikasi yuridis yang fatal. Karena Wahyudin Nooraly mengundurkan diri maka kedua pasangan caloln yang lain, yakni Djuhad Mahya dari Fraksi APU dan Suwarno Anggasuta dari Fraksi KM otomatis tidak punya pasangan Wakil Bupati, sehingga pencalonannya bisa dianggap gugur. Terlebih karena Muhadjir M. Ardian, ketua Fraksi APU langsung menarik pencalonan atas Djuhad Mahya-Wahyudin Nooraly. Langkah ini diikuti oleh Ketua Fraksi KM yang menarik pencalonan atas Suwarno Anggasuta-Wahyudin Nooraly. Sehingga secara otomatis kedua fraksi ini tidak punya calon dalam pemilihan, atau dengan kata lain pasangan Indra Kusuma-HA Fariz Sulhaq tidak mempunyai rival alias calon tunggal. Hal ini jelas-jelas dilarang secara yuridis, sebab seperti tertera dalam pasal 18 ayat (8) PP 151/2000 yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal pasangan calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan mengundurkan diri, proses penetapan pasangan calon diulang.” Demikian juga dengan pasal 14 ayat (1) SK DPRD 04/2002 yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal pasangan calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan mengundurkan diri, proses penetapan pasangan calon diulang.” Artinya cukup jelas bahwa langkah Panitia Pemilihan yang dimotori oleh Sarei Abdul Rosyid SIP, dengan tetap melanjutkan proses pemilihan merupakan pelanggaran terhadap kedua pasal diatas.
Ketiga, ihwal pemungutan suara yang masih bersifat kontroversial. Sebab ketika anggota Fraksi APU dan Fraksi KM melakukan walk out karena tidak menerima proses pemilihan dilanjutkan, kartu suara ke-12 anggota DPRD yang bersangkutan tetap dimasukkan dalam kotak suara dan dihitung sebagai abstain. Walk out merupakan sikap menolak keputusan yang paling konkret dalam politik. Meninggalkan ruangan tanpa ijin pada pimpinan rapat dan tidak ikut terlibat dan bertanggungjawab dalam proses pemilihan selanjutnya. Namun oleh Panitia Pemilihan daftar hadir ke-12 anggota DPRD yang walk out tersebut dianggap sebagai persetujuan, sehingga rapat paripurna dianggap masih kuorum, pengunduran diri tidak diterima, pemungutan suara dilanjutkan dan kartu suara ke-12 anggota DPRD yang walk out tetap ikut dihitung sebagai abstain.
Secara yuridis apa yang dilakukan Panitia Pemilihan merupakan pelanggaran atas pasal pasal 21 ayat (2) yang menyatakan bahwa, “Penggunaan hak anggota DPRD untuk memilih calon Bupati dan Wakil Bupati tidak dapat dikuasakan/diwakilkan kepada orang lain.” Sedangkan pasal 21 ayat (3) yang merupakan kelanjutan dari ayat ini menyatakan bahwa :
“Anggota DPRD yang tidak hadir dalam penggunaan hak pilihnya maka yang bersangkutan kehilangan hak suaranya.” Pasal ini mengandung arti kartu suara tidak boleh dipindahtangankan apalagi dimasukkan dalam kotak suara oleh orang lain, termasuk dalam hal ini Panitia Pemilihan. Selanjutnya, jika seorang anggota DPRD tidak berada di ruang rapat paripurna maka ia secara otomatis akan kehilangan hak suaranya dan bukan abstain atau tidak memilih melainkan tidak punya hak pilih.    
BAB VI
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A.     Kesimpulan
1.      Proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan tahun 2002-2007

Proses pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan tahun 2002-2007 yang dilaksanakan untuk mengganti Bupati Brebes Almarhum Tajuddin Noor’aly karena meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir, diawali dengan Tahap Persiapan yang meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembentukan Panitia Khusus yang menyusun Tata Tertib Pemilihan dan Panitia Pemilihan yang bertanggung jawab menyelenggarakan proses  pendaftaran, penyaringan bakal calon, penetapan pasangan calon dan terakhir penetapan pasangan calon. Keseluruhan proses tersebut dilakukan di  DPRD Kabupaten Brebes dengan melibatkan seluruh anggota DPRD yang mewakili Fraksi PDI-P,F-PKB,FKM,FPAN dan F-TNI POLRI.Tahap Persiapan ini dilaksanakan karena Tata Tertib Pemilihan mengharuskan keseluruhan proses dilaksanakan sesuai dengan tata urutan yang berlaku sesuai pedoman yang berlaku dalam PP 151/Tahun 2000.
Dalam tahap persiapan tersebut khususnya penyusunan tata tertib pemilihan, terdapat permasalahan yang merupakan implikasi dari penyimpangan (deviasi) terhadap implementasi PP 151/2000 dan SK DPRD 04/2002 yang merupakan landasan hukum proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes. Permasalahan tersebut lebih bersifat maldesign dengan tidak dicantumkannya satu pasalpun yang membolehkan atau melarang rangkap pencalonan Bupati maupun Wakil Bupati yang berpasangan dengan calon Bupati maupun Wakil Bupati lain yang diajukan oleh fraksi yang berbeda.
Selain itu juga tidak terdapat ketentuan yang secara tegas mengatur boleh atau tidaknya seorang calon Bupati atau Wakil Bupati mengundurkan diri saat pemilihan berlangsung. Dalam pasal 18 ayat (8) PP 151/2000 hanya menyatakan, “Dalam hal pasangan calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan mengundurkan diri, proses penetapan pasangan calon diulang”. dimana secara eksplisit pasal ini menyatakan tidak diperbolehkannya calon tunggal dalam pemilihan. Pelanggaran juga dilakukan Panitia Pemilihan terhadap pasal 14 ayat (1) SK DPRD 04/2002 yang menyatakan, “Dalam hal pasangan calon hanya terdapat 2 (dua) pasangan dan salah satu pasangan calon mengundurkan diri, proses penetapan pasangan calon diulang.”
Selanjutnya tahap Pelaksanaan Pemilihan dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan, Pimpinan  Rapat dan seluruh Anggota DPRD yang tergabung dalam Fraksi-Fraksi di dalam ruang rapat paripurna. Akan tetapi karena tata urutan pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam Tata Tertib Pemilihan tidak disusun dengan baik, maka berpengaruh menimbulkan masalah dalam proses pemilihan tersebut. Masalah yang muncul adalah terdapat rangkap pencalonan oleh Wahyudin Noor’aly, masing-masing sebagai calon Wakil Bupati dari Fraksi Karya Massa yang mencalonkan Suwarno Anggasuta, S.H.,M.Si. sebagai Calon Bupati dan Fraksi Amanat Persatuan Umat yang mencalonkan Djuhad Mahja,S.H.sebagai Calon Bupati. Padahal pasangan calon yang maju dalam tahap pemilihan ini ada tiga, sehingga ketika terjadi pengunduran diri  oleh Wahyudin Noor’aly pada saat menjelang pemungutan suara dimulai, maka pemilihan tersebut praktis hanya terdapat satu pasangan calon saja yaitu pasangan Indra Kusuma dengan Ahmad Faris Sulhaq, S.H. yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan dengan Fraksi PKB. Dalam tahap pelaksanaan pemilihan muncul perbedaan pendapat yang tajam terhadap tafsir ketentuan tersebut diatas, sehingga ketika kepentingan dua Fraksi Karya Massa dan Amanat Persatuan Umat tidak diakomodir oleh pimpinan rapat paripurna maka 12 orang anggota fraksi tersebut melakukan aksi walk-out dengan cara keluar dari ruang rapat paripurna tersebut.
Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan metode voting dimana satu anggota memiliki hak satu suara. Akan tetapi karena terjadi manipulasi terhadap kartu suara sehingga pada saat penghitungan dilaksanakan, suara milik 12 orang anggota Fraksi yang walk-out tersebut tetap dihitung sebagai suara abstain karena pada saat itu, kartu suara yang berjumlah 12 tersebut tetap dimasukkan dalam kotak suara oleh Panitia Pemilihan, padahal menurut ketentuan pasal 21 ayat (2) Keputusan DPRD Brebes Nomor 04 Tahun 2002 yang mengatur Tata Tertib Pemilihan disebutkan bahwa, “Penggunaan hak suara anggota DPRD untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati tidak dapat dikuasakan/diwakilkan kepada orang lain”. Bentuk pelanggaran lain yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan terhadap kartu suara adalah dengan cara melakukan tipu muslihat dengan tetap menganggap sah kartu suara pemilih yang di kertas suaranya terdapat tulisan atau coretan selain tanda silang (X), karena menurut Keputusan DPRD Kabupaten Brebes Nomor 04 Tahun 2002 Pasal 26 juncto Pasal 25, jika ada tulisan atau coretan selain tanda silang (X), maka suara menjadi tidak sah.
Tahap Monitoring dan Evaluasi adalah merupakan bagian dari kegiatan yang berupa pengawasan atas jalannya pemilihan maupun penilaian terhadap jalannya pemilihan Bupati dan wakil Bupati tersebut. Sebagai bagian dari proses demokratisasi di daerah maka terdapat beberapa aktivis NGO/LSM ( Non Government Organisation/Lembaga Swadaya Masyarakat ) yang turut serta melakukan monitoring dan mengontrol jalannya pemilihan, sekaligus memantau sah atau tidaknya proses pemilihan tersebut. Sedangkan Tahap Evaluasi dilakukan pada saat pasca pemilihan yang melibatkan Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri. Tahap Monitoring dan Evaluasi dilakukan untuk menakar seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap PP 151/2000 dan tata tertib Pemilihan sekaligus menilai pada titik mana telah terjadi penyimpangan, bagaimana proses penyimpangan terjadi dan bagaimana solusinya yang harus dilakukan kedepan. Monitoring dilakukan dengan cara ikut menyaksikan proses pemilihan, pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan evaluasi dilakukan dengan mengirim surat protes kepada instansi yang lebih tinggi sepanjang berkaitan dengan penyelenggaraan dan penyimpangan pemilihan tersebut, diantaranya Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri. Beberapa pihak yang tidak puas bahkan melaporkan kecurangan atau manipulasi surat suara yang saat ini ada dititipkan di Kepolisian Resort Brebes dan adapula gugatan pengembalian uang dari para Bakal Calon yang tidak jadi terhadap beberapa oknum anggota DPRD dari Fraksi PDI-Perjuangan kehadapan Pengadilan Negeri Brebes.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa Jabatan Tahun 2002-2007

a.       Faktor Politik
Faktor Politik yang mempengaruhi lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal atau lingkungan luar kebiajakan yang pada umumnya terdiri dari para aktor kebijakan yang bersifat personal, aktor yang terlibat dalam proses pemilihan tersebut terdiri dari para anggota DPRD yang tergabung dalam fraksi-fraksi. Selanjutnya berdasarkan hasil perolehan suara dalam Pemilihan Umum 1999, maka komposisi kekuatan partai politik yang memiliki perwakilan Fraksi di DPRD sangat dominan dan dikuasai oleh PDI-P yang memiliki jumlah kursi untuk 17 orang dan PKB 11 orang, jika dibadingkan dengan dua fraksi lainya yaitu FKM dan FAPU. Dengan kekuatan yang dimiliki tersebut maka faktor kepentingan dan strategi politik FPDI dan FKB untuk mengajukan pasangan Indra Kusuma,BcKn. dengan Ahmad Faris Sulhaq, S.H. sebagai Bupati dan Wakil Bupati dapat dengan mudah memperoleh dukungan karena jika digabung jumlah suara dua fraksi tersebut adalah 28.
Komposisi kekuatan fraksi-fraksi yang ada di DPRD sangat menentukan terhadap konstelasi politik terakhir yang terjadi beberapa saat sebelum pemilihan dimulai, upaya dan siasat politik terakhir yang mempengaruhi sah tidaknya, lancar tidaknya proses pemilihan tersebut adalah bagian dari strategi aktor yang terlibat. Sehingga sah dan tidaknya  rangkap pencalonan, pengunduran diri calon pada saat menjelang akan dimulainya tahap pemungutan suara, dan penentuan sikap diteruskan atau tidaknya proses pemilihan sangat dipengaruhi faktor-faktor politik sebagaimana tersebut diatas.
Karakterisitik lembaga DPRD yang mayoritas dikuasai oleh Fraksi PDI-P dan PKB sangat memungkinkan untuk memainkan peran politiknya. Sehingga peran untuk menentukan merah hitamnya suatu kebijakan dalam proses pemilihan tersebut seringkali diarahkan pada bentuk dan mekanisme pengambilan keputuan secara voting, tanpa menghiraukan prinsip kepatuhan dan daya tanggap pelaksana terhadap ketentuan-ketentuan yang telah mengaturnya.
b.       Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang mempengaruhi proses pemilihan ini meliputi indikasi ada atau tidaknya politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tersebut.  Kecenderungan untuk melakukan potik uang atau money politic adalah fenomena yang tidak bisa dipisahkan dalam setiap agenda untuk dapat memenangkan pemilihan. Dalam semua kesempatan  pemilihan dimana seorang kandidat memperebutkan jabatan publik, isue tersebut hampir selalu menerpa. Memang tidak semua isue dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi sebagian besar aktor politik hampir kesulitan untuk mengelak dari tuduhan penggunaan politik uang sebagai  sarana untuk mencapai tujuan  politik maupun tujuan kekuasaannya, sehingga Mitchell (dalam Staniland 2003 : 52) menyebutkan bahwa “ sang aktor diasumsikan mempunyai properti khusus tertentu termasuk seperangkat selera atau urut-urutan preferensi dan sebuah kemampuan untuk membuat keputusan rasional atau kemampuan untuk memilih penyelesaian yang paling efisien bagi dilema pilihannya” pendekatan ini, pada prinsipnya dapat diterapkan pada berbagai situasi termasuk pada seorang pemberi suara dalam bilik polling/TPS. Dengan demikian maka indikasi terjadinya politik uang proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes tersebut juga tidak dapat dihindarkan Dimana indikatornya adalah maraknya tuntutan pengembalian uang atau gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri yang dilakukan oleh para Bakal Calon yang tidak jadi kepada para oknum anggota DPRD dari Fraksi PDI-P. Pengaruh faktor ekonomi dalam proses pemilihan tersebut semakin menjadi lebih menarik dikaji, karena pada saat proses pemilihan tersebut dilaksanakan justeru terdapat masalah-masalah yang menyebabkan proses pemilihan tersebut tertunda sampai 7 (tujuh) bulan.

B. IMPLIKASI
Pelajaran yang bisa dipetik dari permasalahan yang muncul dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 adalah perlunya ketelitian dalam membuat peraturan atau tata tertib. Sehingga ketika peraturan atau kebijakan tersebut diimplementasikan tidak terdapat celah yang memungkinkan timbulnya bias penafsiran yang mungkin dilakukan oleh aktor-aktor politik untuk mencapai tujuan politiknya masing-masing.
Implikasi dari maldesign ini bisa berupa penggunaan tafsir yang bersifat absolut dari salah satu elemen kepentingan politik, dalam hal ini fraksi maupun partai politik, demi mendesakkan kepentingannya. Hal ini terlihat jelas pada proses rangkap pencalonan yang tidak tercover dalam PP 151/2000 maupun dalam Tata Tertib Pemilihan. Sehingga ruang demokrasi yang seharusnya bersifat toleran terhadap tafsir-tafsir yang dilatarbelakangi kepentingan tidak bisa muncul ketika suatu tafsir absolut dipaksakan. Hal yang sama terjadi pada tahap pelaksanaan pemilihan, dimana terdapat penolakan terhadap pengunduran diri salah satu pasangan calon. Penolakan ini mempunyai implikasi yuridis yang serius. Jika diterima maka hanya akan terdapat satu calon tunggal, sedangkan jika ditolak maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak politik seseorang, sebab tidak ada aturan yang melarang pengunduran diri salah seorang pasangan calon. Secara politis tarik-menarik dua kutub kepentingan yang direpresentasikan antara Fraksi PDIP - Fraksi KB dan Fraksi APU – Fraksi KM ini merupakan implikasi dari tidak beresnya implementasi PP 151/2000 dan Tata Tertib Pemilihan. Dalam arti, jika memang pengunduran diri Wahyudin Nooraly diterima, bukankah bisa dilakukan pemilihan ulang dengan kembali melakukan proses penyaringan tahap II tanpa harus mengganti pasangan calon dari FPDIP dan FKB.       
Selanjutnya, perlunya membentuk suatu organisasi kepanitiaan yang kuat dan memadai dalam melaksanakan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati ke depan. Namun hal tersebut kini sudah dapat diatasi dengan dikeluarkannya UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti atas UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Demikian pula dikeluarkannya PP Nomor 6 Tahun 2005 untuk menggantikan PP Nomor 151 tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dimana terdapat perbedaan mendasar dalam proses pemilihan antara kedua Undang-undang berikut kedua PP diatas. Hal ini berkaitan dengan sistem dan penyelenggara pemilihan, jika UU 22/1999 dan PP 151/2000 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati diselenggarakan oleh DPRD dan dipilih oleh anggota DPRD, maka dalam UU 32/2002 dan PP 6/2005 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dilaksanakan secara langsung dengan dipilih oleh rakyat dan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di masing-masing kota atau Kabupaten.
Tabel 10. Matriks informan dan keterangan yang sesuai dengan fokus penelitian
INFORMAN
FOKUS
KUTIPAN
H. Muhammadin, Ketua Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Brebes 1999-2004


Tahap persiapan














Tahap pelaksanaan pemilihan














Tahap monitoring dan evaluasi


-      “Dimana kader yang bisa diusung harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi. Ya karena kita sebagai kader, apapun bentuknya, siapapun orangnya, yang penting mendapatkan rekomendasi dari DPP, itulah yang kita usung,“
-      “Kami tidak berani menanggapi secara institusi, itu kan menyangkut rumah tangga orang lain. Yang mestinya menanggapi kan orang luar atau publik. Secara aturan memang tidak ada masalah, karena memang tidak diatur.”
-      “Kalau saya tetap tidak mengakui bahwa (pemilihan itu) calon tunggal. Karena memang ada calon, yang artinya dia datang. Mereka datang, cuma antara siap dan tidak siap. Menurut pandangan saya, yang namanya peserta baik calon Bupati atau Wakil Bupati maupun anggota DPRD sebagai pemilik hak pilih, jika sudah hadir dan menandatangani daftar hadir itu sudah merupakan partisipasi. Dalam perjalanannya kemudian mereka walk out, itu kan sudah hak mereka.”
-      “Kalau saya melihat, katakanlah dari yang pro juga mengajukan (lobi), yang kontra juga mengajukan. Sehingga kalau kesana kadang suka bareng- bareng. Jadi (Depdagri) tidak campur tangan, karena memang harus campur tangan. Kebetulan kami disana juga aktif, jadi istilahnya kami mendekati tahu. Karena yang kontra juga menyampaikan, yang pro apalagi, kan begitu.”
Drs. Ahmad Rofiqi, Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Brebes 1999-2004
Tahap persiapan



















Tahap pelaksanaan pemilihan



-      “Faris itu paling mendekati kenyataan visi misinya. Kita terbuka. Tetapi kan kita juga bergerak di dalam politik kepentingan. Faris ketua DPC PKB, Andi Najmi Wakil Ketua DPC PKB, Slamet Abdullah Nury juga wakil ketua. Kalau pendekatan partai tentu saja bagaimana kadernya bisa lolos. Minimal sampai balon maksimal sampai jadi. Karena masing-masing faksi punya jago, ya akhirnya voting. Partai kalau mau berhasil sebaiknya hanya meloloskan satu calon saja. Biar suara fraksi tidak  terpecah, untung jika bisa mengambil suara fraksi lain, padahal fraksi lain juga punya calon sendiri.“
- “Tatibnya kan jelas, calon tidak bisa mengundurkan diri. Karena sudah diparipurnakan, maka calon yang bersangkutan harus mengganti semua biaya yang dikeluarkan oleh dewan. Karena dewan kan harus memulai lagi. Wahyudin mengundurkan diri secara sepihak, kan sebenarnya bisa mengundurkan diri sebelum paripurna. Padahal saat itu kan sidang paripurna pemilihan, jadi tidak ada tawar menawar. Mengundurkan diri kan tawar-menawar. Kami menolak. Karena tatibnya tidak membolehkan, karena saat itu bukan orang mau terus atau tidak.”
Wahyudin Nooraly, calon Wakil Bupati Brebes 2002-2007
Tahap persiapan











Tahap pelaksanaan pemilihan


















-      “Saya kecewa pada saat diuji di Fraksi PDIP dan di Fraksi PKB. Saat itu saya mengira mereka sudah punya calon, karena mereka terlihat tidak serius menguji. Pertama, dari 17 anggota fraksi PDIP, yang hadir hanya 5 (lima) orang. Artinya bagaimana mereka memberikan penilaian terhadap saya jika yang menguji hanya 5 (lima) orang, sedangkan yang memutuskan nanti 17 orang.”
-      “Saya sudah memperingatkan, kira-kira seminggu sebelum hari-H. Pada  anggota dewan dan ketua, tolong uang-uang yang mereka terima itu dikembalikan dulu sebelum pemilihan. Sebab saya tidak ingin terlibat dalam perhelatan yang kemudian menimbulkan tuntutan di belakang hari. Karena di banyak daerah yang menjalankan pilkada, ributnya setelah terjadi pemilihan. Yang kalah menggugat, yang rugi rakyat karena kepala daerah hanya memikirkan gugatan-gugatan ini”
-      “Kalau (masalah) ini tidak bisa dibereskan saya akan mundur. Ada yang memberi saran, mundurnya jangan sekarang tapi besok saja saat pemilihan dengan cara minta interupsi. Saya tidak jadi mundur, tapi saya ngomong, saya minta interupsi sebentar agar sidang pemilihan ini ditunda untuk seminggu atau setidaknya sebulan untuk membereskan masalah-masalah yang tadi.”
HM. Sunadi Ilham,
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Brebes 1999-2004
Tahap pelaksanaan pemilihan
-      “Sebetulnya, keempat Pimpinan Dewan pada saat itu sudah kompak menganggap proses pemilihan tidak sah, sehingga harus diulang. Dalam rapat Pimpina Dewan juga disepakati bahwa pemilihan tidak sah dan harus diulang. Tidak tahu apa alasannya, tiba-tiba saja Sarei Abdul Rosyid dalam satu sesi pertemuan (berikutnya) dengan Pimpinan Fraksi dan Panitia Pemilihan tiba-tiba mengatakan, “Besok, saya akan mengadakan rapat paripurna penetapan,” Kita sebagai Pimpinan Dewan jadi bingung, ada apa ini kok tiba-tiba.

Tabel 11. Jadwal kegiatan penelitian
No
Kegiatan
Juni ‘04 –Februari ’05
Maret
April
Mei
Juni
Keterangan
1.
Seminar proposal dan  revisi proposal
X




-
2.
Penelitian dan pengumpulan data

X



3 Minggu, minggu I - III Maret ‘05
3.
Analisis Data

X
X


2 Minggu, minggu IV Maret – minggu I April ‘05
4.
Pelaporan Tesis


X


4 Minggu, minggu II April – minggu I Mei ‘05
5.
Ujian Tesis



X

3 Minggu, minggu II – minggu IV Mei ‘05
           
Jadwal penelitian ini tidak bersifat baku, dalam arti bisa mengalami penambahan waktu tergantung situasi dan kondisi yang terkait dengan hasil penelitian yang dapat dipercaya hasilnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 2001, Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi    Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Biro Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, Peraturan Pemerintah Nomor 151 tahun 2000 Tentang tata cara Pemilihan, Pengesahan Dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Jawa Tengah.

Dunn, William N, 2000, Analisis Kebijakan Publik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Edward III, George C.,1980, Implementing Public Policy, Congressional Quartely inc. Washington, DC.

Islamy, M. Irfan, 2000, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Cet. Ke 9 Jakarta.

Kencana, Inu., Jamaludin Tanjung dan Supardan Moleong, 1999, Ilmu Adminstrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta.

Miles, Mattew B & Huberman A. Michael., 1992. Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta.

Moleong, Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan II, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Osborne David and Peter Plastrick, 1977. Reinventing Government, How the Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector.

Program Pasca Sarjana UNSOED, 2002. Pedoman Penulisan Tesis dan Karya Ilmiah, Purwokerto.

Ripley, Randal B.& Grace A. Franklin, 1982 &  1986. Policy Implementation & Bureaucracy, The Dorsey Press, Chicago, Illinois.

Ripley, Randal B, 1985, Policy Analisis in Political Science, The Dorsey Press, Chicago, Illionis.

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi, 1984, Metodologi Penelitian Survei, Cetakan ke-4, LP3ES.

Staniland, Martin, 2003,Apakah Ekonomi Politik Itu?: Sebuah Studi Teori Sosial dan Keterbelakangan, Cetakan ke-1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wibawa, Samudra, Yuyun Purbokusumo, Agus Pramusinto, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik, PT. Raya Grapindo Persada, Jakarta.

Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Med Press, Yogyakarta.

Yuwanto, 2002, Penilaian Kritis Terhadap Visi, Misi dan Rencana Kebijakan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati, Fisip Undip.


Dokumen-dokumen resmi

Sekretariat DPRD Brebes, 2002, Dokumen Permohonan Pengesahan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007

Sekretariat DPRD Brebes, 2002, Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007

Sekretariat DPRD Brebes, 2002, Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 05 Tahun 2002 tentang Penyelesaian Masalah Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Brebes, 2002, Basis Data Kabupaten Brebes Tahun 2002,

Surat kabar dan internet
Radar Tegal, Makin Banyak Sawerannya, Makin Banyak Suaranya, edisi Rabu,  29 Mei 2002

Suara Merdeka, Cari Figur Yang Baik dan Juga Mbrebesi, dari www.suaramerdeka.com, 14 Januari 2002, dilihat pada 13 Maret 2005

Suara Merdeka, Dari Fokus Group Diskusi Pilkada –Gawat-,Jangan Gadaikan Dewan, dari www.suaramerdeka.com, 21 Januari 2002 dilihat 13 Maret 2005

Suara Merdeka, Bilwaf Kritisi Politik Uang, dari www.suaramerdeka.com, 24 Januari 2002 dilihat pada 13 Maret 2005

Suara Merdeka, Rumah Ketua DPRD Disegel, dari www.suaramerdeka.com, 1 Juni 2002 dilihat pada 13 Maret 2005

Suara Merdeka, Pilkada Belum Sesuai Tata Tertib, dari www.suaramerdeka.com, 14 September 2002 dilihat pada 13 Maret 2005


Lampiran -1
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pemberi Informasi/Identitas Informan
1.      Nama Responden         :
2.      Usia                             :
3.      Jenis Kelamin               :
4.      Pekerjaan                     :
5.      Alamat                         :
B. Pertanyaan
1.      Bagaimana tahap persiapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
2.      Bagaimana tahap pencalonan dan pengesahan pencalonan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
3.      Bagaimana panitia penyelenggara dan panitia pemilihan bekerja dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
4.      Bagaimana proses terjadinya rangkap pencalonan atas jabatan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
5.      Apa yang menyebabkan terjadinya rangkap pencalonan atas jabatan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007? Apakah mekanisme ini sesuai dengan PP No 151 tahun 2000?
6.      Bagaimana proses pengunduran ciri salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
7.      Apa yang menyebabkan salah satu pasangan calon mengundurkan diri dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007? Apakah mekanisme ini sesuai dengan PP No 151 tahun 2000?
8.      Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya rangkap pencalonan Wakil Bupati sekaligus pengunduran diri salah satu pasangan calon sehingga mengakibatkan hanya ada satu calon Bupati dan Wakil Bupati tunggal?
9.      Bagaimana konstelasi politik (tarik-menarik kepentingan politik) dalam sidang paripurna saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 berlangsung?
10.  Bagaimana konfigurasi politik (fraksi apa mendukung siapa, melawan siapa) dalam sidang paripurna saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
11.  Bagaimana respon peserta sidang paripurna terhadap rangkap pencalonan Wakil Bupati dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
12.  Bagaimana respon peserta sidang paripurna terhadap pengunduran diri salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007 sehingga hanya ada satu calon tunggal?
13.  Bagaimana respon elemen-elemen masyarakat (LSM, tokoh masyarakat, mahasiswa, kalangan pers dll) terhadap proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes 2002-2007, terutama berkaitan dengan rangkap pencalonan Wakil Bupati dan pengunduran diri salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati sehingga hanya ada satu calon tunggal?
14.  Bagaimana monitoring dan evaluasi dari peserta sidang paripurna pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
15.  Bagaimana elemen-elemen masyarakat yang lain (LSM, tokoh masyarakat, mahasiswa, kalangan pers dll) melakukan monitoring dan evaluasi atas proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan 2002-2007?
16.  Apa ada kecenderungan politik uang dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007?
17.  Apa yang melatarbelakangi gugatan wanprestasi dari salah satu bakal calon Bupati yang gagal dalam pemilihan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Brebes?













[1] Basis Data Kabupaten Brebes Tahun 2002, Bappeda Kabupaten Brebes
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Biro Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah 2002
[3] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[4] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[5] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[6] Lihat Cari Figur Yang Baik dan Juga Mbrebesi, dari www.suaramerdeka.com, 14 Januari 2002
[7] Lihat Risalah Rapat, Rapat Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Brebes, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal. 241
[8] Lihat Risalah Rapat, Rapat Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Brebes, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal. 260
[9] Lihat “Surat Pengunduran Diri dari Calon Wakil Bupati” dalam Risalah Rapat Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Brebes, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002
[10] Lihat Risalah Rapat, Rapat Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Brebes, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002 hal. 272-273
[11] Keputusan Pimpinan DPRD Brebes Nomor 05 Tahun 2002 tentang Penyelesaian Masalah Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002
[12] Wawancara dengan H. Sunadi Ilham, 11 April 2005
[13] Risalah Rapat Paripurna Penatapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Kabupaten Brebes masa jabatan tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002
[14] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[15] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[16] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[17] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[18] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[19] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[20] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[21] Keputusan DPRD Brebes Nomor 02 tahun 2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal. 17

[22] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[23] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[24] Wawancara dengan Mahfudin SS, 13 Maret 2005
[25] Lihat Dari Fokus Group Diskusi Pilkada –Gawat-,Jangan Gadaikan Dewan, dari www.suaramerdeka.com, 21 Januari 2002
[26] Lihat Bilwaf Kritisi Politik Uang, dari www.suaramerdeka.com, 24 Januari 2002
[27] Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal 479
[28] Lihat, Rumah Ketua DPRD Disegel, dari www.suaramerdeka.com, 1 Juni 2002
[29] Keputusan DPRD Brebes Nomor 02 tahun 2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal. 9
[30] Pernyataan sikap Masigab terhadap hasil Rapat Paripurna Khusus Tahap I DPRD Brebes tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007, dokumen tidak dipublikasikan, 30 Mei 2002
[31] Dokumen Proses Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes masa jabatan tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal 486
[32] Lihat Pilkada Belum Sesuai Tata Tertib, dari www.suaramerdeka.com, 14 September 2002
[33] Lihat Pilkada Belum Sesuai Tata Tertib, dari www.suaramerdeka.com, 14 September 2002
[34] Keputusan DPRD Brebes Nomor 02 tahun 2002 tentang Tata Tertib Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes, November 2002, hal. 11
[35] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[36] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[37] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[38] Berita Acara Pelaksanaan Masa Pengujian Publik Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Brebes Masa Jabatan Tahun 2002-2007, Sekretariat DPRD, November 2002, hal. 301
[39] Wawancara dengan H.Muhammadin, 15 Maret 2005
[40] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[41] Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Biro Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah, 2002, hal 31
[42] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[43] Wawancara dengan Wahyudin Nooraly, 15 Maret 2005
[44] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[45] Wawancara dengan H. Muhammadin, 15 Maret 2005
[46] Wawancara dengan Drs. Ahmad Rofiqi, 15 Maret 2005
[47] Lihat Makin Banyak Sawerannya, Makin Banyak Suaranya, Radar Tegal edisi Rabu, 29 Mei 2002
[48] Surat Pernyataan bermaterai atas nama Imam Royani dan Hasyim Dwikadi tanggal 20 Juni 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar